Dia terbengong, masih diam di balik kemudi mobilnya setelah April keluar dari mobil. Maksud April apa, sih? Getaran di saku celananya menyadarkan kalau dia harus segera masuk. Mei nggak suka nunggu. Dia bakal ngambek nggak jelas kalau keinginannya nggak dituruti. Dia bakal ngerusak suasana malam ini karena kalo dia bete semua orang juga harus bete kayak dia. Kasihan April kalau itu terjadi. Ini kan makan - makan ulang tahun April.
Kadang dia bingung dengan hubungan mereka. Mana adik, mana kakak sepertinya tertukar sempurna. April dewasa, lumayan peka dan jarang menuntut. Marahnya April lebih sering diam dan seringnya menyendiri dengan megunci diri di kamar. Sedangkan Mei lebih meledak - ledak. Orang-orang harus tau kalau dia lagi marah, dan mereka harus menghiburnya. She has to be the center of attention.
Cuma sama dia April berani teriak - teriak sampe kejer kalo marah. Karena pasti hanya ditertawakan saja. Walaupun habis itu dihibur dan ditanyai mau apa, yang pastinya selalu dituruti. April lucu kalau seperti itu. Dan dia jadi gemas sendiri. Mama sampai kaget saat April pertama kali berteriak kesal padanya. Dikiranya ada apa - apa, tapi malah nemu Jun yang lagi guling - guling ketawa di depannya.
Dia sampai di meja tempat Mei dan April menunggu. Beberapa plate daging dan sayuran sudah nyaris memenuhi meja.
"Lo mau minum apa?" Tanya April saat dia duduk.
"Adanya?"
"Teh, lemon tea, softdrink ama mineral water."
"Lemon tea aja. Yang es yak!"
April beranjak untuk mengambilkannya minum.
"Ih April ngapain sih, mau banget ladenin lo, Bang. Tangan kaki masih utuh juga." Mei bersungut, masih sibuk membakar daging.
"Itu bedanya lo sama adek lo. Dia mah nggak pamrih."
"Ih, hidup itu kudu simbiosis mutualisme, Bang. Kalo lo nggak bikin gue untung ngapain gue samperin deh. Rugi waktu rugi tenaga." Mei berorasi, sambil menyumpit daging, memindahkannya ke atas panggangan.
"Sok idealis lo."
"Bodo."
"Nih." April udah balik ke meja mereka. "Gue nggak tau sih saus selera lo kaya gimana, joinan sama gue dulu ya." Sumpah April tuh baik banget, makanya banyak cowok yang suka sama dia. Sampe senewen dia ngusirin cowok - cowok yang ngantri di depan rumah yang mau ngapelin April. Nggak! Nggak boleh! April masih kecil! Walaupun secara umur, yang seumuran April udah banyak yang gendong anak sampe lebih dari satu. Tapi nggak! Nggak boleh!
Cuma satu yang dia sebel sama April ini. Nggak mau banget manggil dia Abang, padahal dia dulu manggil dia Abang loh. Kenapa sekarang nggak mau lagi, sih. Nggak kaya Mei yang tetep istiqomah.
Mereka makan sambil ngobrol ringan. Banyakan makannya daripada ngobrolnya. Sebenernya obrolan mereka ini sama sekali nggak nyambung karena Mei cerita soal intern di kantornya yang ganteng banget tapi sayang nggak bisa digebet karena pasti tongpis alias kantong tipis alias bokek, Jun yang ngomentarin setiap cewek yang ada di sana, sok jadi juri Indonesion Next Top Model, dan April yang komentar tentang rasa makanan dan sebanding nggak porsi yang di dapat dengan harga yang dibayarkan. Nggak nyambung. Tapi nggak ada yang negur.
"Pril, lo nggak jadi apply beasiswa S2?" Mai tiba - tiba bertanya.
"Lo mau kuliah lagi?" Jun agak kaget.
"Dia mo pergi ke Venice tuh."
"Jauh amat, Pril! Gue kalo kangen lo gimana?!"
"Kangen ngapain nih, Bang?"
"Kangen ngusilin dia hahahaha." Mereka berdua tertawa geli, cuek pada April yang sudah memasang wajah disabar - sabarkan. Layaknya Mama muda menghadapi balitanya.
"Udah? Udah ini? Gue udah boleh jawab belom?!"
"Ambekan. Buru gih jawab." Jun menjawab santai sambil nyengir. Favorit nih kalo April udah mulai keluar tanduknya.
"Udah Kak, masih dalam tahap seleksi. seleksinya makan waktu delapan sampe sebelas bulan. Dan lo!" Katanya menunjuk Jun. "Gue sengaja cari yang jauh biar nggak ketemu sama lo! Gue butuh ketenangan batin!"
“Gue doain nggak lulus!”
“Sialan! Gue nggak mau gila di usia muda!”
"Timbang ketenangan batin doang. Berguru makanya sama Master Shifu."
***
Mereka pulang dalam keadaan kekenyangan. Tipikal April sama Jun sih, kalo di lepas di AUCE (All U Can Eat), jangan mau rugi, jejelin aja sebanyak banyaknya. Makan banyak dikit bayar sama ini. Cuma Mei yang makan cantik dari tadi. Mereka berdua hampir tiap sepuluh menit sekali jalan ke counter buffet buat ambil sesuatu. Ngebut! Cuma 120 menit ini waktu makannya!
Jun nggak pernah keberatan dipalakin sama mereka berdua. Seneng aja rasanya liat mereka makan, terutama April. Walaupun pilihan makan Mei agak nyebelin, tapi dia kadang gemes juga kok. Jadi Jun nggak bakal protes.
Lagian duitnya lebih - lebih ini. Dia bukan mau sombong kalo dia kaya banget, setara anak sultan, nggak. Pemilik perusahaan beken juga nggak. Tapi keluarganya tergolong amat berkecukupan. Jadi buat apa ditimbun timbun, sih? Buat apa kalo nggak buat manjain mereka? Nyenengin ortu? Bundanya PNS golongan 1B, Ayah jenderal besar TNI, itu kalo gajian lebih - lebih juga nggak ada yang nadah. Eyangnya empat - empatnya udah berpulang semua. Kebetulan Ayahnya cuma punya satu adik, dan udah jadi dokter. Apa nggak pohon uang juga itu? Bundanya anak tunggal. Nabung buat masa depan? Bunda udah ngajarin investasi properti dan forex sejak dini dari uang sakunya, jadi yang kayak gitu udah di lhep khatam sama dia sampe tulang tulangnya.
Alasan lainnya, karena keluarga April kurang begitu beruntung. Keadaan ekonomi mereka pernah amat mengenaskan sampai makan harus sehari sekali. Tapi mereka nggak pernah nolak Jun yang selalu main dan minta makan di sana. Setelah lebih dewasa, Jun yang selalu merasa berkecukupan jadi merasa punya kewajiban untuk meringankan beban mereka. Apalagi Mama Papa April baiknya minta ampun sama Jun.
Sering banget Bunda nitip Jun yang kalau pulang sekolah selalu sendirian di rumah ke Mama April. Bukan nggak mau bayar orang buat jagain Jun, tapi Jun ini waktu kecil emang titisan anaknya Lucifer alias nakalnya minta maaf. Nggak ada mbak - mbak yang betah sama Jun lebih dari sebulan. Mereka rata - rata bertahan sebulan demi gaji lalu ciao.
Dan Jun hanya jinak kalo di deket April. Mendadak jadi anak menggemaskan. Jadi Bunda minta tolong Mama untuk menitip Jun disana, yang tentu aja di iyakan tanpa keberatan. Mama jadi punya mata tambahan untuk mengawasi ulah anaknya.
“Makasih, Bang! Bulan depan ulang tahun Mei traktir juga yak!”
“Kok gue yang traktir! Lo lah! Masa sekertaris bos besar minta traktir sih”
“Kan lo bosnya. Jangan pelit - pelit lah sama Mei. terus bulan depannya lagi lo yang ulang tahun….”
“Gue juga yang traktir kalian?”
Mei meringis senang. “ Iyalah! Udah, Masuk dulu. Bye.”
Mei keluar lebih dulu. Dia langsung meraih tangan April saat gadis itu juga beringsut ke samping untuk buka pintu.
“Kenapa?” Tanya April heran.
“Maksudnya apa?”
Mukanya berubah cengo. Apaan sih, kok mendadak kenapa?
“Maksud lo sering bikin malu kalo jalan sama gue apaan?”
Oh. April mengangkat alis paham.
“Ya.. kan tadi lo denger sendiri Kak Mei bilang gimana. Gue kan suka ngasal kalo pake baju. Nggak peka sama situasi dan suasana, bikin malu.”
“Dasar bego.”