Lucky belum bisa memejamkan matanya, lelaki itu berdiri di dekat jendela kamar dan sengaja membuka tirainya hingga dedaunan yang seolah menari tertiup angin malam menjadi pemandangan indah baginya.
Lelaki itu mendengar ponselnya berdenting tanda ada sebuah pesan yang ia terima.
Pesan dari Sandra, Lucky segera membuka pesan itu dan mengerutkan kening membacanya.
[Kata Mika masakan kamu enak, kapan-kapan kalau kami pulang kamu masak buat kami, ya.]
Lucky tersenyum sambil menerka-nerka apa yang sudah Mika ceritakan pada ibunya itu.
[Siap, Kak. Tapi aku jadi malu, pasti masakan aku enggak seenak masakan Kak Sandra.]
Balas Lucky.
Tidak begitu lama Sandra mengetik balasan.
[Jangan nyindir!]
Sebuah emoticon memiringkan bibir menyertai.
Belum sempat Lucky membalas panggilan video dari Daniel masuk, Lucky langsung menjawabnya.
"Iya, Bang."
"Kamu jangan sebut-sebut tentang masakan Sandra, dia enggak bisa masak," bisik Daniel berlagak membicarakan sesuatu yang rahasia, latar ponsel Lucky menampakan sepasang suami istri itu sedang duduk di sebuah sofa.
"Sayang, kok, kamu gitu. Aku bisa masak, tapi enggak enak!" jawab Sandra sambil tertawa, Lucky ikut tertawa melihat tingkah suami istri itu.
"Kak Sandra sama Bang Daniel kok tau aku masak?" tanya Lucky padahal dia juga sudah tahu kalau pasti Mika yang bercerita.
"Ya tau, dari story WA Mika. Emang kamu belum lihat?" jawab Sandra, sang suami mengangguk membenarkan.
"Aku belum pegang handphone dari tadi," jawab Lucky apa adanya.
"Luck, terima kasih, ya udah jagain Mika dengan baik, kamu juga harus sabar-sabar kalau Mika suka ngambek," ujar Sandra.
"Iya, Kak, Mika sudah aku anggap Mika sebagai keponakan aku sendiri, Kak Sandra tenang aja," sahut Lucky.
"Tapi kamu enggak boleh manjain dia. Jangan biarkan dia terlalu sering keluyuran malem-malem. Oh, iya, sebentar lagi kan dia ujian, kamu tolong cariin dia guru private ya," pinta Daniel.
"Iya betul, kamu segera cariin, deh. Biar dia enggak keluar terus kalau malam, kemarin pas Kakak telpon dia nginep di rumah Ica," keluh Sandra.
"Iya, Kak, besok aku cari info tentang guru private yang bisa datang ke rumah," jawab Lucky sambil tersenyum senang. Ya, tentu saja senang saat ada seseorang yang mempercayakan sesuatu yang begitu berharga padamu itu artinya mereka menganggap kamu adalah seseorang yang bisa dipercaya.
"Ya udah kalau begitu, kami tunggu kabar selanjutnya, ya," pungkas Daniel, Sandra hanya melambaikan tangannya pada Lucky mengetahui sang suami akan segera mengakhiri panggilannya.
"Siap, Bang." Lucky menaruh tangan di keningnya senyum Daniel menjadi gambar yang terakhir Lucky lihat di layar ponselnya.
"Mika update status apa, sih," gumam Lucky yang penasaran saat mengingat hal itu, Sandra bahkan langsung menghubunginya karena hal itu.
Jari Lucky dengan lincah membuka status w******p yang Mika unggah, lelaki itu tersenyum melihat foto makanan yang terjajar tapi di atas meja dengan keterangan 'Terima kasih kasih udah masak buat aku'
Bibir Lucky masih bisa tersenyum saat melihat foto kedua, masih foto makanan tetapi ada dirinya ikut terfoto. 'Chef ganteng' keterangan di bawahnya, Lucky menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.
Akan tetapi, senyum Lucky mendadak hilang saat melihat foto ketiga yang Mika unggah, foto dirinya yang tengah bergelayut manja di bahu Lucky dan foto keempat adalah foto yang hampir sama hanya saja kali ini Lucky menempelkan kepalanya di kepala Mika seolah mereka adalah sepasang kekasih yang sedang bermesraan.
"Hah? bocah itu gila, ya, pasang foto ini," gerutu Lucky yang lalu bangun dari ranjangnya dan berjalan ke kamar Mika.
.
Mika sedang membaca buku pelajarannya sambil menyangga kepala dengan satu tangannya saat ia mendengar ada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya, dirinya yakin jika itu adalah Mbak Kus yang mengantarkan s**u hangatnya.
"Masuk aja enggak Mika kunci pintunya," pekik Mika agar Mbak Kus bisa mendengar suaranya, tidak lama kemudian dia mendengar pintu kamarnya terbuka lalu tertutup kembali, gadis itu masih saja fokus pada halaman buku yang tengah dibaca.
"Mika."
Mika terperanjat saat mendengar syara Lucky menyebut namanya.
"Om Lucky? Ngapain di sini? Enggak sopan masuk kamar cewek," sembur Mika pada Lucky yang sedang menatapnya dengan raut muka kebingungan.
"Kamu sendiri yang nyuruh Om masuk!" jawab Lucky tegas.
"Itu karena aku kira yang ngetok pintu tadi Mbak Kus," jawab Mika sambil menutup bukunya.
"Ya udah, kita ngobrol di luar," ajak Lucky sambil berjalan meninggalkan kamar bernuansa merah muda dengan berbagai poster artis Korea tertempel di dindingnya. Lucky bahkan tidak bisa mengenali perbedaan antara satu dan yang lainnya, baginya semua wajah artis itu sama.
Mika bangun dari kursi yang ia duduki lalu berjalan keluar mengikuti Lucky, lelaki itu duduk di sofa ruang tengah dan Mika ikut duduk di sebelahnya.
"Ada apa, sih, Om?" tanya Mika pada Lucky yang sedang mengutak atik ponselnya.
"Ini apa?" tanya Lucky sambil menunjukkan foto mereka berdua yang ada di w******p story Mika.
"Foto kita, emang kenapa?" tanya Mika enteng.
"Kenapa kamu update foto kita begini? Om, jadi malu sama orang tua kamu, nanti mereka mikirnya macem macem gimana?" tanya Lucky geram apalagi melihat Mika yang tersenyum lebar tanpa rasa bersalah.
"Om, apa Om Lucky enggak tau kalau di situ ada pengaturan privasi?" tanya Mika sambil memandang konyol wajah Lucky.
"Jadi, mereka enggak liat?" tanya Lucky yang baru saja menyadari kepanikannya, Mika hanya menggeleng pelan.
"Cuma temen temen deket aku aja yang ngeliat," jawab Mika.
"Tapi kalau Om Lucky tetep enggak suka aku hapus sekarang," sambung Mika sambil berusaha bangun dari duduknya.
"Eh, enggak usah." Lucky memegang tangan Mika dan meminta gadis itu untuk tetap duduk. "Enggak apa-apa."
"Kenapa kamu unggah foto itu? Enggak takut diledekin temen-temen kamu?" tanya Lucky, Mika malah tertawa.
"Udah biasa, aku udah biasa diledekin mereka biasa ngeledek aku jomblo," jawab Mika ringan.
"Tapi setelah liat foto itu mereka bakal ngeledekin kamu deket sama Om Om," ujar Lucky sambil tertawa kecil.
"Biarin, mereka bakal ngira Om Lucky sugar daddy aku," jawab Mika sambil tertawa geli.
"Sugar daddy? Om belum setua itu Mika!" protes Lucky, Mika malah makin menertawakannya.
Lucky hanya diam menatap setiap perubahan ekspresi wajah cantik itu membuat Lucky merasakan ada jutaan warna warni baru di dalam hatinya.
"Oh, iya. Tadi Mama Papa kamu bilang, Om diminta buat cari Guru private untuk kamu," ujar Lucky, Mika menghentikan tawanya lalu menatap wajah Lucky dengan serius.
"Guru Private, buat apa?" tanya Mika heran.
"Ya buat bimbing kamu belajar, masa bantuin Mbak Kus cuci piring!" jawab Lucky datar, tidak lucu menurut Mika jadi gadis itu sama sekali tidak tertawa.
"Enggak, ah. Mika enggak mau," tolak Mika, Lucky melotot mendengar penolakan mentah mentah itu.
"Kenapa? Kamu mau nilai kamu jelek?" Mika melotot mendengarnya seolah Lucky mengejek kepintarannya. "Ya maksudnya, nilai kamu enggak maksimal gitu."
"Enggak, aku maunya Om Lucky aja yang ngajarin aku," pinta Mika sambil merengek manja, Lucky benar benar melihat perubahan sikap Mika padanya, pada awal awal dirinya tinggal di rumah itu Mika hanya bersikap dingin bahkan terkesan menjaga jarak terapi sekarang gadis itu malah begitu dekat. Mungkin yang dia katakan di meja makan tadi benar, Mika mulai merasa nyaman.
"Kok, Om, sih? Om, 'kan, bukan guru!" jawab Lucky yang juga merupakan sebuah penolakan, Mika mulai merengut karenanya.
"Om memang bukan guru, tapi 'kan, Om pinter. Pelajaran anak SMA, Om pasti ngerti." Mika mulai terlihat ngeyel, Lucky hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Lagian aku juga enggak mau, nanti Lalau gurunya cowok, aku enggak nyaman," ujar Mika lirih, sengaja membuat Lucky iba padanya.
"Kita cari guru yang cewek," jawab Lucky memberi solusi.
"Nanti kalo cewek, dia malah genit sama Om Lucky!" sahut Mika sambil mengerucutkan bibirnya, Lucky mendengkus ia tahu jika Mika hanya sedang mencari cari alasan saja.
"Ya enggak apa apa kalo dia genit sama Om, 'Kan, Om jomblo," jawab Lucky ringan.
"Ih ... pokoknya aku enggak mau. Aku mau gurunya Om Lucky aja," kekeh Mika.
"Iya, deh, tapi ada syaratnya," kata Lucky, wajah Mika berubah berbinar mendengarnya.
"Apa?" tanya Mika antusias, ia begitu senang Lucky mau membimbingnya belajar. Sementara Lucky berpikir tidak ada salahnya mengajari Mika setiap malam, toh, dirinya juga tidak pernah asa kegiatan penting di malam hari.
"Setiap pagi bikinin Om Lucky bekal buat dibawa ke kantor," jawab Lucky.
Mendengar persyaratan yang Lucky ajukan bahu Mika spontan merosot karena semangat yang menguap.
"Kok, gitu ekspresinya?" tanya Lucky lada gadis yang duduk di sampingnya.
"Enggak ada syarat lain apa, aku insecure. Aku masak aja cari resep di Google, masa tiap hari masak buat Om Lucky yang masakannya jempolan," jawab Mika lemas, Lucky malah tertawa kecil.
"Insecure kenapa, kata teman Om makanan yang kamu buat waktu itu enak, makanya Om penasaran dan nyesel banget enggak ikut makan waktu itu. Besok masakin lagi, ya." Lucky menaik turunkan alisnya menatap wajah Mika yang tidak bersemangat.
"Iya, tapi aku enggak yakin sama rasanya, kalau kali ini enggak enak gimana?" Mika menatap wajah Lucky dengan tatapan memelas.
"Ya berarti Om Lucky enggak jadi guru private kamu dan akan cari guru lain, yang perempuan, yang cantik." Mika memelototi Lucky yang sedang berlagak serius dengan ucapannya. "Ya udah kalau begitu yang cowok udah tua, gendut dan badannya bau."
Lucky sungguh ingin tertawa melihat ekspresi wajah Mika.
"Iya, Iya. Nanti Mika usahain, deh. Mudah mudahan besok masakan Mika enak," jawab Mika meski tidak begitu bersemangat.
"Sana ambil buku, kita mulai pelajaran pertama," pinta Lucky.
"Enak aja, ini udah malem. Mika juga udah belajar sendiri tadi. Mika mau tidur aja, biar besok enggak kesiangan buat bikinin Om Lucky bekal," jawab Mika, Lucky hanya menaikkan bahu tanda sepakat.
"Berarti sekarang kita berkomitmen, ya, Om Lucky ajarin aku pelajaran sekolah. Aku buatin Om Lucky bekal meskipun rasanya kurang enak," kata Mika sambil mengacungkan jari kelingkingnya.
"Oke, kita berkomitmen, tapi masaknya yang enak!" jawab Lucky sambil menautkan kelingking tangan kanannya di kelingking Mika sementara telunjuknya mencolek ujung hidung mancung gadis yang lalu tersenyum ceria itu.
Lucky masih saja tersenyum lebar saat menatap Mika melangkah dengan ceria memasuki kamarnya, kini yang Lucky lakukan adalah kembali membuka foto yang tadi Mika Update lalu memotret layarnya agar dirinya juga memiliki foto itu.
* Dita Andriyani *
"Mika ...." Suara Siska dan Ica seolah memenuhi ruang kelas yang sudah terlihat ramai di lagi hari, kedua gadis itu langsung mendekati Mika yang baru saja datang dan mengapitnya.
"Kamu, tuh, ya. Belum apa apa udah ngejilat ludah sendiri!" sembur Siska.
"Iya, cepet banget kamu berubah pikiran, bilang enggak enggak. Taunya iya iya!" timpal Ica, Mika terlihat kebingungan dengan apa yang kedua sahabatnya itu maksudkan.
"Kalian ngomongin apa, sih?" tanya Mika sambil melepaskan diri dari kedua sahabatnya lalu duduk di kursinya.
"Itu, yang semalem aku ajakin pergi enggak mau karena ada acara, kamu ada acara dinner sama Om Lucky, 'kan?" cecar Siska.
"Pake acara update foto mesra lagi, kalian udah jadian?" sambar Ica, Mika semakin tidak mengerti dengan tingkah kedua temannya itu.
"Apaan, sih. Itu, tuh. Makanan Om Lucky masak sebagai permintaan maaf dia karena enggak makan bekal yang aku bikinin waktu itu," jawab Mika santai.
"Yakin? Enggak ada yang kamu tutupin dari kita, 'kan?" Mika menggeleng mendengar pertanyaan Ica.
"Ya enggaklah!" jawab Mika tegas.
"Terus ngapain potonya mesra begitu," sindir Siska.
"Mesra apanya, sih? itu biasa aja, kita juga biasa foto dengan pose begitu kan?" tanya Mika sambil menatap Siska dan Ica bergantian.
"Ya itu, 'kan, kita. Coba sana kamu foto dengan pose begitu sama si Yogi," ujar Ica, merasa namanya disebut sebut Yogi menoleh.
"Idih, ogah!" jawab Mika cepat.
"Tau, nih, kalian heboh banget, Om Lucky itu kan Om-nya Mika wajar aja kalo mereka deket. Tapi aku yakin kalo Mika itu cuma setia sama gue!" ujar Yogi dengan kepercayaan diri yang kadang over dosis, Mika melemparnya dengan tas Ica yang ada di atas meja.
"Terima kasih, Sayang. Ini tanda cinta, ya," kata Yogi sambil menangkap tas itu dan memeluknya karena mengira itu adalah tas milik Mika.
"Tanda cinta tanda cinta! Itu tas gue dodol!" pekik Ica, seketika Yogi langsung melemparkan tas itu pada pemiliknya.
"Tuh, 'kan, kamu enggak mau kalo poto begitu sama Yogi, itu artinya kamu n
ngerasa lebih nyaman sama Lucky," bisik Siska karena di antara semua temannya hanya Ica dan Siska yang tahu kalau Mika dan Lucky sama sekali tidak memiliki hubungan persaudaraan.
"Terserah kalianlah!" ujar Mika malas menanggapi sikap berlebihan kedua sahabatnya itu.
"Oh, iya. Aku udah membuat sebuah komitmen sama Om Lucky semalem jadi—."
"Komitmen?"
Siska dan Ica kompak memotong kalimat yang ingin Mika ucapkan.
"Komitmen apa?"
"Selamat lagi anak-anak," sapa seorang guru yang terkenal galak membuat semua murid terdiam, sontak Ica dan Siska harus menahan rasa penasaran mereka sampai jam pelajaran selesai.
Di tempat yang jauh di sana sebuah tanya juga terdengar.
"Komitmen apa?"
Lucky menatap Arga yang terlihat terkejut hingga
pertanyaan itu terlontar begitu keras.
"Biasa aja, dong! sarapan petasan Lu tadi pagi!" sembur Lucky pada sang sahabat yang sedang menatapnya sambil memegangi kotak bekal milik Lucky yang tadi lagi Mika berikan dengan senyum malu malunya.
"Ya, Elu bikin komitmen apa sama si Mika? Bukannya kemarin Lu bilang kagak bakalan jatuh cinta sama dia?" Lucky hanya diam menatap aneh wajah Arga. "Lu ngajak Mika pacaran?"
"Buset! Tuh, otak. Cuci dulu sana pake detergen!" Merasa tidak mendapat jawaban dari Lucky Arga terus mengikuti langkahnya. "Sini bekel gue, ntar Lu makan lagi. Bisa ngambek lagi si Mika!"
Setelah mengambil kembali kotak bekal yang tadi diambil paksa oleh Arga lelaki itu melangkah memasuki ruangannya meninggalkan Arga dengan rasa penasarannya.