Bagian 11

2361 Words
Ketukan pintu membuat atensi gadis berambut hitam panjang bergelombang itu menoleh, tak lama wanita berusia 40 tahunan masuk ke dalam kamar dengan membawa segelas s**u coklat seperti biasanya. Gadis itu segera bangun dari posisinya, menatap sang Mama yang perlahan mendekat hingga duduk di pinggiran ranjang nya "Kamu belum tidur sayang? Udah malem loh. Kamu insom lagi ya?" tanya sang Mama dengan lembut, gadis itu hanya tersenyum tipis dan mengangguk. Dia sering di serang insomnia seperti ini. "Mama sama Papa udah bicarain soal keinginan mu itu" “Aku nggak mau maksa, Ma. Kalau Papa nggak setuju aku—“ “Papa setuju, Sayang” Mata almond itu mengerjap beberapa saat “Sungguh?” Wanita yang dipanggil Mama mengangguk seraya tersenyum, tangan lentik wanita itu perlahan mengusap surai hitam anak gadis nya dengan sayang. "Tapi ada satu syarat, setelah urusan kamu selesai kamu harus segera kembali ke sini. Mama sama Papa akan mengajukan surat cuti study buat kamu besok" wanita itu menjelaskan, si gadis langsung mengangguk dan tersenyum senang. "Kamu juga bisa sekolah sementara disana, Papa sama Mama akan mengurus semuanya, hanya untuk kamu. Kami tidak ingin kamu di bayang-bayangi oleh masa lalu itu terus menerus" "Iya, aku ngerti, Ma. Dan aku juga janji setelah semuanya selesai bakal kembali ke sini lagi" Mereka berdua saling berpelukan, "Tapi Mama sama Papa nggak bisa ikut kamu kesana sayang" Senyum lebar langsung lenyap, si gadis bersurai panjang melepaskan pelukannya, dia menatap sang Mama dengan sedikit kecewa. “Kenapa?” "Ada sesuatu yang harus kamu ketahui, sesuatu itu adalah alasan utama kenapa Mama sama Papa nggak bisa ikut kamu" "Apa ini semacam kotak Pandora, Ma? Yang kalau kotak nya di buka semua masalah akan muncul kembali" tebak si gadis berotak cerdas membuat sang Mama tersenyum tipis. Ya, kalau di ibaratkan memang akan seperti itu, mungkin bukan keluarga mereka yang akan membuka kotak pandora itu, tapi keluarga mereka akan terkena imbasnya jika kotak itu di buka kembali. "Iya sayang, seperti kotak pandora" jawab Mama si gadis dengan singkat nan lembut, lantas mengangsurkan gelas s**u. Gadis itu meneguknya hingga tandas, mengembalikan gelas kaca kepada sang Mama  “Kamu istirahat gih, nggak usah overthinking dan langsung tidur ya. Besok Mama sama Papa akan mengurus semua hal, kamu terima beres aja" wanita itu mengecup kening anaknya. Dia begitu menyayangi gadis yang resmi menjadi anaknya sejak beberapa tahun yang lalu. Wanita itu tidak bisa memiliki anak, alhasil sang suami mengusulkan untuk mengadopsi dari panti asuhan. Dan akhirnya mereka memilih gadis cerdas berwajah imut tersebut. Meski anak angkat, tapi pasangan suami istri itu sangat  menyayangi si gadis lebih dari apapun. “Iya, Ma. Good nite" "Sleep well sayang" (^_^)(^_^) Tissa menopang dagu dengan kedua tangan, matanya terkantuk-kantuk sedari tadi. Dia saat ini tengah berada di rumah sakit, menemani Mommy nya yang habis terkena musibah kecelakaan. Untung saja tidak terlalu parah sampai harus di operasi, cewek berpipi itu menatap sang Mommy yang masih senantiasa terpejam, belum sadarkan diri sedari tadi. Rasa khawatir terus menyelimuti hati dan pikirannya, dia begitu menyayangi wanita yang sudah melahirkan nya belasan tahun yang lalu. Pintu kamar inap terbuka, dan tampaklah wajah kusut laki-laki tampan, langkah kakinya menderap mendekati bangkar, netranya menatap sang istri yang terbaring tak berdaya. "Hai, Dad" sapa Tissa yang sempat di acuhkan keberadaan nya, cewek berpipi itu menarik sudut bibirnya sedikit "Baru pulang kerja ya? Duh, kasihan. Pasti capek banget, kerjaan Daddy pasti banyak banget ya? Sampe Mommy kecelakaan aja baru datengnya sekarang" tak ada rasa takut sedikitpun saat dia melontarkan sindiran itu kepada Daddy nya, Tissa sedikit marah lantaran saat dia datang tidak ada yang  menemani sang Mommy yang berjuang sendiri di kamar, tak ada Daddy nya yang menunggui. “Tissa..” “Chill, Dad. Pekerjaan masih diatas segalanya, right?" Kalau sudah seperti ini Daddy  tidak bisa membantah lagi. Toh percuma saja menjelaskan, ujung-ujung nya mereka berdua akan berantem. Yah, memang seperti itulah hubungan Tissa dan Daddy nya, seperti tikus dan kucing. Kalau kalian penasaran dimana Daddy Tissa tadi berada, jawaban nya adalah London. Hari ini ada meeting penting di negara ratu Elizabeth itu, meeting yang tidak bisa ia abaikan begitu saja lantaran menyangkut nasib perusahaan kedepannya. Di tengah meeting penting itu, dia mendapatkan telpon dari rumah sakit tempat sang istri di rawat, tanpa mempedulikan pekerjaan lagi pria itu langsung melesat menuju bandara, tujuan nya adalah Australia. Seandainya dia punya jet pribadi, pasti dalam waktu singkat sudah sampai, tapi sayang nya dia tak punya transportasi semacam itu. Samar-samar wanita yang tengah terbaring di ranjang itu menangkap adanya gelombang suara yang amat dia kenali. Suara suami dan anak nya yang tengah berdebat seperti biasanya, perlahan wanita itu mencoba membuka kelopak matanya untuk memastikan apakah suara itu benar suara kedua orang yang amat dia sayangi. "Babe.." lirih wanita itu, kini kepalanya berdenyut sakit. Dad and daughter itu spontan menghentikan perdebatan mereka, menatap sang Mommy yang perlahan sadarkan diri. Tissa mengembangkan senyum, dia ingin menanyakan kondisi Mommy nya, tapi malah keduluan Daddy menyebalkan itu. Akhirnya Tissa memencet tombol untuk memanggil dokter, sementara Daddy nya langsung menyerbu dengan pertanyaan. “Are you okay, Babe?” tanya Daddy Tissa sembari mengelus surai milik istrinya, kecupan singkat di daratkan pada kening sang istri.  Di tempatnya Tissa tak bisa menahan malu mendengar panggilan yang katanya sudah ada dari jaman mereka pacaran dan tidak berubah hingga belasan tahun lamanya. Kalau boleh jujur, rasa marah Tissa kepada Daddy sudah hilang saat dengan lembut pria itu memperlakukan Mommy nya penuh kasih sayang. Tissa senang melihat keromantisan kedua orang tuanya. Tak lama dokter datang dan segera mengecek kondisi Mommy Tissa, hanya beberapa saat. Menyampaikan kalau kondisi pasien mulai membaik, tidak boleh terlalu banyak berpikir dan bergerak terlebih dahulu dan dianjurkan untuk banyak beristirahat. Setelah dokter keluar kamar, Daddy Tissa kembali ber-romantis-romantis-ria dengan sang istri. “Mommy sama Daddy please deh, jangan mesra-mesraan di depan anak nya yang masih jomblo ini. Nyiksa banget” celetuk Tissa membuat kedua orang yang hampir saja melakukan kissing itu batal. Mereka lupa kalau masih ada Tissa di dalam kamar. Wanita berwajah pucat namun tetap cantik itu tersenyum  “Come here, sayang. Kamu nggak kangen sama Mommy, hm?” Tanpa disuruh dua kali Tissa langsung berjalan mendekat dan memeluk Mommy nya, tak lupa menjulurkan lidah ke arah Daddy yang langsung mengusap kepala Tissa dengan gemas. Kedua orang itu begitu menyayangi putri semata wayang nya, mereka sibuk dengan pekerjaan juga demi Tissa agar cewek itu mendapatkan semua hal yang di inginkan. “Mommy tau nggak, Daddy baru aja dateng pas Mommy udah mau sadar. Yang nemenin Mommy dari semalam cuma Tissa" “Hust! kedatangan Daddy yang bikin Mommy mu sadar, lagian makin gede kamu makin pinter ngadu ya” jawab sang Daddy membuat Tissa lagi-lagi menjulurkan lidahnya. Fix. Sifat annoying istrinya menurun 100% kepada Tissa yang punya pipi overload. “Dad, Tissa laper nih” sambung cewek berpipi itu sembari mengelus perut. Tanpa ba-bi-bu pria bersetelan kemeja itu mengeluarkan beberapa lembar uang yang langsung diberikan pada Tissa, cewek itu menerima lembaran uang dengan mata berbinar “Nih, yang lama ya. Mommy sama Daddy mau berduaan, awas kalo kamu ganggu” “Ya allah, Dad. Gitu amat sama anak sendiri" gerutu Tissa, tangannya menyambar tas kecil yang ada di sofa "Mom, Tissa pergi dulu ya. Nanti kalo Mommy pengen sesuatu telepon Tissa aja, oh iya sama satu lagi kalo Mommy di macem-macem in sama Daddy langsung lapor ke Tissa, biar--" “Babe, buang anak dosa nggak sih?” sela sang Daddy tak tahan akan ocehan useless anaknya “Daddyyyyy..!!!!” “Aw-aw-aw!” Tissa memukuli Daddy nya yang menyebalkan dengan membabi buta membuat pria berkemeja digulung itu langsung menghindar. Kebar-baran Tissa entah menurun dari siapa, kini kepala Mommy Tissa kembali berdenyut sakit lantaran melihat kekacauan yang dibuat oleh anak dan suaminya. "Babe, Tissa, udah ya jangan berantem lagi, kepala Mommy sakit nih" Tissa melepaskan cubitan di perut Daddy yang keras, itu perut atau batu, Tissa jadi penasaran. Mungkin nanti dia akan bertanya pada Mommy, karena hanya wanita itu yang tau apakah itu perut atau batu. Cewek berambut bob itu merapikan penampilan nya, lantas ber saliman dengan sang Mommy "Tissa pergi dulu, Assalamualikum" pamitnya, menyempatkan diri mengecup kening sang Mommy dengan sayang. "Sama Daddy nggak pamitan?" Langkah kaki Tissa terhenti, cewek itu meniup poninya dengan lelah lantas menoleh kebelakang, mengembangkan senyum yang di buat-buat membuat kesan yang ditimbulkan malah creepy "Tissa cari makan dulu ya, Abi. Nanti Tissa kembali lagi, Abi jangan kangen sama anak perawan satu-satunya yang cantik ini" "Daddy, Tiss. Jangan Abi" "Iya, Abi" "Dasaaarrrr..!" Tissa keluar kamar dengan terbahak-bahak melihat wajah Daddy nya yang menahan kesal karena ejekan nya, dia memang seperti itu kalau sama Daddy nya. Setelah anak bar-bar nya keluar kini Daddy Tissa mendekat lagi ke bankar, pria itu menggeleng-geleng membuat sang istri terkekeh “Anakmu tuh, Babe” celetuk dia dengan lemah. “Bar-bar nya mirip kamu tapi” “Nggak ah” “Udah nggak ada Tissa, gimana kalau kita..” Cklek. Senyum di wajah Mommy Tissa timbul saat melihat raut wajah sang suami yang murung, pria dengan wajah yang semakin tampan di usianya yang sudah berkepala empat itu menoleh “Maaf, maaf, ponsel Tissa ketinggalan” setelah mengambil benda pipih itu Tissa menatap sang Daddy yang balas menatapnya garang. “Daddy gue serem” gumam Tissa. “Tissa! Daddy denger ya!” “Ampuun, Daaaddd..!” Lima menit terlewati dengan keheningan, Daddy Tissa tidak ingin acara mesra-mesraan dengan istri yang sudah dia tinggal selama beberapa hari harus terganggu karena kemunculan setan berpipi. Ya lord, ucapan adalah doa. Daddy tarik kembali ucapan dia yang mengatai Tissa anak setan “Ada yang salah, Babe?” Pria itu menoleh, lantas menggeleng sembari tersenyum masam. “Cuma jaga-jaga kalau Tissa muncul lagi” “Sudah, dia sudah pergi kok” Keduanya sama-sama terdiam tanpa pembicaraan dan acara mesra-mesraan, sang istri melihat wajah sang suami yang sepertinya tengah dilanda kebingungan. Tangan lentik nan pucat itu menggenggam tangan kokoh milik sang suami, menyalurkan kekuatan dan keyakinan. Senyum manis merkah, membuat Daddy Tissa tak tahan lagi, pria itu mendekatkan wajahnya ke wajah Mommy Tissa yang langsung memejamkan mata, dan kissing terjadi. Setelah beberapa saat, Mommy Tissa melepaskan kissing seru mereka lantas mengusap bibirnya yang basah "Kamu kenapa?" tanya wanita itu dengan tulus, sang suami duduk di kursi samping bangkar, menggenggam erat jemari istrinya. Diciumnya punggung tangan itu berkali-kali, “Kakak mau pindah” Mommy Tissa sudah  menduga nya, dia sangat mengenal kakak dari suaminya yang tidak pernah menyanyi kan kesempatan meski hanya sedikit, setelah penantian belasan tahun yang kakak iparnya korbankan kini akhirnya membuahkan hasil, tapi lagi-lagi ada hal yang harus dia korbankan, yakni pekerjaan nya "Apa keputusan itu sudah bulat, Babe?" tanya Mommy Tissa. Daddy Tissa mengangguk lemah, "Iya, kakak sudah menyiapkan semuanya. Dia nggak ingin kehilangan lagi" ucap pria itu yang hanya di balas senyuman oleh Mommy Tissa "Mungkin aku yang terlalu overthinking, kalau mereka sampai bertemu aku takut masalahnya akan berimbas pada keluarga kita" "Tissa ya,.." gumam sang istri yang langsung mendapatkan anggukan kepala "Biar aku yang handle dia nanti, kamu nggak perlu khawatir" mereka sama-sama mengembangkan senyum, senyum yang saling meyakinkan satu sama lain, hingga wajah mereka kembali memangkas jarak, Mommy Tissa kembali menutup matanya, baru saja bibir mereka saling menempel, getaran  ponsel sang istri membuat mereka batal kissing untuk yang kedua kalinya  “Tissa yang telfon, Babe” “Anak itu bener-bener deh, tobat-tobat” (^_^)(^_^) Ketukan pintu membuat pria berkaos hitam yang berhasil  mengekspos bentuk tubuh atletis nya itu mengalihkan perhatian dari selembar foto wanita berambut cokelat yang tengah dia pegang. Diletakan nya foto itu di atas meja, lantas berjalan membuka pintu Apartemen.  “Selamat siang, Tuan” “Siang” “Ada kiriman paket atas nama Kendirc Abraham” “Terima kasih” Wajah berjambang tipis dengan gurat dewasa yang menambah kadar ketampanan nya itu kembali menutup pintu saat si pengantar tadi pergi, netranya menatap amplop coklat yang tengah di pegang, menebak apa isi amplop tersebut. Pria itu kembali duduk di tempatnya semula, tangan nya tergerak untuk langsung membuka dan melihat isi amplop yang dikirimkan untuk dia. Ya, teman-teman. Pria itu adalah Kendric Abraham. Dia masih hidup! Pria itu berhasil membohongi seluruh dunia selama belasan tahun lama nya, siapa yang membantu menutupi kebohongan itu? Tentu saja sahabatnya, Rido Mahesa Gunawan dan juga keluarga Wijaya. Dan dimana pria itu selama ini?  Ken menghabiskan 5 tahun di Australia, 5 tahun di Amerika dan kini dia menetap di London selama kurang lebih 7 tahun. Kenapa dia memilih London? Alasan nya tentu saja karena Radista dan anak nya juga berada di negara Harry Potter tersebut. Meski tidak pernah muncul secara langsung, tapi Ken mengikuti setiap perkembangan mereka berdua, lewat seorang spy yang dibayar nya. Kini, setelah bertahun-tahun hanya bisa menatap dari kejauhan, sekarang Ken merasa punya kesempatan untuk bertemu langsung dengan anak laki-laki nya. Remaja 17 tahun itu kini tengah berada di Indonesia, negara yang sebenarnya sangat dia jauhi lantaran menyimpan terlalu banyak kenangan. Tapi demi River, Ken akan kembali.  Ponsel Kendric bergetar, pria itu menaruh beberapa lembar foto yang barusan dia keluarkan dari amplop coklat, melihat siapa yang berani menelpon nya di saat hari sudah larut malam seperti ini. "Setan Aussie Junior"  Nama itulah yang terpampang di layar ponsel milik Ken. Dengan setengah hati pria itu menggeser tombol hijau dan menempelkan benda pipih berlogo apple di telinganya “Hai, Om..Omegot!” “Salah sambung!” “Eits, jangan ngambek dong, Om. Aku lagi sedih nih” sela keponakan laknatnya yang kemarin baru minta dibelikan Audi A5 yang sekarang tergeletak tak terpakai di garasi rumah nya. Padahal kalau kalian tau, umur keponakan Ken baru menginjak 17 tahun, dan permintaan nya sudah luar biasa. “Om nggak peduli” “Ck. Ini soal River tau” Nah, iya. Jadi, setelah River pindah ke Indonesia pria itu juga mencari mata-mata untuk mengawasi anaknya. Dan kebetulan keponakan laknat nya itu satu sekolah dengan River, dia menyetujui dari spy asalkan imbalan nya adalah Audi A5. “Apa?” “Audi A5 nya aku udah sampe tadi, thanks ya, Om” Ken mengelus d**a, memang harus bersabar menghadapi keponakan turunan setan Aussie itu. Ya, sampai sekarang Ken masih sering memanggil Hen dengan sebutan Setan Aussie. “Please ya, Om sibuk. Kamu ada informasi soal River apa?” Si penelpon mendengus, dasar om-om tidak sabaran. “Jadi, River lagi suka sama cewek cantik yang rambutnya bob, terus punya mata almond indah, cewek nya juga pinter, dia—“ “Bye!” Dengan hati yang dongkol Ken segera mematikan sambungan telepon tidak jelas dari keponakan nya, lantas berlanjut mendial nomor ponsel adiknya. Terdengar nada sambung ketiga barulah telepon itu diangkat. “Heh. Cariin informan yang lebih pintar dari anak lo. Bisa darting gue lama-lama ngadepin ocehan nya dia” Setelah misuh-misuh di telepon Ken terdiam, menunggu jawaban adik nya “Gue angkat tangan, Kak” “Bangs—“ Telepon terputus.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD