"Pagi Ana? Bagaimama kencanmu bersama pria itu!."
Suara ceria Emily mengusikku, ia terlihat gembira dan sangat antusias. Langkah kakinya begitu cepat mendekatiku seperti rasa penasarannya yang membuatku resah. Emily menarik kursinya ke arah mejaku, duduk di hadapanku dengan kedua tangan menopang wajahnya. Lalu Rena berlari dari arah pintu masuk untuk begabung dengan Emily. Tingkah mereka berdua membuatku bingung namun aku tahu kemana topik pembicaraan ini mengarah. Mereka berdua dengan tega meninggalkanku sendirian dengan si tuan mafia dan kini bertingkah seolah telah menjadi mak comblang antara aku dan Tristan.
Aku membanting kertas kerjaku di atas meja hingga membuat mereka berdua terlonjak kaget, namun tak membuat mereka menyingkir dari hadapanku. Dari ekspresinya aku tahu mereka sangat penasaran dan haus akan gosip dengan siapa aku menghabiskan waktu kemarin malam. Mereka akan terkejut jika tahu kemana aku pergi. Sarang mafia.
"Aku sibuk."Aku menolak pergosipan pagi ini. Berpura-pura fokus ke layar komputerku, namun mereka tidak menyerah.
"Kau harus ceritakan dia."Rena sangat tidak sabaran. Sementara Emily, ugh! Dia tak jauh berbeda. Sepertinya tidak akan ada yang mengalah dan beranjak pergi sebelum aku membuka mulut tentang kejadian malam itu.
"Apa kau bercinta malam itu dengan nya? Aku tahu dia sangat tertarik padamu, dia terus memerhatikanmu itulah kenapa aku menjauh. Dia langsung mendekatimu ketika aku pergi."perkataan Emily membuat kedua mataku membesar, dia sangat frontal mengingat dimana kami saat ini ya ampun. Ucapannya barusan pasti akan mengejutkanku kalau dia belum memberitahukanku tentang penguntitan yang Tristan lakukan. Aku bahkan lelah untuk bereaksi terkejut tentang hal itu. Tetapi yang membuatku kesal, mereka jelas mendorongku ke arah Tristan malam itu. Betapa sialnya aku.
"Kami tidak melakukan apapun. Cepatlah kembali ke tempat duduk kalian dan bekerja. Aku harus menyelesaikan laporanku."
"Kau pikir aku percaya! Dia terlihat sepanas itu dan kalian berdua telihat sangat serasi. Ketika aku melihat ke arah kalian berdua kau sedang mengobrol sengat intens dengannya, ketika aku memalingkan wajah untuk melihat lagi, kalian sudah tidak ada. Aku penasaran kemana perginya kalian berdua!."ucap Emily sarkatis yang membuatku mendengus kehilangan arah. Bisakah aku membocorkan sedikit dan berkata mafia. Aku ingin sekali meneriaki mereka berdua sekarang juga.
"Tentunya tidak seperti apa yang kalian berdua bayangkan."aku mengangguk dengan gerakan kecil, berusaha untuk meyakinkan mereka tetapi senyuman mereka berkata sebaliknya. Aku benci senyuman tidak percaya itu.
"Lalu apa itu. Lebih bergelora dalam mabuk asmara."ucapan Rena membuatku ingin muntah. Aku memalingkan wajah, menatap kursi Niel yang kosong. Pria itu belum kembali dari toilet. Lalu mataku beralih pada Gavin, ekspresiku berubah sedikit memelas meminta tolong. Ia meledekku namun tetap membantuku.
"Emily, Rena. Kembalilah ke tempat duduk kalian. Apa kau sudah menyelesaikan rundown untuk acara pernikahan tuan Lionel."seru Gavin memerintah. Dia ketua tim yang dapat di andalkan. Aku akan mentraktirnya kopi nanti. Dengan ekspresi kesal Emily menyeret kursinya kembali ke belakang meja, begitu pula dengan Rena yang pergi ke meja kerjanya. Mulai sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Aku harap cukup sampai di sini, mengingatnya hanya membuatku ingin menggerutu.
“Ana bukankah hari ini kau harus survey lokasi?.”aku hampir melupakannya, sialan.
“Ya benar, sebentar lagi aku harus print laporan ini dulu.”Ada 12 orang dalam tim kami dan memilki masing-masing tugas. Aku, Niel, Simon dan Lily. Salah seorang pegawai baru.
**
Aku berada di samping Niel duduk di bagian penumpang ketika ia menyetir mobil dinas menuju tempat kami akan melakukan survey lokasi. Sementara Simon dan Lily berada di kursi bagian penumpang di belakang kami. Klien kami adalah seorang pengusaha sukses yang memiliki keinginan cukup tinggi dalam perayaan pernikahannya. Kami memiliki beberapa daftar hotel mewah yang bagus sebagai rekomendasi. Kami akan ke sana untuk melihat dan menentukan apakah tempat itu cukup luas dan sesuai dengan keinginan klien kami. Tidak hanya dalam buku catatan ku, aku dan Lily kembali mencari di internet kemungkinan hotel bagus lainnya yang memiliki standar yang cocok untuk tuan Lionel. Memikirkan konsep yang ia inginkan, mencocokan apakah keinginannya cocok dengan lokasi yang kami tuju sebagai rekomendasi. Kedua kakiku berada di atas sofa hanya dengan kaus kaki, sesekali bergerak gelisah ketika aku memikirkan sesuatu.
“Dia ingin sesuatu yang mewah dan berkelas.”ucap Niel memperingatkan ketika aku tengah memerhatikan sebuah potret lokasi di sebuah taman. Aku meliriknya lalu mendengus, gambar itu tak sengaja muncul di laya ponselku ketika aku mengentik sebuah tempat rekomendasi yang bagus untuk sebuah acara pernikahan.
“fokuslah menyetir.”ucapku yang membuatnya tertawa.
“Budget pernikahan di kapal pesiar lebih besar, kenapa dia tidak mau hal tersebut. Akan lebih bagus bukan! Siapa yang tak mau menikah di kapal pesiar.”
“Aku.”sahut Simon seraya mengecek kameranya untuk memotret lokasi.
“kenapa? Bukankah itu sangat indah, melihat sunset dan keseruan lainnya. Kau akan berpesta di atas kapal. Berlayar selama 3 hari 2 malam sudah menjadi pengalaman hebat dan menjadi trending topik di kalangan tamu undangan.”Perkataanku membuat Niel menggeleng kapal terheran, mungkin dia bosan dengan impian yang aku katakan. Aku ingin melakukannya, jika aku mengatakannya di hadapan ibuku maka dia akan berkata. Menikahlah dengan orang kaya, tapi orang kaya mana yang akan naksir pada wanita seperti ku. Sepertinya benar, Tristan bahkan dengan sangat jujur berkata aku bukan tipenya.
“aku mabuk laut, itu akan menjadi hari terburuk sepanjang masa.”
Tawa kami meledak, itu memang akan menjadi malapetaka. “kau benar. Aku tidak mau di foto dengan ekspresi menahan muntah.”sahutku, membayangkannya saja sudah membuat keningku mengerut.
“dan gosip itu akan tetap ada bahkan sampai aku mati, menjadi legenda sampai ke turunan-turunan ku berikutnya.”gumam Simon.
“Pernikahan di sebuah hutan dengan pepohonan tinggi yang mengelilingi itu sangat menarik bagiku.”Lily buka suara, mengutarakan minatnya pada pernikahan bertema klasik yang sederhana namun berkesan. Aku pernah memikirkannya ketika berada di pertengahan semester dan beberapa kali mempersiapkan pesta itu. Seperti pernikahan Edward dan Bella dalam film Twilight yang novelnya masih ku simpan sampai sekarang. Jujur saja, itu memang sangat berkesan bagiku hingga aku melupakan keinginan tersebut.
“Ya. Itu sangat bagus, ku sarankan pakai lotion anti nyamuk jika nanti kau akan melakukannya. Aku hampir tidak bisa stay di tempat itu karena tidak bisa memakai raket pengusir nyamuk.”itu menjadi hari dimana aku tidak bisa fokus pada acara.
“kita tidak bisa melupakan bahwa kepala George di kelilingi 5 ekor nyamuk sampai acara selesai.”ucapan Niel membuat tawa kami kembali meledak. Bahkan keluarganya memprotes karena sang mempelai pria beberapa kali tertawa ketika melihat nyamuk di kepala George. Aku tidak bisa melupakan hal itu. banyak hal yang terjadi setiap momen yang membuatku menyukai pekerjaan ini.
Sesampainya di salah satu Hotel yang menjadi bagian dari rekomendasi, kami mulai melihat-lihat mengukur dan memikirkan konsep apa yang cocok dan bisa dilakukan di tempat ini. Simon mulai memotret beberapa sudut ruang dan keseluruhan sebagai laporan dan sebagai contoh pilihan untuk di serahkan pada klien kami. Sementara aku dan Niel berbicara tentang perizinan, biaya, kontak pic dan tanggal yang kosong jika tepat ini cocok. Lily berada di sebelahku, mendengarkan dan mempelajari apa yang kami lakukan karena ia masih baru.
Perasaanku saja atau ini memang benar, seseorang memerhatikanku dari bayangan diujung mata. Ketika aku menoleh untuk memastikan, ada dua orang pria berdiri di ujung ruang, pakaiannya casual sesekali memerhatikan ke arah kami. Salah satu orangnay memegang kamera seperti yang Simon lakukan ia beberapa kali membidik kameranya ke arah ruang, yang anehnya beberapa kali menangkap ke arah kami. Karena situasiku aku sempat meresa mereka adalah salah satu suruhan kakek Tristan sebelum akhirnya Simon berkata.
“Ada yang ingin menyewa tempat ini juga? Jika ini cocok kita harus perang tanggal pernikahan.”
Karena kemungkinan tanggalnya sama, beberapa kali kami mengalami hal ini dan aku cukup handal untuk bernegosiasi, walau terkadang kami gagal juga untuk merebut tanggal dan mengalah menerima kekalahan merayu pemilik tempat. Aku benci kekalahan.
**
Waktu sudah menunjukan pukul 7 sore ketika kami sampai di kantor. Aku dan Niel keluar dari kantor dan terkejut melihat mobil Tristan terparkir di pinggir jalan. Aku bisa melihatnya menatap ke arah kami, bersandar di pintu mobilnya dengan kedua tangan di salam saku celana. Dia sudah seperti seseorang dalam sebuah n****+ ketika bergaya seperti itu. Aku mengapit lengan Niel yang membuat Niel menatapku.
“kau sudah berjanji untuk membantuku.”
“Apakah dia pria hot itu.”
“Dia tidak hot, biasa saja.”aku menampik pikiran ku untuk mendukung apa yang Niel katakan. Terpesona pada mafia adalah kesalahan besar, jika Niel tahu siapa dia. Aku meragukan dia akan menolongku untuk melakukan hal ini. Kami menghampiri Tristan dan dia masih di tempatnya berdiri memandangku tanpa ekspresi apapun di wajahnya.
“kenalkan, dia kekaksihku.”Aku semakin kencang mengapit lengan Niel, memberi kode padanya jika dia harus mengatakan sesuatu. Dengan begini Tristan akan menjaga jarak sedikit dariku dan menyetujui permintaanku untuk tidak melakukan antar jemput seperti yang ia lakukan sekarang. Aku ingin sendiri, tidak seperti memiliki pengasuh yang mengontrol apa yang ku lakukan.
“Ya. Kami adalah pasangan yang berbahagia.”aku dan Niel tersenyum berusaha untuk terlihat sebagai pasangan goals yang sepertinya gagal karena Tristan tersenyum remeh mengejek apa yang kami lakukan.
“Aku sudah memperingatkanmu untuk menjaga apa yang akan kau katakan.”Tristan memberikan peringatan tapi aku tidak peduli.
“Aku tahu teman mu Gay.”
Aku dan Niel bereaksi sama, sama-sama terkejut. Niel melepaskan lengan yang kuapit lalu tertawa hambar yang membuatku menatapnya protes. “Ya kau benar. Aku pergi.”
Ini konyol, Niel benar-benar penghianat. Dia meninggalkanku begitu saja setelah tertangkap basah berbohong kepada Tristan. Pria itu meatapku dengan seringaian yang masih tidak ku sukai hingga sekarang. Dia mengejekku dengan senyumannya, aku benci itu. Apa fakta jika Niel Gay juga masuk ke dalam biodata milikku. Keterlaluan, apa aku sudah kalah! Dia mengetahui semuanya tentangku. Dia memang lawan yang kuat.
“Bagaimana kau tahu tentang sexualitas Niel? Kau juga mencari tahu tentangnya dan memasukannya dalam biodata orang-orang di sekeliling Ana Wren?.”Aku berkata dengan nada mengejek dan dramatisir.
“seharusnya kau tidak perlu bertanya! Aku tahu semuanya tentangmu Ana. Terbiasalah dengan itu. lagi pula.. rahasiamu akan aman bersamaku.”
APA!
Dia benar-benar keterlaluan. Aku memikirkan tentang persiapan gencatan sejata tadi malam, ternyata dia sudah menembak mati diriku dengan mendapatkan semua informasiku. Aku sudah kalah dan tidak bisa melawan.
“Kau tahu, aku adalah player, aku suka kebebasan dan bermain dengan setiap pria. Aku tidak cocok dengan hubungan ini.”tetap mencari ide Ana. Kau harus membuatnya ilfeel.
“Aku tahu kau selalu pulang tepat waktu Ana, jangan menjelek-jelekan dirimu seperti ini. Setiap orang ingin memiliki image yang bagus kenapa kau menginginkan kebalikannya.”
“Apa kau cctv, kenapa kau tahu segalanya. Kau membuatku ngeri!.”
Tubuhku tertarik ketika Tristan menarik pinggangku untuk menempel ke arah tubuhnya. Tubuhku tersentak dengan kedekatan kami yang tiba-tiba. Dia menatap mataku, terlalu intens membuatku tidak nyaman. Aku mencoba untuk melepaskan diri, kedua tanganku berada di antara d**a kami sebagai penghalang agar tubuh kami tak saling menempel dan menjadi lebih dekat. Aroma tubuh Tristan dapat ku cium dari jarak sedekat ini, kenapa dia masih sangat harum. Apa dia selalu menyemprotkan parfum ke tubuhnya.
“Apa yang kau lakukan! Lepaskan aku. Sepertinya kita harus membuat perjanjian untuk tidak ada kontak fisik.”Ini diperlukan, untuk melarang Tristan melakukannya lagi padaku. Seperti ini, sesukanya seolah aku adalah benda yang bisa ia kendalikan sesuka hatinya.
“aku tidak bisa menyetujuinya!.”penolakannya membuat emosiku mendidih, apa aku seperti w**************n untuknya. Disentuh dan dipeluk seperti ini. Arghhh!
“Apa kau naksir padaku! Lepaskan aku!.”Aku mengejek sikapnya namun dia tak kunjung melepaskan apa yang dia lakukan padaku.
“kita harus memberikan foto yang bagus untuk para penguntit itu.”seketika itu juga gerakan tubuh ku terhenti. Pandanganku mengedar ke segala arah mencari-cari. Apa ada orang sewaan kakek Tristan! hingga akhirnya aku menemukannya, dua pria yang tadi ku lihat di hotel. Kini berada di sini, berdiri di sisi mobil dengan kamera yang sama. Mereka bersikap seolah tak memerhatikan kami, tapi aku ingat siapa mereka. Kedua pria itu berdiri di sisi mobil yang berselang 3 mobil dari mobil Tristan yang terparkir di sisi jalan. Dugaanku ternyata benar. Hebat sekali, aku sudah seperti artis Hollywood sekarang, kehidupanku akan diisi oleh paparazi.
“seharusnya aku menebalkan bedakku tadi.”