Bagian 21

2365 Words
Mommy Ra memeluk kedua anak remaja yang beberapa hari terakhir ini menghabiskan waktu bersamanya di London. Wanita itu menyukai teman anaknya, dia merasa sudah punya dua anak sekarang. Kalau di lihat-lihat Regan juga nyaman berada di samping dia. Syukurlah, setidaknya cowok itu sudah tidak sedih lagi. “Kalian jaga diri baik-baik selama disana” pesan Mommy Ra sembari mengusap kepala kedua anaknya dengan sayang. “Inget kata-kata Mommy semalam ya, kalau ada masalah jangan kabur-kaburan. Regan, juga” lanjut wanita itu, dia mengalihkan tatapannya pada Regan. “Jangan memaksa kalau memang mereka tidak ingin bercerita ke kamu, mereka pasti punya alasan untuk melakukan itu semua. Tante nggak tau masa lalu siapa yang ingin kamu ketahui, tapi yang pasti kalau kedua orang tua kamu enggan berarti masalahnya nggak kecil" Regan mengangguk faham, suara Mommy Ra mirip sekali dengan suara psikiater handal. Lembut dan menenangkan membuat kita sulit menolak untuk tidak bercerita tentang semua hal. Regan memang sempat curhat di depan perapian semalam, dia mengeluarkan semua unek-unek yang selama ini disimpannya rapat-rapat. Regan juga bercerita tentang kenapa dia bisa bertengkar dengan kedua orang tuanya, minus kalau sebenarnya masa lalu keluarga River lah yang ingin ia ketahui. “Makasih ya, Tan. Berkat Tante juga aku bisa berfikiran terbuka sekarang” celetuk Regan, dia tersenyum “Nggak heran kalau River punya sikap yang cukup dewasa dan nggak gampang meledak-ledak” “Nggak juga, buktinya gue meledak tuh pas bertengkar sama Bang Arsen” sela River, Mommy Ra hanya tersenyum tipis. Regan meninju bahu River, membuat sang empu memasang ekspresi seolah-olah merasa tersakiti “Lo meledak karena udah lama menahan emosi, maksud gue tuh kalo ada masalah lo nggak gampang kepancing gitu aja” “Iya, iya, apa kata lo aja deh” “RIVER!” Ketiga orang yang saat ini tengah berdiri itu menoleh dan mendapati pria dengan badan atletis yang punya wajah tampan. River mengembangkan senyum, sementara Regan diam karena tidak mengenal siapa pria itu “Uncle Zee” panggil River. Mommy Ra menatap atasan nya itu dengan dongkol, ngapain sih manusia bunglon itu kemari? “Fortunately it’s not to late, my son!” “Stop calling River your son, Zee!” tegur Mommy Ra. Zee tidak mendengarkan karena laki-laki itu terfokus pada 'calon anaknya'. Zee memeluk River, lantas mengusap-usap kepala remaja yang sudah di anggap sebagai anak nya sendiri, Zee juga yakin suatu saat nanti River memang akan jadi anak nya. Atensi laki-laki berwajah tampan yang mempunyai jambang super tipis khas para duda itu menoleh kearah Regan “Who he is?”  tanya dia penuh minat. River ikut menoleh ke arah Regan “My friend, from Indonesia. He is Regan” cowok ber netra sipit itu mengenalkan Regan yang langsung tersenyum canggung, saat remaja itu hendak menyalami, Zee malah langsung memeluknya membuat Regan tersentak. “Waah, you look so handsome, Boy” Tak menyangka akan diperlakukan sebegini hangat nya Regan masih terdiam, bahkan mereka lebih hangat dari kedua orang tuanya sendiri. Regan jadi iri kepada River yang dikelilingi oleh orang-orang yang super friendly “Thank you, uncle” jawab Regan, Zee melepaskan pelukannya, kini laki-laki itu menatap kearah Mommy Ra yang malah membuang muka dan melipat tangannya di depan d**a.  Huh! menghadapi wanita itu memang harus super sabar, Zee sudah sering dicuekin oleh Mommy Ra. Tapi itulah yang membuat Zee semakin ingin mendapatkan berparas ayu itu, meski galak Zee tau kalau sebenarnya Mommy Ra itu baik dan perhatian. “Do not look at me!” “Waaah, still fierce. When will you change, Noona?” goda Zee, prinsip laki-laki itu setiap menghadapi Mommy Ra adalah semakin menyebalkan wanita itu maka dia akan semakin sering menggodanya. River dan Regan melempar tatapan geli, kalau River sih sudah sering melihat hal semacam ini. Tapi kalau Regan mungkin baru pertama kalinya “Lucu ya mereka” celetuk cowok dengan senyum yang sangat manis itu. River mengangguk menyetujui, cowok itu mengecek jam yang melingkar di tangan, sudah waktunya boarding. “Mommy, uncle Zee, please stop. Now it’s time for us both to go” Kedua orang tua itu menoleh, Mommy Ra mengangguk. Dia memeluk putra semata wayang nya sekali lagi lantas mendaratkan kecupan di kening River, wanita itu juga melakukan hal yang sama kepada Regan. Jujur, dia sudah menganggap teman River itu adalah anaknya sendiri. “Take care of my Mom for me, Uncle Zee” ucap River sembari memeluk laki-laki yang secara tidak langsung sudah di anggap sebagai pengganti Daddy. River suka dengan Zee, laki-laki itu baik dan memperlakukan dia maupun Mommy Ra dengan tulus. “Yes, my son. Your Mommy is safe with uncle” “I believe in you, uncle Zee” jawab River terakhir kali, mereka berdua berjalan untuk boarding “Bye, Mom. Bye Uncle Zee” “Bye, River, Regan!!” Mommy Ra menatap punggung yang perlahan menjauh dengan senyuman di bibir, dia berhasil membesarkan River hingga di titik ini sendirian, bolehkan Mommy Ra sedikit bangga kepada dirinya sendiri? Senyum wanita itu perlahan lenyap saat netranya tak sengaja menatap sosok yang,..  "Ra, hei. What happen with you?" Zee spontan menangkap tubuh Mommy Ra yang tiba-tiba terhuyung ke belakang, wanita itu juga tiba-tiba berubah gemetar.  "RIVER!" Percuma, teriakan Mommy Ra tidak akan pernah bisa didengar oleh River lantaran cowok itu sudah tidak tampak di depannya. Zee segera membawa Mommy Ra pergi dari tempat itu, banyak pasang mata yang menatap wanita pujaan nya dengan heran. Bukan hanya mereka, Zee pun heran ada apa dengan Mommy Ra? (^_^)(^_^) Perjalanan mereka masih panjang, baru terlewati 10 jam. Regan dari tadi fokus dengan majalah fashion yang tengah di bacanya, sedangkan Regan yang tak tertarik sama sekali lebih memilih untuk tidur dan sesekali bangun untuk makan cemilan. Seperti saat ini, Regan hanya diam sambil menatap keluar jendela, entah apa yang di lihat lantaran hari sudah malam. "Lagi mikirin apa sih, Re? Orang rumah?" Regan terdiam beberapa saat sebelum menjawab ucapan River "Lo inget Ira nggak? Cewek yang buat gue di protes sama penumpang bis bertingkat merah" Ya, Regan memang belum menceritakan soal pertemuan nya dengan Ira kepada River. Selain belum ada waktu yang tepat, dia juga harus berpikir dua kali lantaran River itu tidak bisa di tebak. Kadang suka sekali bercanda dan tidak pernah serius, kadang juga dia terlihat sangat serius membuat Regan harus memastikan nya dulu. River menutup majalahnya, netranya menerawang ke atas mengingat kejadian kemarin. “Iya, gue inget. Kenapa? ternyata bukan dia?” Senyum di wajah Regan timbul “Itu beneran Ira, gue nggak mungkin salah lihat. Demi apapun gue seneng banget, Ver. Apalagi pas dia genggam tangan gue dan peluk gue, rasanya udah seabad nggak ketemu” “Sesayang itu lo sama dia?” Dengan semangat Regan mengangguk, dia memang menyayangi Ira, bahkan lebih-lebih. Kalau tidak, buat apa Regan menjomblo selama bertahun-tahun di saat dia bisa pacaran dengan cewek manapun “Terus gimana sama Kak Amanda, Re?” tanya River lagi, cowok bermata sipit itu tidak paham dengan jalan pikiran Regan yang gampang sekali berubah. Baru beberapa hari yang lalu dia mengatakan kalau tertarik dengan Amanda, tapi jika di lihat sekarang Regan benar-benar memberikan seluruh hatinya untuk cewek bernama Ira tersebut. Regan diam, dia melupakan Amanda. Bagaimana ini? “Gue masih belum mikirin Amanda, terlalu banyak hal yang harus gue pikirin, Ver. Dan gue milih buat lupain masalah Amanda dulu, saat ini gue lagi bahagia dengan Ira yang sudah kembali. Lo tau nggak?" Dengan ragu River menggeleng. “Ira bakal kembali ke Indonesia!” jawab Regan bersemangat, tadi cowok itu mode sad boy, sekarang udah berubah jadi weird boy. Memang benar, menurut River, Regan itu type cowok yang moody an “Ntaran deh, gue kenalin lo sama Ira. Tapi awas aja kalo sampe lo suka sama dia, baku hantam kita” Entah dapat angin dari mana River tiba-tiba tertawa “Lo mau baku hantam sama gue? gara-gara cewek? child banget” “Yeu! lebih child elo kali yang punya masalah malah kabur” “Sini deh” bisik River, Regan dengan ragu mendekat “Ngaca please!” desis si perfect smile lip and eye itu dengan tajam, bukannya emosi Regan justru tertawa. Ternyata mereka berdua masih sama-sama child, tapi masalah mereka sudah sebegitu rumitnya. Tak ada pembicaraan lagi lantaran Regan berjalan menuju toilet. River hendak membaca kembali majalah fashion yang sudah di ulangi 3x, tapi tangannya mendadak kebas membuat majalah itu jatuh kebawah. River menunduk untuk mengambil, detik-detik sangat berharga lantaran saat itu Kendric Abraham melintas di samping River untuk kembali ke tempat duduk nya setelah menyelesaikan panggilan alam di toilet. Tapi sepertinya keadaan masih belum mengizinkan Daddy and Son itu untuk bertemu. (^_^)(^_^) Indonesia. Arsen menatap cewek berpipi chubby yang ada di depannya dengan datar, dia masih marah lantaran Tissa kemarin sempat memusuhi nya karena River dan Regan. Biar bagaimana pun tindakan Tissa kali ini salah, maka dari itu Arsen ikut ngambek. Untung saja tidak sampai putus. “Gue harus apa dong biar lo maafin gue, Sen?” tanya Tissa, cewek itu sudah pasarah lantaran sedari tadi Arsen masih diam dan hanya menatap nya dengan datar. “Udah sadar sekarang?” “Ya, maap. Kan kemaren gue khawatir sama River juga Regan” “Alasan” Tissa menghela nafas “Ya terus gue harus gimana? please maafin gue ya, Arsen gamtenk pacarnya Tissa” Sudut bibir Arsen naik sedikit, susah memang bermusuhan dengan Tissa untuk waktu yang lama. Buktinya sekarang cowok itu sudah sangat gemas dengan wajah kiyowo  pacar satu-satunya itu, tapi dia harus tetap menahan karena Tissa tidak akan sadar kalau Arsen langsung memaafkannya begitu saja. “Sen, jangan ngelamun ih!” “Oke, gue bakalan maafin lo. Tapi dengan satu syarat” “Apa?” “Kiss me or hug me?” Spontan Tissa melemparkan bantal yang sedari dia pegang kewajah Arsen, mereka saat ini tengah berada di rumah Arsen dan meskipun tidak ada siapapun di ruang tamu, seharusnya Arsen tidak pantas untuk meminta hal yang seperti itu. Alhasil kini Tissa yang ngambek, cewek itu melipat tangan di depan d**a, bibirnya manyun sesenti, tatapan nya kesal ke arah Arsen. “Dajjal! bukan muhrim" Wajah kesal Tissa membuat Arsen semakin gemas, tanpa izin cowok itu langsung memeluk pacarnya. Mendekapnya ke dalam pelukan membuat Tissa meronta, tapi percuma lantaran tenaganya tak sebanding dengan tenaga Arsen. Deheman wanita berusia pensiun membuat keduanya langsung terdiam, Arsen juga spontan melepaskan pelukan Tissa. “Mama” panggil Arsen, wanita itu tersenyum. “Kalian kenapa berantem terus sih?” tanya Mama Mirna, wanita itu duduk di depan Arsen dan Tissa. Cewek berpipi chubby itu tersenyum canggung “Habisnya Arsen nyebelin, Oma” adu Tissa, Arsen melotot ke arah pacar s***h sahabatnya itu “Tuh kan, masa Tissa di plotot in gitu, Oma. Kan merinding jadinya” “Tissa, Arsen” panggil Mama Mirna dengan lembut membuat keduanya langsung memfokuskan atensi  pada wanita berkulit keriput namun tetap terlihat sehat dan cantik “Hari ini River akan pulang, Mama minta terutama sama kamu Arsen, jangan buat dia tidak nyaman tinggal disini. Mama tau kalian punya janji masa kecil, tapi tolong jangan ingatkan itu lagi pada River ya? bisa kan?” sebelum Arsen menjawab Mama Mirna mengalihkan tatapannya pada Tissa. “Dan buat Tissa, Oma merestui kamu sama Arsen buat pacaran. Oma juga akan bantu River buat hilangin perasaan dia ke kamu. Tapi Oma minta jangan tinggalkan River ya?” Tissa dan Arsen melemparkan tatapan satu sama lain, lantas dengan pelan mereka mengangguk. Tidak ada alasan untuk membantah ucapan Mama Mirna lantaran apa yang di ucapkan oleh wanita itu seharusnya tidak menyulitkan mereka berdua. Mama Mirna bangkit “Oh iya satu lagi, Mama nggak tau hubungan kalian mau sampai ke tahap apa. Tapi sebelum berlanjut ke jenjang yang lebih serius ada baiknya kalau keluarga kita bertemu sama keluarga nya Tissa dulu buat membicarakan  banyak hal, khususnya tentang perbedaan kepercayaan kalian” “Iya, Oma. Tissa paham” “Oma kedalem dulu, kalian lanjutin berantem nya” Setelah di tatar sedemikian rupa, bagaimana mereka bisa melanjutkan acara berantem tadi? yang ada mereka berdua malah merenungkan nasib masing-masing. “Arsen, damai ya?” tanya Tissa setelah suasana damai menyelimuti mereka sejenak, cowok dengan wajah blasteran Indo-Surga itu menoleh lantas mengangguk. Dia mendaratkan satu kecupan di kening Tissa “Nggak usah terlalu dipikirin, mendingan kita menikmati apa yang ada sekarang” Senyum di wajah Tissa timbul, lantas mengangguk. Cewek berpipi itu menggenggam erat tangan Arsen, dia bersyukur lantaran bisa bersama cowok sebaik Arsen. Urusan gimana kedepan nya, ya tinggal jalan in saja. Kalau memang mereka bukan jodoh ya sudah, kalau jodoh ya alhamdulillah. “Sen, lo kenal Kak Mita?” “Cewek berandal itu?” Tissa mengangguk “Gue sempet ada masalah sama dia kemarin” kata Tissa, dia memperbaiki posisi duduknya “Nggak tau sih awalnya gimana, tapi dia tiba-tiba nyamperin gue dan tampar pipi gue yang gemol ini” lanjut cewek itu sembari mengusap pipi nya “Kak Mita nyuruh gue buat putusin elo, ya awalnya gue sempet hopeless sih. Terus tiba-tiba pas gue  mau berangkat sekolah bibi nganterin amplop coklat ke kamar dan lo tau isinya apa? Semua fakta tentang Kak Mita yang bisa gue gunain buat ngancem dia. Berhasil dong, tapi gue nggak tau siapa yang kirim tuh amplop. Padahal gue mau berterima kasih banget sama dia" “Terus?” “Gue kaget” Cowok berdimple di kedua pipinya itu mengerutkan kening. Tissa yang tau kalau Arsen semakin penasaran, dia melanjutkan ucapan nya “Lo tau, ternyata dia anak di luar nikah. Bokap nya suka mainin wanita gitu. Terus pas wanita itu ngelahirin Kak Mita, bayinya langsung ditinggalkan gitu aja di rumah sakit” “Maksud lo Mita yang di tinggalin di rumah sakit?” Tissa mengangguk “Ya, akhirnya Papa nya yang ngerawat. Sebenernya nggak ngerawat juga sih. Orang Kak Mita di rumah di besarin sama pembantunya, sementara Papa Kak Mita selalu sibuk dengan kerjaan dan akhirnya menikah sama janda" “Tiss, lo tau nggak?” “Apa?” “Mita punya saudara" "Terus?" "Dan saudaranya itu Amanda. Dalam arti lain, bisa jadi yang kirim amplop coklat ke rumah lo itu dia" Tissa terdiam beberapa saat, mencerna ucapan Arsen barusan. Jadi, yang membantunya adalah Amanda? Kalau dia memang benar saudara nya Mita, jelas saja cewek itu tau segala hal. Dan saat Tissa curhat di toilet, Amanda juga sering keceplosan, apa di Bina tidak ada yang tau soal ini? "Hubungan mereka nggak ke-publish. Papa Manda nggak mau sampai Manda dijauhi teman-teman di sekolah lantaran tau kalau sebenarnya dia adalah saudara Mita, meski hanya saudara angkat" "Lo tau banyak banget deh kayaknya" "Manda sendiri yang cerita ke gue" jawab Arsen santai, “Lo laper nggak?” Dengan semangat cewek itu mengangguk, setelah bercerita sepanjang dan selebar itu perutnya mendadak jadi lapar. Apalagi dari dapur tercium aroma masakan yang membuat perut Tissa langsung keroncongan “Omaa!! Tissa laperrr” Yah, begitulah Tissa. Dia sudah sangat dekat dengan keluarga Purnama. Jadi, meskipun sekarang cewek itu adalah pacar Arsen tingkahnya pun akan tetap sama, Tissa tidak mau bersikap munafik dan cari muka di depan siapapun. “Tissa! cewek nggak boleh teriak-teriak ya” “Hehe, maapkeun lah, Oma”            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD