Bab 8. Menuduh Maxime

1060 Words
"Akhhhh!" terdengar suara teriakan di pagi hari membuat Maxime yang tertidur pulas terbangun. "Ada apa? Kenapa berteriak pagi-pagi?" tanya Maxime yang sontak duduk. "Bagaimana aku di sini? Apa kamu menculikku? Kamu pasti memaksaku melakukan itu lagi. Dasar, b******k!" bentak Callista dan memukuli Maxime. "Stop! Sakit, berhenti!" "Aku tidak akan berhenti, mengakulah kalau kamu sudah memaksaku!" Maxime yang kesal memegangi Callista yang terus memukulinya, kali ini Callista sampai terdorong dan terbaring di tempat tidur dengan Maxime yang menahan kedua tangannya. Callista bahkan tidak sadar jika tubuhnya tanpa busana saat itu, Callista meronta agar terlepas. "Lepaskan aku, b******n! Pria jahat yang suka memaksa! Mau kamu apakan aku?!" tanya Callista masih dengan suara keras. "Diam! Biar aku jelaskan!" tegas Maxime menatap tajam Callista. Mendapatkan tatapan tajam dari Maxime dengan suara penuh penekanan, membuat Callista sontak terdiam. Dia menatap Maxime dengan pandangan takut, dia tidak mau sampai celaka karena tidak menurut. Akhirnya Callista hanya bisa diam, tidak berani memberontak lagi. "Sudah tenang? Siap mendengarkan penjelasanku?" Callista mengangguk, Maxime turun dari atas tubuh Callista. Dan menarik Callista agar duduk, Callista baru menyadari jika dia tidak berpakaian saat merasakan suhu dingin menerpanya karena pendingin ruangan. Dia pun menutupi tubuhnya dengan selimut yang ada di dekatnya. "Dengarkan aku baik-baik, semalam anak buahku menyelamatkanmu. Apa kamu bodoh, kenapa masuk dalam lubang yang sama dua kali, sedangkan keledai saja tidak akan masuk lubang yang sama setelah terperosok. Tapi kamu yang katanya punya akal pikiran, malah kembali melakukan kesalahan. Dimana pikiranmu sebenarnya?" "Apa maksudnya, kesalahan apa yang sudah aku lakukan?" tanya Callista bingung. "Apa kamu tidak ingat, semalam kamu hampir dijual lagi oleh temanmu. Aku yang menyelamatkanmu dan terpaksa melayani hasratmu karena kamu sangat b*******h setelah diberikan obat perangsang oleh temanmu. Benar-benar gadis bodoh," jelas Maxime apa yang terjadi. Callista menggeleng cepat, "Tidak-tidak, Helen tidak mungkin melakukan itu. Kamu jangan memfitnahnya, dia bahkan menampungku dan mengijinkanku tidur di tempatnya. Mana mungkin dia tega menjualku," ucap Callista menepis apa yang dikatakan Maxime. "Aku tidak tahu harus bicara apalagi pada gadis bodoh sepertimu, apa kamu tidak sadar dia begitu karena ada tujuan? Ayo kenakan pakaianmu biar aku buktikan!" ajak Maxime seraya beranjak masih dengan mengenakan bathrobenya. "Aku mau mandi dulu, mana mungkin keluar dengan keadaan seperti ini." Callista langsung menyusul Maxime turun dan hendak ke kamar mandi. "Aku ikut, biar cepat kita sama-sama saja mandinya." "Tidak, enak saja mau sama-sama. Kamu pasti mau ambil kesempatan, kan? Sana kalau mau duluan, biar aku yang terakhir." Callista menolak untuk ke kamar mandi bersama dengan Maxime. "Dasar, otak kotor. Kalau tidak terpaksa aku juga tidak mau hanya dijadikan pelampiasanmu saja, sudah sana masuk kamar mandi. Aku akan ke kamar mandi di kamar sebelah saja," ucap Maxime dan berjalan keluar dari kamar itu. "Kenapa tidak dari tadi, pasti tadi dia berniat kotor padaku. Jika tidak sejak awal dia tidak akan meminta untuk mandi bersama. Dasar pria m***m," gerutu Callista dan berjalan ke kamar mandi dengan masih memakai selimut. Maxime tidak habis pikir tentang Callista, dia masih bingung dengan wanita satu itu. Dia marah dengan apa yang terjadi, tapi dia tidak terlihat sedih. Padahal dia sangat yakin, jika Callista masih perawan saat pertama tidur dengannya. Namun, Callista tampak biasa saja meskipun dia menuntut untuk dinikahi. "Benar-benar gadis yang unik," gumam Maxime seraya masuk ke kamar mandi di kamar lainnya. Selesai mandi, Maxime masuk kembali ke kamarnya karena pakaiannya berada di sana. Dia tidak melihat Callista juga pakaiannya yang tadi berserakan, Maxime pikir jika Callista kabur dan langsung menggedor kamar mandi. "Ada apa kenapa berisik sekali?" tanya Callista membuka pintu. "Oh, aku pikir kamu kabur. Ya sudah aku mau berpakaian," ujar Maxime dan hendak berlalu. "Kalau aku kabur mana mungkin pintu kamar mandi di kunci, apa kamu tidak punya pikiran?" "Jangan bicara lancang padaku, hanya kamu yang berani bicara seperti itu padaku! Semua orang bahkan akan menundukkan pandangannya saat melihatku, jadi jaga bicaramu!" tegas Maxime dengan tatapan yang seolah menusuk ke jantung Callista. "A-aku hanya salah bicara, maaf kalau kamu tidak suka." Callista menundukkan kepalanya sambil menyahuti Maxime. Maxime mendengus kesal, tapi tidak mengatakan apapun lagi. Dia berlalu menuju walk in closet untuk berganti pakaian, Callista berjalan menuju tasnya yang ada di atas meja. Lalu duduk di sofa, dia mengeluarkan alat make-up miliknya dan sedikit berhias agar tidak terlihat pucat. "Ayo ikuti aku!" ajak Maxime. Tanpa berkata-kata Callista langsung mengikuti Maxime, mereka turun ke lantai bawah di mana terlihat beberapa anak buah Maxime sedang duduk santai di ruang tengah. Begitu mendengar langkah kaki menuruni tangga, mereka semua langsung menoleh dan saat menyadari siapa yang datang tanpa aba-aba mereka semua berdiri. "Kemana Lois?" tanya Maxime saat tiba di lantai bawah dan tidak melihat Lois. "Dia sedang...." "Saya di sini, Bos." Terdengar suara Lois membuat Maxime langsung menoleh dan melihat Lois membawa koper dan juga tas milik Callista. "Bagaimana kamu mendapatkannya, bukankah tas ini ada di rumah Hellen?" tanya Callista mendekati dengan tatapan heran. "Saya mengambilnya dari rumah Anda dan dari rumah wanita itu," jawab Lois tanpa ekspresi. Maxime yang menyadari keheranan Callista ikut berjalan mendekati Lois yang masih berdiri di tempatnya. "Bagus, kamu benar-benar cerdas. Jadi tidak ada alasan lagi bagi dia untuk pura-pura mengambil barang-barangnya dan akhirnya kabur," ucap Maxime menyindir. "Aku tidak kabur, aku hanya sedang mempersiapkan diri. Bagaimana aku bisa langsung menerima sedangkan kamu saja hanya ingin menjadikanku wanitamu, bukannya menikahiku." Callista langsung protes begitu mendengar ucapan Maxime yang menyindirnya. "Aku tidak tahu bagaimana kamu, bagaimana mungkin aku langsung menikahimu. Bagaimana kalau kamu wanita yang sulit diatur dan banyak tingkah? Aku tidak mau menghabiskan hidupku bersama wanita keras kepala," jawab Maxime tajam. Callista ingin sekali menjawab ucapan Maxime, tapi dia sadar jika ucapan Maxime seperti perintah bagian untuk tidak banyak membantah. Terlebih jika dia ingin Maxime menikahinya, dia harus menunjukkan sisi baiknya meskipun dia sadar itu sulit jika berhadapan dengan pria seperti Maxime. "Anda mau kemana, Bos? Apa menemui wanita semalam?" tanya Lois akhirnya. "Hemz, cepat antar kami ke sana." "Baik, Bos." Lois memberi kode pada tekanan untuk mengambil alih tas dan koper Callista, dia sendiri langsung mengikuti sang bos. Maxime membawa Callista ke ruangan bawah tanah, ruangan yang minim pencahayaan dan beraroma pengap membuat Callista bergidik. Dia merasa kasihan jika memang benar Helen berada di sana, apalagi dia belum yakin jika Hellen melakukan apa yang Maxime katakan. "Callista! Tolong bebaskan aku!" teriak Helen begitu melihat Callista dan langsung berdiri mendekati jeruji besi. "Helen," ucap Callista tertegun melihat temannya berada di sebuah tempat seperti penjara itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD