Rencana Pembuktian

1118 Words
Setelah penolakan yang Naufal terima dari Steffany tadi membuat dirinya menjadi kesal setengah mati. Setelah balapan itu, Naufal memilih untuk tak segera pulang. Ia memilih untuk datang ke sebuah cafe yang biasanya dijadikan tempat untuk mengobrol santai bersama dengan teman-temannya. Di usianya memang sebenarnya masih begitu muda, emosinya masih sangat menggebu-gebu. Penolakan yang ia terima tadi, bukan hanya membuat dirinya merasa sakit hati, tapi juga merasa sedikit diremehkan. Padahal seharusnya usia bukan halangan dalam sebuah percintaan, kan? Setelah sampai di depan cafe, segera ia memarkirkan motor miliknya. Lalu melangkahkan kaki masuk ke dalam sambil menghubungi temannya melalui ponsel. Sudah ada jawaban yang ia terima bahwa ketiga rekannya kini tengah mengobrol dan berkumpul di sana. Jadi Naufal tak perlu menunggu terlalu lama sendirian. Di meja yang berada di sudut ruangan sudah ada Daniel, Rafael dan juga Heri. Mereka duduk seraya menikmati musik sambil menyantap makanan yang mereka pesan tadi. "Eits, sang juara datang." Daniel segera berdiri sambil bertepuk tangan. Naufal menjabat tangan ketiga sahabatnya itu sambil berhi-five. Naufal kemudian duduk di samping Daniel. Kedua teman yang lain menatap penasaran dengan babak kualifikasi tadi. Pasalnya mereka bertiga tahu kalau saat ini salah satu pembalap yang paling digaungkan namanya adalah Naufal. "Bagaimana tadi?" Rafael bertanya dengan penasaran. Ia bahkan menatap Naufal sejak pertama kali pria itu terlihat di sudut ruangan. Masalahnya hari ini Rafael tak bisa mengikuti babak kualifikasi dikarenakan cidera yang ia alami di balapan sebelumnya. Ia juga tak mendapatkan kabar terbaru dari Daniel dan juga Heri tadi saat tiba. Jadi Rafael dibuat penasaran setengah mati. Apalagi tim dari Naufal adalah salah satu lawan terberatnya. Naufal bergerak bersandar pada sofa, kemudian menggelengkan kepalanya. "Biasa saja," jawabnya. "Uwww!" Daniel dan Heri merespons apa yang dikatakan oleh rekannya itu. "Sengaja sekali dia," ucap Daniel kepada Heri. Heri menganggukkan kepalanya setuju. Ia kemudian mengajak Daniel untuk bertos Ria. "Bapak satu ini sekarang memang sedikit sombong ya? Padahal tadi sudah dapat pole position." "Widihh!" Rafael berseru setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Heri barusan. Namun, sepertinya pencapaiannya hari ini tak membuat Naufal merasa senang. Pasalnya meskipun Ia mendapatkan pole position, tapi dirinya mendapat penolakan dari Steffany. Meskipun mendapat posisi paling depan, Naufal sama sekali tak merasa senang dengan itu. Tergerus dengan penolakan yang ia terima hari ini. "Sudahlah, tidak perlu sok sombong begitu. Kamu kan memang dijaga untuk balapan musim ini." Daniel mengatakan itu sambil menepuk-nepuk punggung Naufal. Naufal mengendikan bahunya merasa risih dengan apa yang dilakukan oleh sahabatnya itu. "Happy sih, tapi hari ini mendadak jadi bad mood. Ada saja yang merusak mood aku." Ketiga temannya kembali saling lirik, penasaran mengapa Naufal menjadi bad mood. Yang menjadi kecurigaan ketiganya mungkin saja tentang kondisi motor ataupun performanya hari ini. "Tadi aku menyatakan perasaan —" "Pada siapa?" Daniel bertanya bahkan belum sempat Naufal melanjutkan penjelasannya. Rafael berdecak, lalu ia memukul bahu Daniel kencang. "Belum selesai, Bro," cicit Rafael. "Pada Steffany." Naufal menjawab. Tentu saja mendengar jawaban dari rekannya itu membuat ketiganya terkejut. Yang mereka tahu jarak usia Naufal dan Steffany memang cukup jauh. Mereka sudah menerka penolakan yang dilakukan oleh Steffany itu lantaran perbedaan umur keduanya. "Kenapa?" Daniel bertanya. "Dia bilang aku masih terlalu muda. Tapi come on lah, ya di masa sekarang ini sepertinya usia Itu bukan lagi hal yang bisa dijadikan patokan dalam urusan percintaan. Ya, kan? Maksud aku begini loh lagian jarak usia aku dan dia tuh hanya lima tahun." Naufal menjelaskan dengan panjang lebar berusaha juga mencari pembenaran untuk perkataannya Rafael menganggukan kepalanya, ia sedikit banyak mengerti mengapa Steffany menolak Naufal. "Iya, sebagian wanita itu memang begitu. Mereka merasa butuh seseorang yang bisa menjadi tempat bermanja-manja. Aku rasa itu yang ada dalam pikiran dia juga." Kedua teman mereka menganggukan kepala, sedikit banyak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Rafael. Karena memang sebagian wanita ingin bisa bermaja-manja dan juga kepastian yang lebih. Tentu saja di usia Naufal sekarang ini membuat Steffany berpikir kalau Naufal belum mampu untuk berkomitmen dan juga belum sanggup untuk dijadikan seseorang untuk bersandar. "Tapi dia bilang ke aku kalau akan ada kesempatan, asalkan aku bisa menunjukan ke dia kalau aku itu laki-laki dewasa." Naufal berkata kepada Rafael. "Laki-laki dewasa?" tanya Heri. "Tunggu, tunggu. Bukan masalah tempat tidur, kan?" Daniel bertanya karena dalam pikirannya hanya itu saja. "Kalau menurutku kedewasaan itu kan bukan tentang ranjang saja. Maksud aku bisa saja yang dimaksud oleh Steffany itu adalah hal lain." Kali ini Rafael yang mengeluarkan suara, mencoba berpositif thinking karena tentu saja kedewasaan itu bukan hanya tentang hal seperti itu Sementara itu Naufal mendengarkan apa yang dikatakan oleh ketiga temannya. Pikirannya jadi memikirkan apa yang dimaksud oleh Steffany. Namun, dari caranya berbicara, sepertinya apa yang dikatakan oleh Steffany itu mengarah sama seperti apa yang dikatakan oleh Daniel. "Tapi aku rasa apa yang dimaksud Steffany itu sama seperti yang dikatakan oleh Daniel. Soalnya, Steffany menekankan kalau aku pasti tahu maksudnya." Naufal berkata lagi. Siapa tahu ia bisa mencari jawaban dari ketiga temannya itu, tentang apa yang harus ia lakukan untuk membuktikan dirinya sebagai pria yang dewasa. Lalu kini ketiganya tengah memikirkan cara apa yang bisa mereka lakukan untuk membantu rekannya. Daniel lalu menjentikkan jari, Ia mendapatkan ide yang cemerlang. Pria itu kemudian membisikkan kepada ketiga temannya tentang rencana yang akan mereka lakukan. Rafael sebenarnya sedikit tak setuju, tapi Naufal menyetujui hal itu. Keempat orang itu kemudian segera melangkahkan kaki ke luar kafe. Lalu berjalan ke parkiran dan memutuskan untuk melaju menggunakan mobil milik Heri. Jalanan kota malam yang sudah cukup lengang. Meski kadang-kadang masih memancarkan cahaya lampu berkelap-kelip, hanya saja itu sebagai penghias jalan. Biasanya jalanan yang sepi itu penuh dengan kendaraan yang saling bersahutan. Namun, ibukota memang tak pernah benar-benar sepi. Jalan yang tiap paginya dilalui oleh pejalan kaki, kini dipenuhi oleh para penjual makanan. Mobil Heri sampai di sebuah universitas. Heri sengaja memarkir mobil itu di sebuah gang. Mereka berempat kini tengah mencari mangsa. Seperti rencana Daniel tadi kalau mereka berempat akan menculik seorang mahasiswi, yang kemudian akan diajak untuk berfoto mesra bersama Naufal. "Jam segini masih ada mahasiswi?" Rafael bertanya dengan penasaran. "Kalau bukan dapat manusia, bagaimana?" Ia bertanya lagi mencoba memastikan kepada ketiga sahabatnya. Pertanyaan itu jelas membuat ketiga orang yang kini berada di dalam mobil menatap Rafael dengan tatapan kesal. Rasanya mereka ingin memukul kepala sahabatnya itu agar bisa berpikiran lebih normal. "Eh itu!" teriak Daniel ketika melihat seorang gadis yang berjalan dari kejauhan. Naufal dan Daniel kemudian berjalan. Mereka mencoba menyusul gadis itu. Langkah gadis itu semakin cepat karena merasakan ada dua orang yang mengikuti. Mobil Heri melaju dengan landai mencoba mengimbangi langkah kedua sahabatnya. Sampai kemudian setelah sang gadis berlari kencang, Naufal dan juga Daniel mengejarnya. Mereka lalu menarik sang gadis, membekap mulut, lalu segera masuk ke dalam mobil yang kini sudah ada di samping mereka. Setelahnya, mobil segera melaju meninggalkan tempat sepi itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD