"Mika, itu sebuah kesalahan. Kamu seharusnya sadar," ujar Lucky sambil menatap wajah dengan begitu serius, sontak apa yang Lucky katakan membuat Mika semakin gugup.
"Itu salah, enggak akan bisa dipaksakan dan malah akan merusak semuanya," sambung Lucky, Mika masih saja diam merasakan sesuatu yang aneh dalam hatinya. Ada rasa kecewa, saat rasa yang baru mulai tumbuh sudah akan Lucky patahkan.
"Maksudnya apa?" Mika hanya bisa bertanya lirih, sepertinya semua semangat yang tadi ia miliki telah sirna saat dengan lembut Lucky memegang kedua tangannya.
Mika hanya bisa menatap kedua mata Lucky dalam-dalam seolah mencari sesuatu di sana, sesuatu yang membuat dirinya nyaman dan saat ini begitu merasa takut kehilangan. Perlahan Lucky tertawa geli dengan mata yang tetap menatap wajahnya.
"Tutupnya kebalik, kalau salah begini mana mungkin kamu bisa menutup tube salep itu," ujar Lucky sambil tertawa membuat Mika langsung memandang tangannya sendiri yang sedang memegang tube salep dengan tangan kiri dan tutupnya dengan tangan kanan dan benar saja tutup itu terbalik.
Perlahan Mika tersenyum, bukan hanya karena ia kesalahannya dalam menutup tube tetapi karena melihat tangan Lucky yang menggenggam tangannya, kedua tertawa menertawakan kekonyolan itu.
"Pantes dari tadi sudah banget ditutupnya," ujar Mika sambil tertawa begitu juga dengan Lucky.
"Eh, maaf," ujar Lucky saat tersadar tengah menggenggam tangan Mika lalu melepaskannya.
"Pegang aja terus, Om. Enggak apa-apa, digenggam seumur hidup juga enggak apa-apa," kata Mika sambil mengulum senyum, ekor matanya melirik Lucky yang terlihat salah tingkah mengalihkan pandangannya meski gadis itu tengah fokus menutup tube salep. Kali ini berhasil.
"Ayo sarapan, nanti makanannya dingin," kata Lucky mengalihkan pembicaraan.
* Dita Andriyani *
"Om Lucky, Om Lucky." Lucky yang baru saja berusaha memejamkan matanya kembali terbangun mendengar suara Mika yang memanggil-manggil namanya, bukan hanya itu gadis itu juga menyertakan ketukan keras pada daun pintu kamarnya.
"Iya," seru Lucky agar Mika berhenti memanggilnya, lalu berjalan mendekati pintu untuk membukanya.
"Ada apa, Mika?" tanya Lucky lembut tetapi agak gemas karena Mika telah menganggu waktu istirahatnya, hari Minggu adalah waktu terbaik untuk menjadi kaum rebahan bagi Lucky yang pada hari kerja selalu menghabiskan waktu untuk duduk di depan komputer.
"Aku mau ke Mall," jawab Mika, Lucky menatapnya. Gadis itu memang sudah terlihat siap pergi, dengan sebuah dress berwarna biru muda dan sepatu kets putih, sebuah tas selempang kecil melintang di tubuhnya.
"Ya udah, hati-hati. Pulangnya jangan sampe malem," jawab Lucky, ia tidak lagi bertanya dengan siapa gadis itu akan pergi karena ia sudah hapal jika teman dekatnya hanya Siska atau Ica.
Lelaki itu terlihat mengantuk hingga tanpa menunggu lama ia sudah berusaha menutup pintu kamarnya membiarkan Mika pergi jika saja Mika tidak menahan daun pintu itu agar tidak tertutup.
"Apa lagi? Minta uang jajan?" tanya Lucky pelan, yang ditanya hanya nyengir kuda.
"Temenin," pinta Mika hati-hati.
"Hah?" Rasa mengantuk Lucky tiba-tiba saja hilang mendengar permintaan Mika padanya.
"Aku pengen Om Lucky nemenin aku ke Mall," jawab Mika lebih lengkap agar Lucky mengerti.
"Kenapa harus Om? Emang kamu enggak punya teman?" tanya Lucky, kedua orang itu berdiri berhadapan di luar dan di dalam kamar.
"Aku punya teman, tapi mereka semua udah ada acara, Ica sama Siska jalan sama pacarnya," jawab Mika dengan setengah menggerutu, Lucky hanya menggaruk kepalanya.
"Ya udah di rumah aja," jawab Lucky ringan, Mika malah menatapnya sambil cemberut.
"Om, ada film yang pengen aku tonton. Aku cuma bisa hari ini. Lagian bosen banget, 'kan, cuma di rumah doang, sendirian lagi," ujar Mika lirih, mengeluarkan jurus andalan yang selalu berhasil ia gunakan untuk merayu kedua orang tuanya dan kini ia gunakan untuk merayu Lucky. "Ayo dong, Om, temenin aku, nanti kalau aku pergi sendirian dan dijahatin orang gimana?"
"Kamu pergi ke tempat ramai, Mika. Lagi pula Om Lucky juga yakin kalau kamu bisa jaga diri, atau Om bilang sama Mas Dwi buat ngawal kamu sampe dalem bioskop, gimana?" Mika melotot mendengar jawaban Lucky dan langsung mengucapkan kata protesnya.
"Hah, masa aku nonton sama Mas Dwi?" Mika merasa jika jurus andalan merajuknya tidak mempan untuk merayu Lucky, padahal itu selalu berhasil untuk merayu orang tuanya. "Mending aku ngajak Yogi aja. Biarin aja dia kege-er'an dan ngira aku mulai suka sama dia."
Mika tidak lagi menatap Lucky, gadis itu berjalan menjauhi pintu kamar Lucky sambil merogoh tasnya mencari ponsel dan menyalakannya.
"Mana, sih, nomer Yogi," gerutu Mika dengan ibu jari yang menari di atas layar ponsel.
"Mika, Om temenin kamu. Tunggu sebentar Om ganti baju dulu," kata Lucky, tanpa menunggu jawaban Mika laki-laki itu langsung menutup pintu kamarnya dan berganti pakaian.
"Begitu ternyata cara naklukinnya," gumam Mika sambil tersenyum penuh kemenangan, ia masukkan kembali ponselnya ke dalam tas. Ponsel yang bahkan sama sekali belum ia buka layar kuncinya.
.
"Om Lucky masih ngantuk? Biar Mika aja yang bawa mobilnya," ujar Mika saat melihat Lucky keluar kamar dengan mata sayu, lelaki itu sudah terlihat tampan dengan celana jeans dan kaus yang lengan panjang yang ia tarik sebatas siku.
"Enggak, Om udah cuci muka, udah seger gini. Lagian emang kamu bisa bawa mobil?" Keduanya lalu berjalan ke garasi beriringan.
"Ih, ngeremehin. Aku bisa bawa mobil sejak kelas satu SMP," jawab Mika ringan.
"Hah, kamu sekecil itu udah bisa bawa mobil? Siapa yang ngajarin?" tanya Lucky sambil membukakan pintu mobilnya untuk Mika.
"Temen sekolah aku," jawab Mika sambil tertawa kecil, setelah kembali menutup pintu Lucky duduk di belakang kemudi dan mulai menjalankan mobilnya.
"Mama Papa kamu tau?" tanya Lucky lagi.
"Enggak, mereka tau setelah aku SMA, mereka beliin aku mobil sebagai hadiah ulang tahun ke tujuh belas baru setelah itu mereka tau aku udah bisa bawa mobil. Tapi tetep belum ngijinin aku bawa mobil sendiri makanya Mas Dwi jadi nyupirin aku, tadinya, 'kan, dia sopir Mama," terang Mika panjang lebar, suara gadis itu menjadi teman perjalanan yang menyenangkan bagi Lucky.
"Kamu, kok, bandel begitu, sih. Nurunin siapa?" tanya Lucky sambil tertawa.
"Aku enggak bandel, aku enggak pernah melakukan kesalahan," jawab Mika sambil menatap Lucky tanpa rasa bersalah.
"Itu salah, anak di bawah umur belum boleh mengemudi," jawab Lucky yang tengah fokus pada jalanan menuju sebuah pusat perbelanjaan yang telah Mika sebutkan tadi.
"Aku enggak mengemudi terus, 'kan, ca belajar sampai bisa dan sesekali mengasah kemampuan. 'Kan, ada pepatah yang mengatakan carilah ilmu sedini mungkin," jawab Mika lagi, Lucky tertawa kecil sambil menggelengkan kepala memang tidak akan ada habisnya jika berdebat dengan seorang wanita, apalagi di Mika.
"Iya, deh, iya. Kamu enggak salah, Om yakin kamu enggak akan mengambil sebuah keputusan yang salah, apalagi sekarang kamu sudah mulai dewasa," jawab Lucky, sekilas dia melirik Mika yang tersenyum sempringah sambil menatapnya. Senyum yang membuat siang hari Lucky itu terasa lebih cerah.
"Perasaan aku juga enggak salah, kok, Om," gumam Mika lirih tetapi masih bisa dengan jelas Lucky dengar, Lucky tidak menimpalinya karena tidak tahu betul apa yang Mika maksud walau instingnya mengatakan itu tentang perasaan mereka.
Kedua orang itu hanya diam setelahnya Mika mengalihkan pandangan ke luar jendela sedangkan Lucky tetap berkonsentrasi dengan mobil yang ia kemudikan.
"Om."
Lucky menatap Mika yang memanggilnya, mobil berhenti di padatnya jalan karena lampu merah yang menyala.
"Apa yang membuat Om Lucky berubah pikiran?" tanya Mika sambil menatapnya dengan rasa penasaran.
"Tentang apa?" Lucky ingin Mika memperjelas pernyataannya.
"Tadi Om Lucky enggak mau nemenin aku nonton, kok, tiba-tiba mau?" Lucky sedikit gelagapan mencari alasan.
"Ya ... karena tiba-tiba rasa ngantuk Om ilang, terus kayaknya kamu benar kalau di rumah aja sepanjang hari bikin bosen." Mika mengulum senyum mendengar jawaban Lucky, gadis itu tahu jika itu bukan alasan sebenarnya.
"Oh ... begitu. Kok, bisa ya, ngantuk tiba-tiba hilang," gumam Mika, Lucky merasa lega karena lampu lalu lintas sudah berubah menjadi hijau hingga ia bisa memiliki alasan untuk mengalihkan perhatian.
"Kita hampir sampai," ujar Lucky.
"Iya, aku tau. Yang aku enggak tau kenapa ngantuk tiba-tiba bisa hilang, Biasanya, sih, karena cemburu." Lucky hanya diam pura-pura tidak mendengar.
.
"Om, filmnya bagus, 'kan? Ceritanya, tuh, So sweet ...." Mika menangkupkan kedua tangan di pipi khas orang yang sedang gemas, sedangkan Lucky tidak tahu harus menjawab apa karena dia sendiri tidak begitu mengikuti jalan cerita film itu tadi.
"Emang filmnya berakhir gimana tadi?" tanya Lucky yang berjalan sambil memasukkan kedua tangan di saku celana, karena kalau tidak begitu bisa-bisa tanpa ijin tangan itu menggandeng tangan Mika, tidak mau kalah dengan banyaknya pasangan lain di tempat itu.
"Om Lucky, enggak tau endingnya gimana?" tanya Mika sambil menghela napas menyayangkan. "Terang aja Om Lucky enggak tau ending filmnya gimana, orang layar bioskop nya di depan Om Lucky ngeliatinnya ke samping terus!"
Mika mengulum senyum setelah mengeluarkan kata-kata sindiran untuk Lucky, gadis itu diam-diam mengetahui jika Lucky lebih sering memandang wajahnya dari pada menonton film saat di dalam tadi.
"Kita mau ke mana lagi setelah ini? Pulang?" Tanya Lucky, Mika hanya mencibir karena Lucky yang selalu mengalihkan pembicaraan tentang mereka.
"Aku mau makan," jawab Mika membuat Lucky menghentikan langkahnya lalu menatap Mika.
"Mau makan di mana?" tanya Lucky, Mika memutar bola matanya tanda sedang memikirkan sesuatu.
"Di mana, ya?" gumam Mika dan entah kenapa itu terasa lebih horor dari film horor.
"Ehem, kalau mau tatap-tatapan jangan di sini. Ganggu orang lewat!" Lucky dan Mika kompak menoleh dan menatap siapa yang mengatakannya, sindiran yang jelas untuk mereka berdua.
"Eh, kutu kasur, ngapain Lu di sini?" tanya Lucky spontan melihat sang sahabat yang berdiri di sebelah sang istri yang menggendong putri mereka yang masih berusia delapan bulan.
"Ya gue tau, sih, kalau orang lagi kasmaran dunia terasa milik berdua, tapi jangan seenaknya juga, dong, ini 'kan, tempat umum jadi suka-suka Gue mau ngapain di sini," jawab Arga ngotot seperti biasa saat mereka berdebat, Mika yang belum mengetahui siapa lelaki itu dan seperti apa hubungannya dengan Lucky menjadi agak takut. Gadis itu bersembunyi di balik badan Lucky dan memegang lengannya dengan erat sedangkan Vio istri Lucky yang sudah biasa melihat pemandangan seperti itu hanya tersenyum lebar.
"Apa-apaan, sih, kalian. Liat, tuh, dia takut!" bisik Vio pada sang suami melihat ekspresi wajah Mika.
"Biarin, biar makin mepet," jawab Arga sambil tertawa, mendengarnya Mika sadar dan langsung melepaskan tangan Lucky.
"'Sayang kenalin ini teman aku' gitu, dong, Luck!" ucap Arga seolah mengajarkan pada Lucky untuk mengenalkan Mika padanya, tentu saja hal itu bertujuan meledeknya.
"Apaan, sih!" jawab Lucky sambil menunjuk lengan Arga, sontak membuat Mika tersenyum.
"Mika, ini temen Om, namanya Arga." Lucky memperkenalkan Mika pada Arga dengan caranya sendiri. "Dia yang waktu itu ngabisin bekal dari kamu," bisik Lucky.
"Mika."
"Arga."
Keduanya saling berjabat tangan.
"Ini istri Abang, namanya Vio." Arga memperkenalkan sang istri pada Mika, kedua wanita itu berjabat tangan sambil menyebut nama masing-masing.
"Si cantik ini siapa namanya?" tanya Mika sambil mengelus pipi gembul bayi lucu yang ada di gendongan Vio, Mika langsung berpindah dari sebelah Lucky ke sebelah Vio.
"Namanya Zioletta. Panggil aja Zi," jawab Vio, Mika lalu sibuk menggoda bayi perempuan yang memang murah senyum itu membuat Mika semakin gemas.
"Kalian dari mana?" tanya Arga pada Lucky sementara Mika dan Vio asik menggoda Zi.
"Abis nonton," jawab Lucky lalu melotot melihat ekspresi wajah Arga yang meledeknya. "Ini mau makan, tapi belum tau di mana. Mika masih bingung."
"Pas banget, kita juga mau makan, bareng aja, yuk," celetuk Vio, sontak sang suami memelototkan matanya, seolah memberi kode agar Lucky tetap berduaan dengan Mika.
"Gue, sih, gimana Mika aja," jawab Lucky menatap Mika.
"Iya, deh, bareng aja. Aku juga masih pengen sama Zi," jawab Mika yang jari telunjuknya berada dalam genggaman Zi.
"Aku tau tempat makan yang enak di sini, ada di atas. kita makan di sana aja, gimana?" Tanya Vio menatap Lucky dan Mika bergantian.
"Boleh, terserah Kak Vio aja," jawab Mika setuju, Arga dan Lucky hanya tersenyum lalu mulai melangkah mencari eskalator lift yang akan mengantarkan mereka ke lantai atas.
"Kak aku boleh gendong Zi?" Tanya Mika pada Vio, wanita itu tersenyum lebar.
"Kamu mau?" Mika mengangguk sambil tersenyum sementara Lucky malah menatapnya dengan khawatir.
"Mau, tapi ... aku bisa enggak, ya," jawab Mika gamang, sementara Vio tersenyum tenang.
"Bisa, pasti bisa," kata Vio sambil memberikan Zi pada Mika yang terlihat sangat kaku menggendong bayi itu, tetapi tawa ceria Zi membuat Mika tenang dan merasa senang.
"Sini, jaga tulang belakangnya," kata Vio sambil memberitahu di mana tangan Mika seharusnya berada, Mika menuruti sambil tersenyum sempringah, dia terlihat begitu bahagia untuk pertama kalinya bisa menggendong bayi.
"Om, aku bisa gendong, Zi," ujar Mika sambil melangkah mendekati Lucky memamerkan bayi dalam dekapannya.
"Hati-hati, nanti jatuh anak orang. Kita disuruh ganti gimana?" Tanya Lucky, Mika mengulum senyum.
"Nanti kita bikinin," jawab Mika setengah berbisik, Lucky memelototkan matanya pada gadis itu. Di belakang mereka Arga dan Vio berjalan sambil bergandengan, mereka berdua menertawakan tingkah Mika dan Lucky.
"Sayang, mereka kayaknya cocok," bisik Vio, wanita itu sudah mengetahui siapa Mika karena sang suami selalu menceritakan apa saja padanya.
"Iya, cuma tunggu waktu mereka berdua sadar aja," jawab Arga.
Sepasang suami istri itu berjalan di belakang Mika dan Lucky yang berjalan berdampingan, sesekali Lucky memastikan jika Mika mengendong Zi dengan benar.
"Om Lucky enggak usah cemas gitu, aku udah tau, kok, caranya," tutur Mika saat Lucky begitu cerewet memastikan Zi aman dalam gendongan Mika yang masih tampak kaku. Lucky tidak pernah menjauh dari samping Mika.
"Cara apa, Mik?" Tanya Arga.
"Cara bikinin ganti baby, kalau Zi kenapa-kenapa," jawab Mika ringan, lagi-lagi Lucky melotot padanya.
"Mika!"