Bab 2 : Insiden Memabukkan (21+)

1466 Words
Isabella terbangun dengan mata yang masih mengantuk di pagi hari. Hari ini adalah hari dimana dia akan menjalankan sebuah proyek baru di Romano Corporation, dan dia merasa campuran antara gugup dan bersemangat. Dia tahu bahwa dia harus memberikan yang terbaik dan membuktikan bahwa dia adalah aset berharga bagi perusahaan ini. Setelah mandi dan sarapan dengan cepat, Isabella mengenakan pakaian profesionalnya. Gaun hitam yang pernah dia kenakan saat wawancara adalah pilihan yang sempurna. Itu memberikan kesan yang tegas dan profesional, persis seperti yang dia inginkan. Ketika dia tiba di Romano Corporation, suasana di dalam gedung terasa berbeda dari kunjungan pertamanya. Kini, semua orang yang dia lewati tampak lebih akrab dan ramah. Dia disambut dengan senyuman dan sapaan hangat, dan itu membuatnya merasa lebih nyaman. Isabella menuju ke ruang pertemuan tim proyek yang telah dijadwalkan. Di dalam ruangan tersebut, dia melihat Alexander Romano sedang berbicara dengan beberapa anggota tim yang lain. Dia tampak seperti pemimpin yang berpengalaman, menjelaskan detail proyek dengan jelas dan tegas. Ketika Isabella masuk, semua mata tertuju padanya. Dia merasa agak canggung, tetapi kemudian Alexander memperkenalkannya kepada semua orang. Isabella mencoba untuk tersenyum dan memberikan salam, menciptakan kesan pertama yang positif. "Hari ini kita punya kehormatan memiliki Isabella Carter bergabung dengan tim kita. Dia akan menjadi asisten pribadi saya dalam proyek ini. Mari sambut dia dengan baik." Alexander berbicara dengan suara tenangnya. "Selamat datang, Isabella!" Ucap semua orang diruangan tersebut. Isabella tersenyum. "Terima kasih semuanya. Saya sangat bersemangat untuk bekerja bersama Anda semua." Selama pertemuan, Isabella mendengarkan dengan seksama dan mencatat setiap detail yang dibagikan oleh Alexander dan tim. Dia merasa antusias dan ingin memberikan kontribusi yang berharga pada proyek ini. Ketika pertemuan berakhir, Alexander mendekati Isabella. Alexander tersenyum tipis. "Miss Carter, saya harap Anda sudah siap untuk tantangan ini." "Saya akan memberikan yang terbaik, Mr. Romano." Ucap Isabella dengan Penuh semangat. Selama beberapa bulan berikutnya, Isabella terlibat dalam proyek tersebut dengan tekun. Dia bekerja keras dan terbukti menjadi aset berharga bagi tim. Dia membuktikan bahwa dia bukan hanya seorang asisten pribadi, tetapi juga memiliki pemahaman yang mendalam tentang industri dan proyek yang sedang berjalan. Selama jam-jam lembur di kantor, Isabella dan Alexander sering kali bekerja bersama. Mereka mulai mengenal satu sama lain dengan lebih baik. Isabella mulai melihat sisi yang berbeda dari karakter Alexander yang misterius. "Mr. Romano, apakah Anda pernah berpikir untuk mengambil cuti sejenak dari pekerjaan ini? Kadang-kadang itu bisa membantu melepaskan stres." Ucap Isabella seraya merapihkan berkas-berkas didepannya. Alexander terdiam sejenak. "Saya tidak pernah memikirkannya, Isabella. Bisnis ini selalu menjadi prioritas utama." Isabella juga semakin menghargai Alexander. Dia melihat ketekunan dan semangat dalam pekerjaannya yang mengingatkannya pada masa muda dan perjuangan yang dia alami. Pada suatu sore, ketika semua orang sudah meninggalkan kantor kecuali mereka berdua, Alexander mengundang Isabella untuk makan malam. Alexander mendekati Isabella. "Bagaimana kalau kita makan malam bersama, Isabella? Saya ingin mendengar lebih banyak tentang perjalanan Anda." Isabella merasa gugup tetapi setuju dengan senyum. "Tentu, Mr. Romano, saya pikir itu akan menjadi ide yang baik." Mereka pergi ke restoran mewah di kota itu. Di sana, dalam suasana yang lebih santai, mereka mulai berbicara tentang kehidupan pribadi mereka. "Saya tumbuh di lingkungan yang sederhana, Mr. Romano. Dan bekerja keras adalah satu-satunya cara bagi saya untuk mencapai impian-impiam saya." Alexander mengangguk. "Saya menghormati tekad Anda, Isabella. Keluarga saya juga memiliki sejarah perjuangan yang panjang." Malam itu adalah momen yang penting dalam perkembangan hubungan mereka. Mereka mulai melihat satu sama lain dengan lebih dalam, dan perasaan yang tidak mereka ketahui sebelumnya mulai muncul. Tetapi mereka masih belum tahu apa yang akan terjadi selanjutnya dalam perjalanan mereka yang penuh ketidakpastian. Isabella dan Alexander melanjutkan makan malam mereka dengan berbagai percakapan, mulai dari pekerjaan hingga impian dan hobi mereka. Mereka menemukan banyak kesamaan dan minat yang sama, yang membuat waktu mereka semakin menyenangkan. Setelah makan malam, mereka memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar kota. Isabella memimpin jalan menuju sebuah tempat yang ia anggap indah untuk menikmati pemandangan malam. Mereka berjalan di sepanjang tepi sungai yang tenang, sambil berbicara tentang kehidupan, keluarga, dan ambisi mereka. Ketika mereka berhenti di sebuah jembatan yang menghadap ke sungai, Isabella merasa begitu dekat dengan Alexander. Mereka terus bercanda dan tertawa, seolah-olah mereka sudah lama mengenal satu sama lain. Tapi kemudian, tanpa peringatan, Alexander memberikan minuman beralkohol kepada Isabella. Isabella yang tidak terbiasa dengan alkohol merasa terkejut dan ragu. Meskipun dia tidak ingin mengecewakan Alexander, dia juga tidak ingin minum alkohol karena tahu dia sangat rendah untuk mencerna minuman alkohol tersebut. Isabella melihat minuman beralkohol itu dengan ragu. "Mr. Romano, saya tidak terlalu kuat dengan alkohol." "Tenang saja, Isabella, ini hanya segelas kecil. Ini tidak akan membuatmu mabuk." Namun, Isabella hanya perlu beberapa tegukan kecil untuk merasakan efek alkoholnya. Wajahnya mulai memerah, dan dia merasa pusing. Dia mencoba untuk tersenyum dan tetap tenang. Alexander menatap Isabella yang terlihat tidak nyaman. "Apakah kamu baik-baik saja, Isabella?" Isabella bergumam. "Ya, saya baik-baik saja, Mr. Romano." Namun, ketika mereka melanjutkan berjalan-jalan, Isabella semakin merasa mabuk dan tidak seimbang. Dia mencoba berjalan dengan tenang, tetapi kaki-kakinya terasa gemetar. Isabella menarik jas Alexander dengan lembut. "Mungkin kita harus kembali, Mr. Romano. Saya merasa tidak enak badan." Alexander melirik kearah Isabella dengan perasaan khawatir. "Tentu, Isabella. Ayo kita pulang." Mereka berjalan kembali ke restoran untuk mengambil mobil Alexander. Namun, Isabella semakin mabuk dan tidak dapat menjaga keseimbangannya. Saat mereka berjalan menuju mobil, Isabella tiba-tiba terjatuh dan tersandung. Alexander segera menangkapnya sebelum jatuh ke tanah. "Isabella, apa kamu baik-baik saja? Apakah kamu merasa sangat mabuk?" Isabella mengernyitkan dahinya karena merasa sangat pusing. "I-Iya, Mr. Romano. Maafkan saya, saya tidak tahan dengan alkohol." Alexander mengangguk dan membantu Isabella masuk ke mobilnya dengan hati-hati. Isabella duduk dengan bibirnya yang masih terkatup rapat, berusaha keras untuk menjaga mualnya agar tidak muntah. Alexander sangat khawatir melihat kondisi Isabella. Meskipun dia merasa bersalah karena memberikannya minuman beralkohol, dia tahu dia harus membawa Isabella pulang dengan aman. Alexander mengusap rambut Isabella dengan lembut. "Kamu harus beristirahat, Isabella. Saya akan membawamu pulang." Isabella hanya mengangguk lemah, terlalu mual untuk bicara. Alexander mulai mengendarai mobilnya dengan hati-hati, memastikan perjalanan pulang berjalan lancar. Namun, semakin lama perjalanan berlangsung, semakin dekat dan intim Isabella merasa dengan Alexander. Perasaan mabuk membuatnya merasa lebih berani dan tidak tahan lagi. Isabella memutuskan untuk bermain-main dengan api. Dia berpindah ke kursi sebelah Alexander, mendekatkan diri padanya. Matanya berkilat dengan keberanian dan nafsu yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. "Mr. Romano, apakah Anda merasa... tertarik pada saya?" Ucap Isabella dengan suara rendah. Alexander, yang tengah berkonsentrasi pada mengemudi, terkejut oleh pertanyaan itu. Dia berusaha menjawab dengan serius, meskipun dia merasa tidak nyaman dengan arah pembicaraan ini. "Isabella, kita sedang dalam situasi yang tidak tepat untuk membicarakan hal ini." "Saya tahu, tapi saya merasa begitu terhubung dengan Anda. Saya merasa kita punya sesuatu, apa pun itu, yang tidak bisa kita abaikan." Alexander mencoba untuk tetap tenang, tetapi godaan Isabella semakin sulit dihindari. Dia merasa tarikan yang sama, tetapi dia tahu ini adalah kesalahan besar jika dia mengizinkan dirinya terlibat dalam hubungan yang lebih dalam dengan asisten pribadinya. Alexander menepis tangan Isabella secara perlahan karena dia berusaha untuk meraba lebih dalam. "Isabella, kita harus berbicara tentang ini nanti. Sekarang, yang terpenting adalah membawamu pulang dengan selamat." Namun, Isabella tidak bisa lagi menahan diri. Dia mendekatkan wajahnya ke Alexander dan menciumnya dengan penuh nafsu. Alexander mencoba menahan diri, tetapi akhirnya dia menyerah pada godaan Isabella. Alexander menghentikan mobilnya. Mereka beralih ke kursi belakang mobil, dan pertarungan panas pun dimulai. Mereka mencium, meraba-raba, dan memuaskan nafsu mereka yang mendalam satu sama lain. Meskipun masih mabuk, Isabella dan Alexander merasakan hasrat yang membara di antara mereka. "Alex.." Ucap Isabella dengan suara terengah-engah. Saat mendengar suara Isabella yang memanggil namanya. Alexander tidak bisa menahan diri untuk menyentuh setiap inci dan sensitifitas yang ada pada diri Isabella. Mereka berdua tahu bahwa ini adalah kesalahan besar, tetapi mereka tidak bisa lagi mengendalikan diri. Mereka terlibat dalam hubungan seks yang penuh gairah, melupakan segala aturan dan batasan yang mereka miliki sebagai bos dan asisten pribadi. Setelah lepas dari keintiman yang intens, Alexander akhirnya membawa Isabella ke kediamannya. Keduanya terlentang di tempat tidur, terengah-engah, dan mencoba untuk mengumpulkan kembali akal sehat mereka. Alexander tahu bahwa apa yang terjadi adalah kesalahan besar, tetapi mereka tidak bisa merasa menyesal atas perasaan yang telah mereka bagi. Isabella tertidur dengan cepat karena efek alkohol dan gairah yang melelahkan. Namun, keesokan harinya, dia terbangun dengan perasaan aneh. Tempat tidur ini bukanlah tempat tidurnya sendiri. Dia terjaga dalam kamarnya yang mewah dan elegan yang bukanlah tempatnya. Isabella memegang kepalanya yang terasa sakit. "Apa yang terjadi?" Dia bingung dan masih merasa mabuk. Saat dia mencoba mengingat kembali peristiwa semalam, semua kembali jelas. Dia merasa bingung, terjebak dalam situasi yang sangat rumit dengan bosnya, Alexander Romano. Tetapi satu hal yang pasti, insiden memabukkan itu telah mengubah segalanya dalam hubungan mereka, dan Isabella tidak tahu bagaimana dia harus bertindak setelah ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD