Chapt. 7

664 Words
Setelah mengetahui bahwa Braven pergi sebelum makan siang. Ana hanya menyiapkan makanan untuk para pekerja saja setelah itu ia bersiap untuk mengunjungi bibi dirumah rawat. Yaa .. bibi telah di pindahkan dari rumah sakit. Paman harus bekerja untuk proyek pembangunan sebuah gedung. Dan Nasha kembali mengurus kuliahnya.  Saat tiba disana, hanya ada bibi sendiri. Ia tersenyum melihat kehadiran nya. "Riana… akhirnya kamu datang"  "Iya, bi.. bagaimana kabar bibi?? Kelihatan nya sudah jauh lebih baik" ia memeluk bibi dengan senyuman paling ceria.  "Tentu saja. Jangan khawatir, nak. Maafkan bibi harus sakit seperti ini yaa.. kamu jadi harus menanggung hutang kami. Nanti pasti bibi akan kembali. Dan kamu bisa mencari pekerjaan sebagai pemain biola lagi…" ucap nya dengan tulus. Ana merasa bahagia mendengar nya. "Tidak perlu, bi. Karna aku punya kabar gembira.." "Apa itu, nak??" "Aku kan sudah bekerja di kapal mewah selama bertahun-tahun, tentu saja gaji yang ku dapat banyak. Kemarin sudah ku urus dan dapatkan uang itu. Hutang bibi kepada tuan Braven sudah lunas.. jadi jangan di pikirkan lagi" ucapnya sambil menggenggam tangan bibi. Bibi menangis mendengar nya, "Benarkah? Tapi setau bibi hutang itu berkali lipat dan ratusan juta. Apa uang mu cukup?? Masih ada tabungan?" Ana mengangguk, "Masih, bi. Masih banyak. Sekarang bibi sudah lepas dari tuan Braven dan bisa fokus menjaga kesehatan" "Ya tuhan.. terimakasih banyak, Riana sayang. Bibi sangat bersyukur .. /Jadi sekarang kamu tinggal dimana? Sudah mulai bekerja lagi??" Ia memikirkan beberapa saat jawaban yang harus diberikan, sebab mungkin setelah menikah ia tidak bisa pergi sesuka hati. "Umm… aku mungkin akan kembali ke Paris atau negara lainnya. Disana kemampuan ku benar-benar bisa menghasilkan uang, bi. Jadi kalau bibi kangen bisa kirim aku pesan atau telepon yaa?" "Baiklah.. jaga dirimu baik-baik. Jangan terlalu bekerja keras dan nikmati saja hidupmu.. temukan juga laki-laki yang baik dan bisa melindungi gadis cantik ini…" air matanya mengalir sejak tadi. Karena bibi sangat menyayangi Riana. "Pasti, bi… hmmm… aku ambil kursi roda ya, kita jalan-jalan ke taman" "Yaa, baiklah.." ……….. 18.37  Tidak terasa Ana begitu lama menghabiskan waktu bersama bibi dan sempat membeli beberapa keperluan nya disupermarket sebelum pulang. Ia melihat mobil Braven sudah ada di halaman dan 2 mobil lainnya. Sepertinya sedang ada tamu. Namun ruang tamu kosong. Artinya mereka di ruang kerja Braven. Ana mengirimkan pesan kepada Braven. Ana: Apa kamu kedatangan tamu? Sudah ada sajian? Atau ingin ku bawakan ke atas? Tidak lama kemudian, pesan dibalas. Braven: Tidak perlu. Ana memanyunkan bibirnya. Kenapa jawabannya seperti itu? Apa Braven masih marah? 23.14 Ana mengintip tamu tersebut dari jendela dan sudah pergi dengan mobilnya. Akhirnya setelah menunggu lama. Ana membawakan secangkir teh hangat untuk Braven ke ruang kerja nya. Tokkk..tokkk  "Masuk" Suara bariton Braven terdengar olehnya. "Cepat diminum selagi hangat"  Tanpa melihat kehadiran Ana. Braven mengiyakan saja sambil fokus dengan dokumen nya. Melihat posisi Braven bersandar di sofa seperti itu membuat Ana duduk begitu saja disamping nya. Ia bahkan merangkul tangan Braven dan bersandar di lengan kekar itu. Braven menoleh, "Apa yang kamu lakukan? Tidak liat aku sedang sibuk? Jangan mengganggu…" "Kamu marah tanpa alasan. Itu membuatku tidak bisa tidur memikirkan nya. Apa aku melakukan kesalahan?" tanya Ana sedih. "Tidak. Jika kamu melakukan kesalahan aku sudah menghajarmu sejak kemarin" ucap Braven dingin. Ana mengangkat kepalanya menatap Braven, "Apa? Kamu akan menghajar ku seperti itu??" "Tentu saja. Harus ku katakan. Karena memang seperti itu kenyataan nya. Kamu harus bersiap dan berpikir 2 kali untuk membuatku kecewa" jawab Braven yakin. Ana memanyunkan bibirnya kesal. "Kamu terlalu keras. Memang apa yang akan ku lakukan. Huh…" Braven hanya menoleh sesaat dan tidak menjawab lagi. Matanya kembali fokus dan mulai menandatangi dokumen. Sementara Ana masih menyandarkan kepalanya kepada Braven. Ia diam dan merasakan suasana ini. Sedikit mulai terasa nyaman. Tidak lama berselang. Braven berdiri membereskan pekerjaan nya lalu bersiap untuk berganti baju tidur. Ia menatap Ana dari jauh.  "Ada apa??" tanya Ana. Braven memberi sinyal kepada jubah kimono nya. Membuat Ana menghela nafas berat. "Baiklah…" Namun saat sedang memakaikan nya, Braven membalik posisi nya dan memeluk Ana dari belakang. Bahkan ia belum sempat mengikat jubah tidur tersebut. "Tuan.. kenapa.." Braven mencium leher dan memejamkan mata. Tangan nya erat melingkar ditubuh Ana.  "Kamu terlalu cantik dengan pakaian seperti ini. Datang dan bersandar dengan ku adalah kesalahan yang kamu mulai, Ana" ucap Braven dengan suara serak. "Kesalahan?" Bersambung....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD