BAB 30

1919 Words
Saat pintu lift terbuka, kak Shyn langsung berjalan dan Aura tetap mengikuti langkah kak Shyn tanpa bertanya. Jantung Aura semakin berdegup dengan kencang, ia merasa semakin cemas. Bahkan udara dari penyejuk ruangan terasa lebih dingin kali ini, namun Aura berusaha bersikap baik - baik saja di depan kak Shyn. Setelah mereka berjalan melewati koridor, langkah kaki Aura berhenti mengikuti langkah kaki kak Shyn yang sudah lebih dulu berhenti di depan sebuah ruangan, kak Shyn menatap Aura sebelum akhirnya ia mengetuk pintu ruangan yang ada di hadapan Aura dan kak Shyn beberapa kali sebelum membukanya. "Masuk!" Sautan dari dalam jelas memberi tanda agar kak Shyn dan Aura masuk ke dalam, kak Shyn meraih pergelangan tangan Aura kemudian ia menatap Aura dengan senyum tipis. "Jangan gugup santai saja," ucap kak Shyn berusaha untuk menenangkan Aura yang terlihat gugup. Aura mengatur napasnya, ia menarik napas lalu menghembuskannya perlahan selama beberapa kali. Kemudian kak Shyn menoleh dan memberi tanda agar Aura ikut masuk bersamanya, Aura mengangguk lalu mengikuti kak Shyn masuk ke dalam ruangan itu. Terlihat wajah kak Shyn tersenyum lebar menatap wanita yang tengah duduk di balik meja kerjanya itu, wanita dengan jas putih yang tentu saja ia adalah dokter di sini. "Hai apa kabar?" tanya wanita dengan pakaian jas putih, tentu saja siapapun tahu ia adalah seorang dokter. Aura menangkap dokter itu menatap kak Shyn dengan senyum yang ramah, sepertinya dokter itu dan kak Shyn sudah saling mengenal. Aura menarik napasnya dalam, ia masih mencoba untuk mengurangi kegugupannya. Kemudian dokter itu menatap Aura yang ada tepat di belakang kak Shyn, Aura tersenyum ramah. Kak Shyn tersenyum lebar, "ya, aku datang harus bersama dengan pasien 'kan," saut kak Shyn yang terkekeh juga. "Duduklah," ucap wanita itu, kak Shyn menatap Aura yang ada di belakangnya. "Ayo duduk," ajak kak Shyn yang sudah duduk lebih dulu beberapa detik yang lalu. Sekarang Aura duduk di samping kak Shyn, saat ini kak Shyn terlihat seperti sedang mengantarkan adiknya ke dokter. Kak Shyn terlihat ramah membuat suasana tidak canggung begitu saja, bahkan kak Shyn melontarkan lelucon yang membuat Aura dan dokter tertawa. Sepertinya kak Shyn sadar, saat ini Aura lebih gugup daripada sebelumnya. Aura mengangguk lalu melangkah mendekat, "siapa ini, aku baru melihatnya?" ucap wanita itu. "Trainee baru," saut kak Shyn. Dokter itu menganggukkan kepalanya mengerti, "mau pemeriksaan menyeluruh?" tanyanya lalu mengambil alat yang Aura tahu untuk mengukur tekanan darah. "Tidak sekarang, mungkin minggu depan. Sekarang pemeriksaan darah dan tes kesehatan biasa saja," ucap kak Shyn memberi tahu. Dokter itu mengangguk lalu memajukan kursinya, "siapa nama kamu?" tanya dokter itu pada Aura. "Saya Aura," saut Aura langsung. Dokter itu tersenyum kecil, "baiklah Aura saya Vivi," balasnya. "Ulurkan tangan kamu," ucap dokter itu dan langsung di turuti oleh Aura. Setelah Aura menjulurkan tangannya, dokter itu kemudian memasang alat untuk mengukur tekanan darah lalu memopanya. Ia melihat ke arah angka yang ada di alat itu, kemudian mencatatnya pada sebuah kertas. Aura merasakan sendiri jika jantungnya berdegup dengan sangat cepat, bahkan ia sampai keringat dingin karena gugup. "Bagus," ucap dokter itu. Kak Shyn hanya menatap tanpa berbicara, sedangkan dokter itu kembali melakukan pekerjaanya. "Aku akan mengambil darah kamu ya," ucapnya kemudian ia menyiapkan sebuah jarum. Dokter itu berjalan meninggalkan kursinya, ia membuka sebuah lemari lalu terlihat mempersiapkan sesuatu, semakin Aura melihatnya semakin jantung Aura berdegup dengan sangat kencang. Tubuh Aura sedikit bergidik saat melihat dokter itu menyiapkan jarum, namun Aura tidak bisa menghindar atau berlari seperti anak - anak, mau tidak mau Aura harus menghadapi jarum itu. Napas Aura semakin memberat sekarang, ia semakin gugup melihat bagaimana dokter itu tengah menyiapkan peralatannya. Kak Shyn mengenggam tangan Aura, sepertinya kak Shyn sadar dan ingin membuat Aura lebih tenang. Aura mengatur napasnya, ia menarik napasnya dalam lalu menghembuskannya perlahan namun rasanya percuma jantungnya malah berdegup semakin kencang. "Jangan gugup," bisik kak Shyn, Aura mengangguk kaku rasanya ia ingin pingsan saja. "Ayo pindah ke kasur," ucap dokter itu, kak Shyn berdiri dari duduknya dan menemani Aura berjalan ke kasur. Mendengar ucapan dokter itu tentu saja membuat jantung Aura semakin berdegup kencang, persiapan dokter itu sudah selesai hingga akhirnya ia memanggil Aura memintanya untuk berbaring di ranjang pasien yang berada di pojok ruangan. Aura melangkahkan kakinya perlahan, rasanya ia ingin lari saja. Aura melangkah menuju ranjang itu di temani oleh kak Shyn, untung saja kak Shyn sangat setia menemani Aura yang tengah sangat gugup ini. Aura melepaskan sepatu flatnya, untung saja ia menyimpan sepatu flat di loker lalu duduk di atas ranjang. Tubuhnya seakan kaku, enggan untuk di suruh berbaring di ranjang. "Baring aja," ucap kak Shyn, Aura langsung mengikutinya dan berbaring meskipun dengan jantung yang masih berdegup cepat. Setelah Aura berbaring, kak Shyn perlahan mundur. Aura melihat kak Shyn kembali ke kursinya, lalu sosok kak Shyn digantikan oleh sosok dokter Vivi. Perlahan langkah dokter semakin mendekat, di tangannya ada jarum dan sebuah tabung kecil. Melihat itu saja tentu membuat aura semakin berdegup kencang, dokter menggulung lengan baju Aura kemudian mengoleskan kapas steril di lengan Aura. "Tahan ya," ucap dokter itu yang kemudian ia berjalan mendekat, jantung Aura semakin berdegup tidak karuan, lalu kemudian dokter itu menusukkan jarumnya di sana, perlahan darah Aura mengalir ke dalam tabung yang ada di ujung jarum. "Enggak sakit 'kan," ucap dokter itu, Aura menggeleng pelan. Aura hanya bisa tersenyum sambil meringis, hanya saja Aura ingin protes kepada orang yang pertama kali mengatakan jika di suntik sama halnya seperti di gigit semut. Mungkin yang di maksud adalah semut rang - rang, tenti saja di suntik itu sakit apa lagi saat proses pengambilan sampel darah membuat tangan menjadi ngilu seketika. Dokter itu tersenyum kecil, "ngilu dikit di tahan ya. Sebentar lagi selesai," ucap dokter itu yang Salsa tahu adalah hanya sebuah kalimat penenang. Aura melihat sendiri botol tersebut belum sepertiga terisi darahnya, yang artinya masih beberapa saat lagi. Kak Shyn menatap Aura yang tengah memejamkan matanya, wajahnya agak memucat dan keringat mengalir di keningnya. Aura tidak sanggup melihat lebih lanjut, harapannya agar proses ini segera selesai secepatnya. "Aw," ringis Aura saat dokter itu melepaskan jarum dari lengannya dan segera menutupnya dengan kasa. Dokter itu tersenyum melihat Aura meringis, "selesai," ucapnya dengan tawa kecil. Kemudian dokter itu terlihat sibuk mengurus sampel darah milik Aura yang sudah ia beri tanda nama, ia melirik kak Shyn. "Tunggu sebentar ya," ucap dokter itu lalu berjalan keluar dari ruangannya. Aura hendak langsung duduk namun kak Shyn menahannya, "berbaringlah 15 menit agar kepalamu tidak pusing," ucap kak Shyn, Aura mengangguk dan kemudian memejamkan matanya yang memang terasa mulai menggelap. *** Waktu berjalan sudah 15 menit berlalu, Aura mencoba untuk duduk setelah berbaring untuk beberapa saat. Kepalanya masih terasa agak pusing, ia terdiam selama beberapa saat mencoba menyeimbangkan dirinya. Syukurlah, Aura sudah tidak segugup tadi meskipun ia masih lemas setelah pengambilan sampel darah. Melihat Aura yang sudah duduk kak Shyn menatap Aura dari tempat duduknya, "apakah masih pusing?" tanya kak Shyn, Aura mengangguk meskipun sebenarnya kepalanya masih terasa agak pusing tapi Salsa tidak mengatakannya untuk tidak membuat kak Shyn cemas. "Sudah bisa berjalan?" tanya kak Shyn ketika Aura hendak turun dari ranjang. Aura menurunkan kakinya ke lantai, ia berdiri dan syukurlah kepalanya sudah tidak terasa pusing lagi. Artinya sekarang Aura sudah lebih baik daripada tadi, kemudian Aura berjalan mendekat ke arah kak Shyn. Syukurlah ia tidak mengalami pusing atau kehilangan keseimbangan, saat pengambilan darah di kantor pertama kali Aura bahkan tidak bisa bangun sampai 1 jam berbaring baru ia bisa bangun. "Sudah tidak pusing Aura?" tanya dokter dengan ramah, Aura mengangguk mengiyakan. "Vivi kalau begitu kami pamit," ucap kak Shyn, Aura menatap kak Shyn yang berdiri lebih dulu. Mata Aura menatap ramah ke arah dokter itu, "kami pamit dulu dokter," ucap Aura. "Hati - hati di jalan," saut dokter itu, kemudian Aura keluar dari ruangan dokter itu setelah kak Shyn. "Oke, kita ke lokasi syuting iklan ya," ucap kak Shyn yang terlihat kembali fokus dengan pekerjaan yang sudah menanti. Aura baru merasakan rutinitas seperti ini, dulu saat ia di sibukkan dengan pekerjaan paruh waktunya Aura memang kesulitan beristirahat tetapi setelah menjadi trainee rasa lelah yang Aura dapat rasanya lebih banyak dibandingkan ketika harus menjadi pekerja paruh waktu. Dulu Aura pikir trainee tidak akan sesulit ini, ternyata ada lebih banyak aturan dan kebebasan yang di ambil. Aura mengangguk, "aku ingin ke toilet kak," ucap Aura jujur, ia memang kebelet pipis dan ingin ke toilet. Sebenarnya karena gugup Aura ingin ke toilet sejak tadi, tapi ia merasa akan lebih gugup jika tidak segera menyelesaikan pemeriksaan itu sebabnya Aura menunda keinginannya ke toilet dan lebih memilih menyelesaikan pemeriksaanya terlebih dahulu, untung saja Aura bisa menahannya dengan baik. Kak Shyn mengangguk, "aku tunggu di sini, kamu jalan aja di ujung lorong ada toilet." Aura mengangguk mengerti lalu berjalan menuju arah yang ditunjuk oleh kak Shyn, mata Aura memandang sepanjang koridor kemudian di depan ia benar - benar menemukan toilet yang sejak tadi ia cari. Setelah tadi bertanya kepada perawat, Aura hanya di tunjukkan sebuah arah yang katanya hanya perlu berjalan lurus saja. Tangan Aura membuka pintu, kemudian masuk ke dalam toilet dan menyelesaikan urusannya yang sudah mendesak sejak beberapa saat yang lalu. Setelah beberapa saat Aura merasa lega setelah menyelesaikan urusannya, kemudian Aura mencuci tangannya di wastafel sebelum keluar dari toilet. Aura mengelapi tangannya dengan tisu sambil berjalan, sampai - sampai ia tidak sadar jika ia hendak menabrak seseorang yang ada di depannya yang juga sibuk dengan ponsel di tangannya. BRUKKKK!!! "Aw!!!" ringis Aura saat tangannya yang baru saja selesai di suntik bertabrakan dengan seseorang. Aura mengangkat kepalanya masih sambil meringis, begitu pula dengan orang yang ada di depannya. Mata Aura lalu membulat mendadak saat ia melihat, siapa orang yang baru saja bertabrakan dengannya. Jantung Aura berdegup kencang kali ini lebih kencang dari sebelumnya, mata Aura juga membesar karena ia terkejut. "Brian," ucap Aura dengan tidak sadar. Tidak yakin dengan siapa yang ada dihadapannya membuat Aura mundur satu langkah, ia masih diam dengan mata yang saling menatap dengan laki - laki di depannya itu. Laki - laki di depannya itu juga ikut diam, pandangan mata mereka bertemu selama beberapa saat tapi tidak ada sautan di antara mereka. "Kamu ... Aura?" ucap laki - laki yang Aura sangat yakin itu Brian. Sial. Setelah sekian lama berhasil menghindari Brian di kantor, Aura malah merasa s**l karena bertemu dengan Brian di sini. Aura benar - benar terdiam, begitu juga dengan Brian. Kaki Aura rasanya lemah saat itu, ia bahkan merasakan ingin jatuh jika tidak segera pergi dari sana. "Brian?" ucap suara lain dari arah belakang. Suara langkah kaki terdengar mendekat, seseorang berhenti di sebelah Brian lalu menatap ke arah Aura. Mata Aura sama terkejutnya dengan orang itu, lagi - lagi Aura di buat terdiam untuk beberapa saat. Wajah Aura terlihat dingin, ia ingin segera menghilang detik itu jika bisa. "Aura!" ucap suara yang cukup Aura kenal, mata Aura beralih ke samping. "Agry," ucap Aura dengan nada suara rendah. Lagi - lagi Aura terdiam selama beberapa saat, lalu ketika kesadarannya kembali Aura langsung melangkah cepat meninggalkan Brian dan Agry yang masih terdiam di tempat. Aura berjalan dengan cepat, kak Shyn yang menyadari kedatangan Aura memasukkan ponselnya ke dalam tas. Ia menatap Aura yang berada di depannya, ia memandang aneh ketika Aura tidak membalas tatapannya. "Sudah selesai Aura?" tanya kak Shyn namun Aura hanya berjalan dalam diam tanpa menatap. Merasa ada yang tidak beres kak Shyn langsung mengejar Aura yang sudah beberapa langkah di depannya, kak Shyn bahkan sampai mengatur napasnya yang memburu karena Aura yang berjalan begitu cepat. Kak Shyn bingung, sebenarnya apa yang terjadi hingga Aura bersikap seperti itu. "Aura ada apa?" tanya kak Shyn menepuk pundak Aura, yang kemudian membuat Aura berhenti melangkah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD