Gara-gara bekal

2105 Words
"Hem ... iya, sambelnya enak. Enggak kepedesan, kok," jawab Lucky berusaha bersikap santai, tetapi jantungnya mendadak berdebar tidak beraturan saat tiba-tiba Mika mendekatinya menatap lekat wajahnya tanpa berkedip.  Lelaki itu masih mematung saat gadis itu berdiri di hadapannya begitu dekat, diam menanti apa yang akan Mika lakukan. "Sini kotak bekalnya!" Mika dengan ketus mengambil kotak yang sedang Lucky pegang dengan tangan kanannya lalu segera meninggalkan lelaki yang masih merasa kebingungan itu, masih bisa Lucky rasakan aroma wangi tubuh Mika, wangi segar buah yang bercampur bunga dari parfum yang pastinya tidak murah.  "Terima kasih udah berusaha menghibur," ucap Mika sebelum menghilang di balik pintu yang menghubungkan pintu samping dan garasi, wajahnya terlihat begitu asam. Tidak nyaman dilihat seperti biasanya dan Lucky tidak tahu mengapa.  "Kenapa, sih, itu anak?" gumam Lucky, yang lalu memasuki rumah tanpa terlalu memikirkan apa yang terjadi pada Mika. Sungguh banyaknya pekerjaan membuatnya begitu lelah hingga yang ingin dia lakukan adalah mandi lalu berbaring di atas kasur empuknya untuk melepas penat tubuh dan pikirannya. Lelaki itu melirik sudut meja di mana kotak bekal berwarna hijau yang tadi Mika ambil darinya tergeletak begitu saja di atas meja, lalu melirik pintu kamar Mika yang tertutup rapat tetapi terdengar lantunan musik dari dalam kamar itu.  "Dasar gadis aneh, minta kotak bekalnya kirain mau dibawa ke dapur ternyata cuma ditaruh di situ," Lucky menggerutu lirih ia baru saja akan mengambil kotak bekal itu dan membawa ke dapur jika saja langkahnya tidak kalah cepat dengan Mbak Kus sang asisten rumah tangga yang lebih dulu mengambilnya lalu membawa kotak itu ke dapur.  Lucky berjalan cepat ke kamarnya untuk merealisasikan apa yang tadi menjadi rencananya, mandi dan rebahan di kasurnya.  .  Lucky benar-benar menghabiskan satu jam untuk berbaring di atas kasur, menikmati alunan musik jazz yang diputar di laptop-nya menikmati waktu untuk tidak memikirkan hal apapun terutama pekerjaan yang seolah tidak pernah ada habisnya. Lalu tiba tiba teringat jika sejak siang dia belum memeriksa ponselnya membaca beberapa pesan yang sepertinya dia terima.  Beberapa pesan dari teman kerja dan pesan dari Arga yang menurutnya tidak terlalu penting lalu pesan yang berada paling bawah tertimbun pesan yang baru saja diterimanya. [Om Lucky suka makanannya?]  Sebuah pesan yang Mika kirimkan dan baru sempat ia baca, membuat ada sedikit sesal muncul dalam daada. Ia bahkan sama sekali tidak melihat isi dalam kotak bekal itu.  "Mungkin karena aku belum baca WA yang dia kirim makanya dia jadi jutek begitu," gumam Lucky berbicara pada dirinya sendiri.  Baru saja beranjak dari ranjang untuk menemui Mika, lelaki itu mendengar suara ketukan di pintu kamarnya, ia yakin jika itu adalah Mika. Karena hanya gadis itu yang begitu sering mengetuk pintu kamar yang ia tempati hanya bedanya kali ini tidak disertai suara gadis itu memanggil namanya. Tidak seperti biasanya. Pintu yang baru saja Lucky buka menampakkan sosok cantik yang tidak sedang menatapnya, gadis itu sedikit menunduk seolah tidak ingin beradu pandang dengannya. "Mika, Om Lucky minta maaf, seharian ini sibuk banget jadi baru sempet baca WA kamu tadi siang," ujar Lucky begitu melihat Mika di hadapannya, ia merasa jika hal itulah yang membuat Mika ngambek dan begitu ketua padanya.  Bukankah wanita memang seperti itu, suka tiba-tiba ngambek karena hal-hal sepele. Apalagi Mika yang masih seorang anak baru gede.  "Udahlah, enggak penting juga," jawab Mika datar sambil mengangkat kepala untuk menatap Lucky yang jelas lebih tinggi darinya meski tubuh Mika juga termasuk tinggi bagi anak seusianya, Lucky malah mengerutkan kening mendengar jawaban itu. "Aku mau pergi ke rumah Siska, mau belajar di sana."  Mika membiarkan Lucky menatapnya, mengoreksi penampilan dan pakaiannya. Sebuah celana panjang berpadu kaos bergambar siluet wajah dengan sebuah cardigan panjang, tidak ada alasan bagi Lucky untuk memintanya berganti pakaian. Sebuah tas besar berada di bahu Mika, tangan kanannya memegang tali tas tersebut, Mika menatap wajah Lucky tanpa senyuman, Lucky tahu kalau Mika masih kesal padanya.  "Iya, pulangnya jangan malem-malem," jawab Lucky, tanpa berkata apa-apa lagi Mika langsung berlalu. Lucky masih menatapnya hingga keluar rumah, sang sopir rupanya sudah menunggu di depan teras.  Lelaki tampan yang terlihat santai dengan celana pendek dan kaos oblong kembali memasuki kamarnya lalu melihat ada sebuah pesan yang masuk ke dalam ponselnya.  [Luck, Mika di mana, ya? Kakak telpon, kok, enggak diangkat?]  Lucky tersenyum membaca pesan yang Sandra kirimkan, seorang ibu pasti akan begitu mencemaskan anaknya apa lagi jarak yang memisahkan mereka cukup jauh.  [Mika baru aja ijin ke rumah Siska, Kak. Mau belajar bersama, coba aja nanti Kakak telpon lagi. Mungkin ponselnya di dalam tas jadi Mika enggak denger.]  Balasan Lucky untuk wanita yang sudah ia anggap sebagai saudaranya sendiri.  [Oh, ya sudah. Nanti Kakak coba telpon lagi. Kamu jagain Mika baik-baik, ya.]  Lucky kembali tersenyum, kata itu lah yang selalu Sandra katakan padanya, bukan cerewet tetapi karena Sandra begitu ingin Lucky memastikan jika putrinya itu baik-baik saja.  [Siap, Kak. Kakak tenang aja, Lucky akan menggunakan nyawa Lucky sendiri untuk menjaga Mika.]  Balas Lucky, ia menulis pesan itu sambil tertawa kecil.  [Lebay!]  Balas Sandra disertai sebuah emoticon tertawa.  Lucky membalasnya dengan sebuah stiker, lalu menaruh ponselnya di atas nakas saat sudah merasakan perutnya melilit dan membuatnya teringat jika siang tadi dirinya melewatkan makan siang.  "Makan, ah, gimana bisa jagain Mika kalau enggak bisa jaga kesehatan sendiri." Lucky menertawakan diri sendiri karena gumamannya lalu keluar kamar, menuju meja makan, ia yakin kalau Mbak Kus sudah menyiapkan makan malam untuknya.  .  "Mas Lucky suka masakan Non Mika?" tanya Mbak Kus saat sedang menyiapkan makan malam untuknya, mereka memang jarang mengobrol tetapi Mbak Kus yang begitu penasaran dengan rasa makanan yang Mika buat memberanikan diri menanyakan hal itu.  "Mika yang masak? Bukan Mbak Kus yang masak?" tanya Lucky, wanita itu menggeleng. "Yang buat bekal aku tadi pagi, 'kan?" tanya Lucky memastikan.  "Iya, itu Non Mika yang masak, Non Mika sengaja bangun lebih pagi buat bikinin Mas Lucky bekal," jawab Mbak Kus, membuat Lucky merasa bersalah karena tidak mempercayai jika itu adalah masakan Mika.  "Mika biasa masak?" tanya Lucky mengingat Arga memuji masakannya yang katanya enak.  "Enggak, sih, itu juga masaknya sambil lihat resep di Google makanya saya penasaran rasanya enak apa enggak. Jadi saya tanya sama Mas Lucky," jawab Mbak Kus yang berdiri tidak begitu jauh dari tempat Lucky duduk.  "Emangnya Mika masak apa?" tanya Lucky pelan karena rasa bersalah perlahan semakin ia rasakan.  "Emang Mas Lucky enggak makan?" tanya Mbak Kus spontan, tetapi wanita itu langsung diam menyadari ketidaksopanannya, ia takut jika Lucky marah padanya. Apalagi melihat Lucky hanya diam.  "Non Mika masak omelette kornet, sama tumis brokoli jagung buat bekal Mas Lucky tadi siang," jawab Mbak Kus, membuat hati Lucky terasa mencelos menyadari kesalahan yang telah dibuatnya.  "Jadi bekal yang Mika kasih ke aku enggak ada sambelnya?" tanya Lucky memastikan, Mbak Kus hanya menggelengkan kepala, dan Lucky menepuk keningnya sendiri dengan tubuh lemas.  "Pantes Mika ngambek," gumam Lucky, Mbak Kus hanya menatapnya tidak mengerti.  "Mbak ke belakang dulu, Mas," pamit Mbak Kus meninggalkan Lucky yang hanya mengangguk lemah, kalau saja bukan karena perutnya yang begitu merasa lapar dia tidak akan makan karena nafsu makannya mendadak hilang karena rasa bersalahnya pada gadis itu.  .  Sudah lebih dari pukul sepuluh malam saat Lucky duduk dengan gelisah di sofa ruang tamu, sesekali melirik jam memastikan waktu tidak berjalan terlalu cepat karena Mika belum juga sampai di rumah. Selama dirinya tinggal di rumah itu memang sering kali Mika pergi bersama teman-temannya tetapi belum pernah pulang sampai semalam ini.  Beberapa kali juga dirinya berusaha menghubungi ponsel gadis itu tetapi nomornya tidak aktif, mungkin Mika memang sengaja mematikan ponselnya agar Lucky tidak menghubunginya.  Mika benar-benar marah dan itu membuat Lucky merasa semakin tidak tenang, apalagi karena dia tidak juga pulang. Lucky tidak ingin Daniel dan Sandra menganggapnya tidak bisa menjaga Mika.  Lucky segera keluar dari rumah itu mencari di mana Mas Dwi berada, dia adalah sopir pribadi yang biasa mengantarkan ke mana pun Mika pergi. Ternyata lelaki yang Lucky cari sedang berada di pos satpam yang ada di dekat pagar rumah mewah itu, mengobrol sambil menikmati kopi hangat bersama dengan seorang satpam yang bertugas.  "Ada apa, Mas Lucky?" tanya Mas Dwi lelaki yang berusia lebih tua dari Lucky setelah sampai di depan Lucky yang memanggilnya.  "Kenapa Mika belum pulang? Mas Dwi tidak menjemputnya?" tanya Lucky pada lelaki yang sudah mengenakan pakaian santai berbeda jika dirinya sedang bertugas.  "Tadi kata Non Mika, tidak usah dijemput, Mas," jawab Mas Dwi sesuai apa yang Mika perintahkan.  "Tapi ini sudah malam," ucap Lucky gemas, Mas Dwi hanya diam saja. Takut jika Lucky memarahinya tetapi juga tidak berani membantah perintah Mika. "Di mana rumah Siska?"  .  Lucky segera melesat dengan kecepatan sedang menyusuri jalanan ibu kota yang terasa tidak pernah ada sepinya, ia menuju rumah Siska yang alamatnya sudah Mas Dwi berikan.  Rumah megah itu sudah terlihat sepi, tetapi tidak menyurutkan niat Lucky untuk menjemput gadis yang menjadi tanggung jawabnya itu.  "Cari siapa, Pak?" tanya seorang satpam mendekati Lucky yang baru turun dari dalam mobilnya.  "Bener ini rumah Siska? Saya mau jemput Mika, tadi dia berpamitan mau ke sini," jawab Lucky dengan sopan.  "Oh, Non Mika. Tadi sih, sudah pulang sama temannya." Kedua mata Lucky membola mendengar apa yang satpam itu ucapkan.  "Beneran, Pak?" tanya Lucky. "Dia naik apa?"  "Naik taksi online, Pak, sudah sekitar satu jam yang lalu, kok." Lucky berdecak kesal mendengarnya, karena jika Mika pergi dari satu jam yang lalu pasti dirinya sudah sampai rumah tetapi ke mana gadis itu pergi.  "Terima kasih, ya, Pak." Lucky segera memasuki mobilnya, ia ingin segera sampai rumah untuk memastikan jika Mika benar-benar sudah di rumah.  Dalam perjalanan Lucky kembali mencoba untuk menelepon Mika tetapi nomornya masih saja tidak bisa dihubungi, maka yang Lucky lakukan adalah mengemudi lebih cepat agar dapat segera sampai ke rumah.  Jujur belum pernah Lucky berada dalam sebuah keadaan yang tidak menyenangkan seperti ini, hatinya begitu tidak tenang. Tidak ada kekhawatiran jika Daniel atau Sandra akan memarahinya yang ada hanyalah kekhawatiran tentang keselamatan Mika.  "Pak, Mika udah pulang?" tanya Lucky pada satpam yang baru saja membukakan pintu gerbang ia bisa membawa mobilnya masuk.  "Belum, Mas," jawab satpam yang sudah agak menua tetapi masih terlihat gagah itu, ia agak membungkuk agar bisa menatap Lucky dari jendela mobil sedannya mendengar jawaban itu Lucky kembali berdecak kesal. "Tadi kata satpam di rumah temannya Mika sudah pulang naik taksi online, Pak," kata Lucky meyakinkan sekaligus memastikan siapa tahu satpam itu tidak melihat Mika berjalan masuk.  "Sejak sore pintu terkunci Mas, jika Non Mika pulang pasti minta dibukakan pintu," jawab lelaki berkumis tebal itu, terlihat ia juga cemas memikirkan di mana Nona mudanya itu berada.  Tanpa berkata apa-apa lagi Lucky kembali menginjak gas mobilnya memasukkan mobil berwarna silver itu ke dalam garasi lalu berencana menemui Mbak Kus barangkali wanita itu memiliki nomor telepon Siska atau teman Mika yang lainnya karena Lucky tidak memilikinya.  "Loh, Mas Lucky dari mana?" tanya Mbak Kus yang baru saja dari dapur, ia membawa sebotol air minum yang sepertinya akan dia bawa ke kamar pasalnya sejak tinggal di rumah itu ia juga tidak pernah melihat Lucky keluar malam, Lucky benar-benar meninggalkan kehidupan masa mudanya demi menjaga Mika. Yah, walaupun sebelumnya Lucky juga bukan pemuda yang hobi menghabiskan malam di luar. Hanya sesekali jika memang ada acara.  "Mbak, Mbak punya nomor telpon teman-temannya Mika?" tanya Lucky tanpa berniat menjawab pertanyaan yang Mbak Kus berikan.  "Enggak, memangnya kenapa, toh, Mas?" Mbak Kus jelas bertanya karena merasa aneh Lucky menanyakan hal itu apalagi menjelang tengah malam begini.  "Mika belum pulang, saya udah cari ke rumah Siska tapi kata satpam rumahnya Mika sudah pulang dari tadi naik taksi online. Aku coba telpon hapenya enggak aktif sejak tadi," terang Lucky yang terlihat panik.  "Loh, Non Mika tadi telpon saya, Mas." Kedua mata Lucky kembali membola persis seperti saat mendengar ucapan satpam rumah Siska tadi.  "Kapan? Terus dia ngomong apa?" tanya Lucky dengan suara agak meninggi membuat Mbak Kus agak terkejut tetapi wanita itu tahu kalau Lucky hanya sedang cemas.  "Tadi, sekitar jam sembilan. Non Mika bilang mau nginep di rumah Non Ica," jawab Mbak Kus, Lucky mendengkus kesal mendengarnya.  "Beneran, Mbak?" tanya Lucky meminta Mbak Kus meyakinkannya agar kecemasannya bisa benar-benar hilang.  "Beneran, Mas. Non Mika memang biasa menginap di rumah Non Siska atau Non Ica, mereka berdua juga biasa menginap di sini. Non Mika enggak bilang dulu sama Mas Lucky?" Lucky hanya menggelengkan kepala, ia kesal karena gadis itu sudah membuatnya cemas tetapi juga merasa lega karena setidaknya ia sudah tahu kalau Mika berada di tempat yang aman sekarang.  "Ya sudah, saya mau melanjutkan tidur dulu, Mas Lucky enggak perlu apa-apa lagi, 'kan?" pamit Mbak Kus melihat Lucky yang menggelengkan kepala Mbak Kus langsung pergi meninggalkannya.  "Mika ... mau main-main sama Om rupanya!" geram Lucky sambil menatap foto Mika yang tersenyum manis, foto yang tertempel di dinding ruang tengah seolah sedang tertawa mengejeknya.  "Ini semua gara-gara bekal!" 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD