3. ZIRA & AISYAH

2262 Words
Aisyah yang mendengar pengumuman kalau Alvian kekasihnya akan bertunangan menjadi tidak bertenaga untuk bekerja. Dia harus bekerja menggantikan ibu nya yang sakit untuk bekerja di istana. Sudah dua bulan dia menggantikan ibunya. Awalnya dia senang karena bisa dekat dengan pujaan hatinya. Tapi semua berubah saat dia mendengar kalau pujaan hatinya itu akan bertunangan. Alvian sendiri tidak pernah lagi menemuinya di tempat biasa mereka bertemu, semenjak berita itu dia dengar. Apa alvian sudah melupakannya. Dan Aisyah sangat penasaran siapa wanita yang beruntung itu. Dia sedang mengelap perabotan di paviliun pertama kerajaan. Mata nya tak berkedip saat melihat Alvian bergandengan tangan dengan seorang wanita yang cantik. Wanita itu pasti seorang putri juga pikirnya. Setahunya Alvian tidak suka disentuh wanita mana pun kecuali ibu Ratu dan dirinya. Tapi wanita itu terlihat sangat akrab dengan Alvian. Kesadaran Aisyah datang dan dia langsung menunduk. Dia menahan air mata nya agar tidak jatuh. Alvian berhenti dan menatapnya, Aisyah yang jengah ditatap begitu perlahan menjauh dari nya. Dan sekarang dia ada di bangku hutan kerajaan. Tempat dimana dia biasa bertemu Dengan Alvian, tempat dimana Alvian mengutarakan perasaannya kepada Aisyah. Tempat dimana Alvian berjanji akan menikahi aisyah. Alvian tidak bersalah, seharusnya dia lah yang sadar akan posisinya dan menjauhi Alvian. Tapi semua terlambat dan dia sekarang sangat mencintai Alvian. Kenapa seorang pangeran dilarang menikahi anak dari pelayan pikirnya. Kenapa hidup nya tidak adil seperti ini. Seseorang memegang bahu nya, dan dia tahu siapa orang itu. Aisyah menghapus air mata nya dan dia menatap Alvian dengan senyum yang dia paksakan. "Maafkan aku Aisyah, aku sudah menyakitimu seperti ini. Aku sudah berusaha menjelaskan kepada ayahanda, tapi tetap tidak bisa meluluhkan hati nya. Aku benar-benar tidak tahu. Aku menyayangimu Aisyah, aku tidak ingin kamu sedih seperti ini." Aisyah memeluk Alvian dengan menangis. "Aku akan selalu mencintaimu pangeran, meskipun kau akan menikahi wanita itu, aku akan selalu mencintaimu. Aku tahu dan sadar kita tidak akan pernah bersatu, aku tidak menyalahkanmu atas ini semua. Yang perlu kamu tahu adalah aku akan selalu menunggumu dan mencintaimu." Alvian memeluk aisyah dengan perasaan bersalah. "Aisyah aku harus segera kembali, malam ini adalah acara penyambutan Zira di istana ini. Aku akan menemuimu nanti." "Tunggu pangeran, kau tidak ingin menceritakan siapa dia? Dan bagaimana kau bisa terlihat akrab dengannya?? Agak sedikit aneh bagiku karena kamu tidak terganggu saat bergandengan tangan dengannya." "Baikalah akan ku ceritakan sedikit tentang nya. Namanya Zira, dia adik dari sahabatku Dion. Aku juga tidak tahu pasti kapan kakek dan ayah ku memutuskan untuk menjadikan nya putri istana ini. Aku tidak akrab dengannya, kami selalu saja bertengkar karna hal sepele. Dan dia berasal dari indonesia. Tapi sekarang aku mengerti kalau dia gadis yang baik. Meski terkadang melakukan hal sesuka hatinya saja." "Wah, pantas saja dia secantik itu. Ternyata wanita indonesia." "Apa menurutmu dia cantik??? " Tanya alvian memastikan pendengarannya. "Ya dia sangat cantik, dan manis. Saat kalian bergandengan tadi aku melihat dirinya seperti Bidadari yang turun kebumi. Dan sepertinya aku pernah melihat wajahnya. Tapi dimana aku lupa." Alvian tersenyum dan mengelus rambut Aisyah. "Dia seorang model tentu kamu pernah melihatnya. Baiklah aku akan menemuimu lagi nanti. Bersabarlah, aku pasti mencari jalan keluar dari semua masalah ini. Aku menyayangimu Aisyah." ***** Ditempat lain Zira sedang mengenakan pakaian wanita kerajaan. Gaun ini pilihan ibunda Ratu, dan Zira sangat menyukai nya. Gaun berwarna merah maroon panjang menjuntai. Zira dimake up dan rambut nya ditata dengan rapi. Rambut Zira sudah rapi dan make up nya juga sudah selesai. Zira menatap dirinya dicermin dan dia tidak percaya dia bisa tampil secantik ini. Dia sudah seperti princess di negri dongeng. "Wah... Zira kamu sangat cantik, beruntung sekali Alvian nanti menikahimu." Zira tersenyum dan mendekati sang Ratu. "Ibunda, boleh kah saya menanyakan sesuatu?" "Tentu sayang, silahkan." Melihat ekspresi Zira yang aneh ibu ratu pun mengerti. Dan menyuruh para pelayan dikamar Zira untuk keluar. "Katakan, ada hal penting apa sampai kamu tidak mau pelayan mendengarnya?" "Saya ingin menanyakan tentang kekasih pangeran Alvian. Kenapa mereka tidak boleh menikah? Apa benar karena wanita itu seorang pelayan." Ibu Ratu tersenyum dan menyuruh Zira mendekat dengannya. "Zira jadi kamu tahu kalau Alvian memiliki kekasih? Tapi kamu masih mau, menerima lamaran kami?" "Saya mengetahui hal itu, karena pangeran Alvian sahabat kakak saya. Dan kami memang sering bertemu di London. Walau sering bertengkar kalau ketemu. Dan mengenai menerima lamaran ini. Jujur saja ibunda Ratu, saya tidak percaya ada pria tulus diluar sana yang mencintai saya. Saya suka melihat pangeran Alvian, meski dia sangat menyebalkan." Zira tersenyum kikuk. "Jadi bagaimana dengan pertanyaan saya tadi ibunda Ratu??" Zira kembali antusias ingin mendengar penjelasan dari Ratu. "Sebenarnya Alvian bisa menikahi Aisyah, tapi dia harus menikah dulu dengan wanita yang berstatus sama dengannya. Minimal garis keturunan kerajaan, walaupun bukan seorang putri. Tapi kami tidak mengatakan hal itu kepada Alvian, karena keluarga Aisyah itu punya niat buruk terhadap Alvian. Pengawal pribadi baginda Raja tidak sengaja mendengar ayah Aisyah berencana jika putrinya menikah dengan Alvian kelak, dia akan menyuruh Aisyah perlahan memberikannya kedudukan di istana. Sebenarnya itu tidak masalah bagi kerajaan, tapi bagi pandangan baginda Raja dan dan kakek Alvian, ayah Aisyah terlalu berambisi." "Dulu Aisyah mempunyai saudara wanita, kakak nya itu menikah dengan seorang pedagang yang kaya raya di Fortania. Sebulan setelah menikah suami kakak nya meninggal dan dari keterangan dokter, suami nya meninggal karena racun dimakanan." "Lalu apa kakak nya Aisyah itu dihukum sekarang? Zira merasa mendengar sinetron sekarang." "Tidak, kakak Aisyah itu bunuh diri setelah pengadilan memutuskannya bersalah. Ada dugaan kalau kakak nya melakukan itu atas paksaan ayah nya. Tapi semua tidak bisa terbukti karena kakak Aisyah meninggal bunuh diri." "Jadi karena hal itu juga baginda raja dan kakek semakin tidak menyetujui nya kan? Karena mereka takut hal yang sama akan terjadi dengan pangeran Alvian." "Ya Zira, lagi pula kerajaan tidak mungkin menerima Aisyah. Karena keluarga nya sudah pernah berkonflik hukum. Dan itu akan membuat nama kerajaan nanti tidak baik. Nama kerajaan harus lah tetap aman, agar tidak ada pemberontakan dikemudian hari. Dan kerajaan juga dicintai oleh rakyat nya." "Oh.... Begitu ya." Berat juga menjadi anggota kerajaan pikirnya dalam hati. "Zira selama disini kamu mau kan belajar aturan dan tata cara kerajaan. Khususnya untuk seorang putri?" Ratu sangat berharap Zira mau belajar. "Tentu ibunda Ratu, saya akan senang bisa banyak belajar disini." Jawab Zira tersenyum dan Ratu memeluknya. "Baiklah ayo kita keluar, sudah saatnya acara penyambutan kamu dilakukan." Saat mereka hendak pergi keluar dari paviliun tamu yang ditempati Zira, Alvian datang bersama Dion. Alvian menatap Zira dengan pandangan tak percaya. Alvian tahu kalau Zira memang sangat cantik, tapi dia benar-benar jauh berbeda. Pakaian kerajaan ini membuat Zira semakin cantik dan anggun saja. Alvian mengamati Zira dari ujung kaki sampai mata nya bertemu mata hazel milik Zira, dan senyum Zira menghipnotis nya. "Pangeran, apa kau ingin menjemput Zira?" Ratu tersenyum melihat Alvian terpesona dengan Zira, Begitupun dengan Dion. "Ah, acara sudah akan dimulai. baginda Raja cemas karena ibunda Ratu belum sampai di aula istana." jawab Alvian masih dengan melihat Zira. "Baiklah, ayo kita pergi. Semua orang pasti sangat penasaran dengan calon menantu dan putri kerajaan ini. Apakah adik mu Lilian sudah datang?" "Sudah ibunda, dia datang bersama keluarga baru nya. Almira juga sudah sampai bersama suaminya. " Alvian menggandeng ibundanya, sedangkan Zira dan Dion berjalan dibelakang mereka. Kehadiran Dion juga membuat kerajaan Fortania heboh, karena dari segi wajah Dion lebih tampan dari Alvian. Sebelum sampai di Aula istana baginda Raja ternyata menunggu Ratu. Ratu ganti menggandeng baginda Raja dan Zira disuruh bergandengan dengan Alvian. Sedangkan Dion sendiri berjalan terlebih dulu ke Aula. Penjaga pintu aula membuka gerbang dan memberikan pengumuman. "Perhatian..... Yang mulia Raja dan Ratu memasuki Aula..... " Raja dan Ratu memasuki Aula yang sangat megah itu. Para tamu berdiri dan para pelayan menundukkan wajah mereka. Saat Zira ingin berjalan masuk juga, Alvian menghentikannya. " Jangan masuk sebelum mereka mengumumkannya." "Kenapa begitu??" "karena ini acara resmi dan kau harus terbiasa dengan aturan kerajaan itu nona Zira." "Pangeran Mahkota dan tuan putri Zira memasuki aula... " Alvian memberikan senyuman khas nya sedangkan Zira, dia tersenyum semanis dan seanggun mungkin. Mereka berhenti berjalan saat sampai di depan Raja dan Ratu yang berdiri menunggu mereka. Setelah para tamu, mentri dan pejabat kerajaan lainnya memberikan hormat Raja tersenyum bahagia dan mulai berbicara. "Selamat malam, saya sebagai Raja dari Fortania sangat berterimakasih karena kalian telah hadir di acara penyambutan Putri Zira malam ini. Dan seperti tradisi dari keluarga kerajaan, kami akan memperkenalkan putri Zira kepada kalian semua." "Putri Zira ini adalah calon istri dari Pangeran Mahkota kita yaitu Alvian. " Seluruh aula pun dipenuhi dengan tepuk tangan. "Tepat pada hari ulang tahun Pangeran mereka akan resmi bertunangan. Yang berarti putri Zira akan menjadi Putri Mahkota kerajaan Fortania." Zira yang sudah melepaskan rangkulan tangannya dari Alvian merasa sedikit gugup karena menjadi pusat perhatian. Alvian melirik nya sedikit lalu kembali menatap lurus kedepan. "Baiklah mari kita mulai pesta ini." Suara dari Raja itu membuat ruangan kembali dipenuhi oleh tepuk tangan. Raja dan Ratu duduk disinggah sana mereka, Zira duduk disebelah kursi Ratu dan Alvian duduk disebelah kursi Raja. Zira melihat ada beberapa orang mendatangi mereka dan Ratu berdiri dari kursi nya. Otomatis Zira pun berdiri juga. "Zira perkenalkan ini anak kedua ku nama ny Almira. Dia sudah menikah dengan gubernur kota Rongia yang gagah ini. " Zira membungkuk memberi hormat, seperti yang sudah diketahuinya membungkuk dikerajaan adalah tanda memberi hormat. "Saya putri Almira, senang melihat mu putri Zira. " "Saya Jaffar, suami dari putri Almira. Senang bertemu denganmu tuan putri." Almira dan Jaffar menyapa Raja dan Alvian. Tak lama Almira dan Jaffar turun dari singgah sana itu dan datanglah wanita yang sangat manis menurut Zira. Wanita itu memeluk Ratu dan mencium pipi Ratu dan Raja. "Zira perkenalkan ini anak bungsu ku, nama nya Lilian. Lilian baru saja menikah 4 bulan lalu bersama anak dari perdana mentri kerajaan." Zira kembali memberi hormat dengan membungkuk, tapi Lilian langsung memeluknya. "Tidak usah membungkuk seperti itu putri Zira, kau tahu aku adalah fans mu. Aku suka semua foto-foto mu. Kau bagiku begitu seksi dan cantik. Bagiamana bisa kau mendapat keberuntungan seperti itu." "Terimakasih atas pujiannya putri Lilian." "Salam putri zira, saya Rahman suami dari putri Lilian. Senang bertemu dengan mu." Zira hanya membungkuk hormat dan tersenyum. Lilian lebih mirip dengan Ratu pikirnya. Zira duduk kembali karen Lilian dan Rahman sudah turun dari singgahsana, tak sengaja Zira melihat wajah murung Alvian, dia langsung berpikir apakah yang dilakukannya ini salah karena sudah menerima lamaran ini. Apa Alvian memang sangat mencintai pacar nya itu. Tapi bagaimana cara Alvian tahu kalau Aisyah mencintai Alvian apa adanya bukan karena status dirinya yang seorang pangeran. Zira mendengar alunan musik dansa dan dia sangat ingin berdansa. Kaki nya gatal untuk melangkah kesana-kemari. Dion yang mengerti Zira langsung melangkah ke singgah sana mengajak nya berdansa. Alvian yang masih melamun tidak melihat Dion yang membawa Zira untuk berdansa. Zira merasa sangat bahagia saat berdansa, dia merasa sudah benar-benar menjadi seorang putri di kisah dongeng. Dia memakai gaun panjang dengan hiasan kepalanya dan sedang berdansa di aula yang megah dan kokoh ini. "Kau bahagia adik ku??" Dion memperhatikan Zira yang sedang tersenyum bahagia. "Tentu kak, aku merasa sudah menjadi seorang putri. Ehm, kak apakah kak Alvian itu sudah lama menjalin hubungan dengan kekasihnya itu?" "Kenapa kau ingin tahu tentang alvian sekarang? Bukankah kau tidak pernah mau tahu tentang nya." "Itu karena dia sangat menyebalkan dulu, sampai sekarang juga sih. Aku tadi berharap kalau dia yang mengajak ku berdansa. Tapi dia hanya menatap lurus kedepan, tanpa menoleh kearah ku." "Alvian memang begitu kepada wanita, setahu kakak dia sudah lama mengenal kekasihnya itu. Tapi pihak istana tidak ada yang tahu, sampai Alvian memberitahu ibunda nya kalau dia ingin menikah." "Ibundanya bahagia mula nya, tapi setelah tahu wanita yang ingin dinikahi nya itu Aisyah anak pelayan istana, baik ibu ataupun keluarga besar nya tidak setuju. Dan ingin segera menjodohkannya." "Kau lihat wanita yang berdansa disana." Tunjuk Dion kearah wanita yang memakai gaun hijau terang. "Ya, aku lihat kak. Kenapa dengannya?" "Dia juga hampir bertunangan dengan Alvian, namanya Serin. Dia anak dari panglima kerajaan. Tapi Alvian menolak mentah-mentah pertunangan itu. Dan membuat heboh kerajaan, lalu dia kabur. Padahal serin mencintainya saat itu." "Apa saat itu dia kabur ke apartement kak Merow??" Dion mengangguk tersenyum. "Ah... Aku ingat kak. Saat itu dia stress dan sampai ingin mencekik ku karena aku menyebutnya seperti orang hutan yang terlepas dari kandangnya. Hahahaaha..." Tiba-tiba saat tertawa langkah kaki Zira menyandung kaki seorang pelayan dan Prang........... Terdengar suara nampan dan pecahan kaca berserakan dilantai. Membuat semua orang yang berdansa berhenti memperhatikan. Pelayan itu terdiam dan ketakutan. Zira yang terkejut langsung berlutut memunguti pecahan kaca itu tanpa memperdulikan tangan nya yang tertusuk pecahan kaca itu sendiri. "Oh my god, sorry aku tidak melihat mu tadi. Maafkan aku" kata Zira tanpa melihat pelayan itu. Raja dan Ratu yang melihat Zira berlutut memunguti pecahan kaca itu langsung berdiri. "Putri Zira berdirilah. Biarkan pelayan itu melanjutkan pekerjaannya." Yang mulia Raja memberikan perintah. Zira belum juga berdiri dia merasa harus menyelesaikan apa yang harus dia lakukan. Alvian berdiri dari duduknya, dan berjalan dengan cepat kesumber keributan itu. Alvian terlihat marah dan menarik tangan si pelayan itu sampai ke luar aula istana. Sedangkan Zira masih memunguti pecahan kaca itu. Dion membantu adiknya itu untuk berdiri, Almira dan lilian juga menyuruh dan membantu Zira berdiri. Tuan putri mari saya obati, kata Almira. Zira melihat tangan nya yang mengalir darah. Dia kaget akan hal itu. Tapi tetap mengikuti Almira. Dion membantu Zira untuk berjalan. "Pengawal, panggil Alvian segera. Jangan biarkan dia lama diluar sana." Perintah Raja itu tidak membuat pesta berakhir, mereka melanjutkan pesta itu dengan makan ataupun berdansa. Walau Raja dan Ratu juga pangeran tidak ada lagi di aula istana.  Bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD