Gelato Kiss

1288 Words
"Apakah nggak ada tempat lain? Aku kemarin udah kesini!" Protesnya, trip Honeymoon mereka hari berikutnya, Yoga membawa April harus kembali naik kapal. Tapi, kapal pribadi yang disewa Yoga, hanya diisi mereka berdua. "Kamu udah. Aku belum." Jawabnya menyebalkan. Kalau biasanya pasangan selalu bergandeng tangan, tidak dengan pasangan itu. April berjalan di depan, Yoga tepat di belakang. Lebih cocok seperti bodyguard yang mengawasi seorang Princess. Mengikuti setiap langkah wanita itu. Mereka berjalan-jalan di jalur sepanjang tepi danau yang merupakan salah satu spot terindah untuk menikmati Varenna. Banyak deretan pertokoan, restoran, toko gelaterias, semuanya menawarkan kekhasan ala Italia. Beberapa kali April sengaja mengarahkan kameranya pada Yoga. Memotret beberapa kali dari mulai Yoga yang tidak menyadari, sampai sadar lalu menggagalkan foto sempurna istrinya itu. "Foto doang, pelit banget!" Keluh istrinya itu untuk ke sekian kali. “Kamu udah mendapatkannya sejak tadi, masih bilang aku pelit?” Yoga lalu berjalan melewatinya. “Ga, mau ke mana?” April mengejar, berusaha mengimbangi langkah sang suami. Yoga berhenti, lalu menatap istrinya tersebut yang tidak berhenti protes ini dan itu, termasuk Yoga sangat tahu bagaimana April mengomentari gaya mereka yang tidak seperti pasangan Honeymoon. Yoga mendekat, lalu tangannya segera meraih pinggang April yang malah terkesiap karena gerakan tiba-tiba suaminya. “Kamu nggak lelah sejak tadi bicara terus?” “Iya sih, aku udah haus dan lapar.” kata April. Mata mereka bertemu, ia memperhatikan wajah cantik istrinya yang tampak bersinar tidak bisa menutupi rasa bahagianya, lalu Yoga mengikis jarak dan mengecup ringan sudut bibirnya—hal yang ingin dia lakukan sejak tadi saat bibir itu tidak berhenti untuk bicara. “Kalau begitu, kita cari tempat makan di sekitar sini.” April mengangguk, membiarkan jari mereka saling terpaut dan Yoga mulai mencari arah menuju restoran di sekitar sana. Makan siang tiba, mereka makan disalah satu resto disana. Lagi-lagi makanan khas Italia. "Aku rindu masakan mama." Keluh April yang lidahnya mulai bosan dengan keju, pasta, Pizza dan makanan khas negara Italia. Lidahnya yang pada dasarnya Indonesia sekali memang sungguh membuat dia kesulitan jika harus keluar negeri. Dulu, saat awal kuliah di Paris, dia bahkan sampai minta dikirimi rendang, teri kacang, kentang balado kering, atau orek tempe, sambal, yang sekiranya bisa awet di dalam kulkas untuk satu bulan. "Apa kita makan siang dengan roti aja? Kamu mau?" Tawar Yoga. April menggeleng, "nggak deh aku masih bisa toleransi kok. Maaf ya, aku rewel banget soal makanan." Yoga tertawa kecil, "Aku masih nggak bisa membayangkan bagaimana kamu melewati hampir empat tahun di Paris? Dengan lidahmu yang Indonesia itu?" "Aku tersiksa sekali, bersyukur sewaktu ka Chantika memutuskan kuliah di sana juga." Saat menyebut nama sepupunya itu, April sengaja menatap wajah Yoga. Dia berkata sebenarnya, kakak sepupunya itu terlihat sangat sempurna dimata April. Serba bisa, terutama masakan dia super enak. Wajahnya datar, itu artinya apa? dalam hati dia menebak-nebak. Wajahnya datar, Yoga kemudian memalingkan muka. "Hanya beberapa bulan, kan? Setelah itu?" Tanya Yoga penasaran. "Tersiksa lagi, tapi aku akhirnya menemukan resto dengan makanan Indonesia. Ya, walau tetap rasanya beda tapi lumayan lah ya." Makan siang berakhir, kembali menjelajah desa kecil. Yoga mengajak istrinya berjalan mengikuti jalur Greenway dei Patriarchi hingga Baluardo. lokasi yang paling indah untuk mengamati panorama kota. Memang butuh sedikit perjuangan dengan mendaki bukit, tapi semua perjuangan akan terbayar demi melihat panorama sekitar. "Pasti lebih indah kalau datang kesini malam-malam." April yakin saat malam hari dari atas bukit, bintang dilangit akan terlihat lebih indah. Kembali sibuk mengarahkan kamera ke mana-mana sampai membuat April haus. "Makan gelato yuk. Kita turun." "Dimana ada gelato?" April tersenyum kecil. "Ini Italia,Ga. Nggak mungkin nggak ada. Tadi di sepanjang jalan banyak, ada salah satu toko yang kita lewati ramai banget, gelatonya pasti enak!" Tidak menunggu lebih lama, dia menarik tangan sang suami dan tanpa mereka sadari, lagi-lagi tangan itu terjalin erat tidak terlepas sedetik pun selama perjalanan turun bukit. Varenna, mungkin kota di tepi danau yang terpencil, tapi April ingat bahwa ini masih kawasan Italia. Jadi, dia merasa tak lengkap liburan ini tanpa mencicip rasa segar gelato khas Italia "Buat kamu aja. Aku nggak usah." Tolak Yoga begitu April menanyakan pilihan rasa. April tidak mendengarkan, beruntung penjualnya bisa berbahasa Inggris jadi April memesan dua tanpa bantuan Yoga. Barulah Keduanya pilih tempat duduk terbaik untuk menikmati panorama sambil menjilati gelato yang sangat segar itu. "Enak, kan? Bilangnya tadi nggak mau!" April terlalu asyik dengan gelato tersebut, tanpa sadar sudut bibirnya sudah berlepotan. "Pril.." "Hm... apa? Mau coba gela—“ tidak selesai kalimatnya karena Yoga dengan gerakan cepat mendekat lalu mencium bibirnya, dengan nakal lidahnya menjilat sisa gelato disudut bibir istrinya itu. "—to punyaku?!" Begitu Yoga menarik diri, sambil tercenung April melengkapi kalimatnya. Apa itu tadi, kenapa jantung dia berdebar-debar dibatas normal? Mereka terlalu sering melakukan itu tapi, mengapa yang barusan itu rasa dan sensasi sangat beda dirasakan April. Bolehkan dia menamakan itu, Gelato Kiss? "Gelato punya kamu lebih enak." Yoga yang melihat wajah sang istri sudah semerah tomat, menambahkan dengan kata-kata ambigu. April tersenyum kecil, lalu dengan polos mendekatkan diri kali ini dia lebih dulu melabuhkan ciuman di bibir suaminya. "Kamu tahu apa yang aku pikirkan saat lihat ruangan di kapal, tadi?" Bisik Yoga. "Apa?" Dia sudah bisa menebak pikiran suaminya itu. Tapi, mendengar langsung darinya pasti lebih menyenangkan. "Membuatmu terengah, mendesah dan berkeringat di bawahku." Dengan jarak wajah sedekat itu, keduanya bisa merasakan napas hangat masing-masing menerpa wajah mereka. April tersenyum, jenis senyum nakal yang menggoda dengan tangan satunya bebas terangkat memberi gerakkan provokasi, dengan gerakkan mengelus luaran celana suaminya. "Benarkah?” April mencium pipi Yoga. “Kalau gitu I want too, My husband. because I'm all yours..." Mereka kembali berciuman, dan membiarkan sisa gelato di tangan April mencair. Tidak sabar, April tertawa begitu suaminya dengan cepat membawa dia kembali ke kapal.   ***   Hari berikutnya, mereka lebih banyak menghabiskan waktu dengan menikmati setiap fasilitas hotel. Mulai dari fasilitas T-Spa modern yang dilengkapi dengan sauna, sampai berenang di kolam renang hotel yang benar-benar melayang di atas Danau Como, airnya mengalir langsung ke danau. April tertawa saat sepasang tangan kekar memeluknya erat lalu mengangkatnya dengan kening yang menyatu dan perlahan mereka kembali berciuman di tengah kolam yang jelas-jelas banyak pengunjung lain. Ketika April tersipu dan menolak, Yoga akan mengatakan—bahwa ini bukan di Indonesia, mereka tidak akan mengurusi kemesraan pasangan yang sedang Honeymoon, karena mereka juga melakukan hal yang sama dengan pasangannya. Memang benar, April melihat bagaimana para pasangan disini juga melakukan hal yang sama. “Nanti di bali kita ke mana?” tanya April mengingat mereka tidak akan langsung pulang, melainkan ke Bali. “Pantai karma kandara.” “Berapa hari?” “Tiga hari, cukup?” April memiringkan kepala saat merasakan kecupan di lehernya. Masih di dalam kolam, Yoga tampak tidak ingin berjauhan dari April karena wanita itu berani memakai skimpy bathing berwarna merah yang hanya menutupi bagian tubuh yang hanya boleh dilihat Yoga. “Kenapa harus Bali?” “Aku ada kerjaan sebenarnya, jadi sekalian aja kita ke Bali.” Mendengar alasan jujur itu, membuat April melepaskan diri dari Yoga. Dia berbalik hingga berhadapan. “Awas aja kalau kamu terlalu sibuk di sana, aku akan cari bule!” ancamnya yang malah membuat Yoga terkekeh. Yoga kembali mendekat, merengkuh pinggang ramping istrinya “Kamu tidak akan berani melakukannya.” “Kamu menantangku?” April lalu melepaskan diri sekali lagi dari Yoga, dia berenang menjauh dan tertawa keras saat Yoga berhasil menarik kakinya, mengangkat tubuhnya masuk ke dalam air. Siapa pun yang melihat pasangan itu, pasti akan mudah menebak bahwa mereka pasangan pengantin yang sedang Honeymoon. Mereka tidak segan berciuman atau pelukan di mana pun. Makan malam terakhir, mereka naik ke lantai teratas Hotel untuk menyantap makan malam di restoran La Terrazza, menikmati menu asparagus dan black truffle penne yang enak untuk Yoga. Tetapi, tentu tidak untuk April karena lidahnya Indonesia sekali. Hari-hari berikutnya mereka benar-benar merengkuh manisnya Honeymoon, dan tidak mengulang pertengkaran seperti di awal. Rasanya, April sangat senang karena sikap Yoga begitu hangat, membuatnya lupa bahwa lelaki itu belum mencintainya.   [to be continued]  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD