Kembali Ke Indonesia

2291 Words
Lima tahun kemudian… Pada penerbangan internasional sebuah pesawat ternama, seorang wanita yang sudah tak sepolos dulu itu duduk dengan kepala menunduk dan kepala yang sedikit terantuk-antuk karena kini dia tertidur. Kelas ekonomi di pesawat ini membuat tidurnya menjadi kurang nyaman, namun rasa lelah dalam mempersiapkan mempersiapkan perjalanan ini sangat tak terbendung lagi hingga Aubrey bisa tetap ketiduran di dalam pesawat. Akhirnya setelah lima tahun ia menghilang begitu saja, meninggalkan semua trauma dan rasa sakitnya, ia pulang ke negaranya. Aubrey pulang ke kota Jakarta, Indonesia. Namun kepulangannya kini berbeda, ia tak lagi sendiri, melainkan bersama dua anak kecil berusia lima tahun yang duduk disampingnya dan berhasil mencuri perhatian banyak penumpang di pesawat ini. Bocah laki-laki itu mengenakan kemeja kotak-kotak, celana jins abu-abu pendek selutut, rambutnya berwarna cokelat gelap dan terlihat halus, sepasang mata besar dengan iris cokelat muda itu sangat indah seterang permata, hidungnya mancung, kulitnya halus khas kulit anak-anak, bibirnya tipis dan merah, anak ini benar-benar tampan dan menarik perhatian siapapun yang melihatnya. Di sampingnya, seorang gadis kecil seperti boneka dengan usia yang sama, dengan rambut cokelat gelap sepanjang pinggang, ponil tebal menutupi dahinya yang putih, dengan jepit rambut mutirara yang mengkilap berhasil semakin mempercantik rambutnya. Sepasang mata besar sebening kristal yang cerah persis seperti anak laki-laki disampingnya, wajah kecil mereka berdua sangat lucu, mulut gadis kecil itu kecil sedikit cemberut karena sedang memakan lolipop. Sangat imut sehingga orang tidak bisa mengalihkan pandangan darinya. Bocah laki-laki itu bergerak resah, sadar jika ada dua orang remaja memegang ponsel dan mengarahkan kamera kearah dia dan adiknya. Remaja itu pikir, dua orang anak kecil ini tidak akan masalah jika diri mereka difoto diam-diam, namun nyatanya bocah laki-laki itu berani menegurnya. “Kakak, jangan potret lagi secara diam-diam! Aku bakal marah dan bilang ke ibu kalau kakak memotret lagi!” bocah laki-laki itu berbicara dengan wajah dan nada serius. Tapi dua orang remaja berusia sekitar dua puluhan tahun yang tadi memotretnya malah tersenyum karena merasa bocah laki-laki itu pintar bicara dan terlihat lucu. Pada akhirnya mereka tetap menurunkan ponsel dan tidak lagi memotret mereka berdua. “Ya Tuhan, anak kecil itu lucu sekali. Cantik, jadi pengen nyulik, deh!” “Kamu tidak lihat ada seorang wanita disampingnya? Ibunya ada disini. Jangan bicara sembarangan. Yang dimaksud wanita itu adalah Aubrey, dia masih tertidur. Kulit Aubrey terlihat putih dan halus, wajahnya tirus, pipinya kemerahan, rambutnya yang sepanjang pinggang ditarik ke satu sisi olehnya dan dikuncir kuda sesuka hati. Dengan t-shirt hitam longgar yang menutupi tubuh bagian atasnya dan sepasang celana pendek denim, dia terlihat sangat santai namun kesan cantik tetap melekat pada tubuhnya. “Kakak mau bangunin ibu? Kayaknya ibu belum sarapan.” Gadis kecil itu memandang bocah lelaki disampingnya dan bertanya. “Biarin ibu tidur sebentar. Tadi malam ibu nggak tidur.” Ia lalu menatap kearah jendela. “Ini juga belum siang.” Obrolan anak-anak memang sedikit susah dimengerti. Namun bocah laki-laki itu memiliki sifat dewasa sebelum waktunya karena ia merasa bertanggung jawab melindungi ibu dan adiknya walaupun tanpa ayah. Sedangkan adiknya masih polos, imut dan selalu tenang. “Kasihan ibu, nggak tidur di tempat kerja semalaman.” Ada sentuhan kasihan dalam wajah imut gadis kecil yang lucu itu. “Makannya, jangan sering buat ibu marah nanti dan harus nurut sama ucapan ibu. Seperti yang sering ibu bilang ke kita.” Bocah laki-laki bernama Max itu menyentuh tangan saudari perempuannya dan memberi pesan seperti orang dewasa. “Oke, Mia akan selalu nurut ucapan ibu!” Wajah kecil Mia yang lembut itu langsung dipenuhi oleh senyuman berseri. Setengah jam kemudian, pesawat mereka tiba di Bandara Internasional Soekarno Hatta Kota Jakarta. “Pesawatnya sudah mendarat!” Mia berteriak senang. “Yeayyy!” “Ibu, pesawatnya sudah mendarat. Ayo kita turun sekarang.” Max mengulurkan tangan pendeknya, dengan lembut mengguncang pelan tangan Aubrey dan berbisik di telinganya. “Hm? Sudah mendarat, ya?” Aubrey bangun, ia mengulurkan tangan dan mengusap matanya. Lalu menunduk menatap dua buah hatinya yang lucu itu. “Maaf ya, ibu ketiduran. Ibu capek banget. Kalian sudah makan belum tadi?” “Makan! Mia dan Kak Max makan roti dan s**u dari kakak pramugari cantik tadi. Ibu mau? Kalau mau Mia pesankan lagi ke kakak pramugari tadi.” Celoteh Mia dengan lucu. Aubrey menggelengkan kepalanya dan tertawa kecil. “Ibu nggak lapar. Yaudah yuk turun, pesawatnya sudah mau kosong.” Aubrey kemudian membantu melepaskan sabuk pengaman anak-anaknya. Lalu berjalan keluar dari kabin dengan memegang Max di tangan kanan dan Mia di tangan kiri. Lagi-lagi ia menjadi pusat perhatian karena kecantikannya dan juga kharisma anak kembarnya yang lucu itu ketika turun dari pesawat. Setelah lima tahun berlalu, akhirnya Aubrey kembali! *** Tubuh Aubrey memang rasanya sangat lelah sekali. Semalam ia lembur di kantornya karena ada seorang aktris Jepang yang datang ke butik miliknya untuk melihat gaun pernikahan pesanan aktris tersebut yang sudah tujuh puluh persen jadi. Namun ternyata ada beberapa revisi di bagian pinggang, belahan dadaa dan juga ekor gaun pengantin yang ingin ditambahkan swarovski. Selama lima tahun meninggalkan Indonesia, Aubrey tinggal di Macau begitu mengetahui dirinya sedang mengandung dan kini menjadi desaigner baju yang cukup ternama di Macau. Beberapa aktris terkenal dalam negeri maupun luar negeri, kalangan sosialita dan pejabat tak jarang memesan gaun pesta atau gaun pengantin di butik milik Aubrey yang awalnya hanya ia promosikan melalui web serta media sosial. Butik yang berada di sebelah rumahnya itu cukup membantunya untuk dapat selalu mengecek keadaan anak kembarnya, dan pekerjaan ini juga membantu Aubrey mengumpulkan uang untuk menopang hidupnya dan kedua anaknya. Aubrey bahkan tak menyangka, jika di malam itu, malam yang menimbulkan trauma besar dalam dirinya bisa menambah bebannya. Aubrey hamil, ia sampai bertekad ke rumah sakit untuk menyingkirkannya, namun menggugurkan kandungan di Indonesia merupakan hal yang illegal. Aubrey memutuskan pergi ke Macau agar bisa menggugurkan kandungannya, namun sekertaris keluarga Gabriel Sebastian yang mengetahui kehamilan Aubrey langsung mencegahnya dan memberikan beberapa nasehat. Nama sekertaris keluarga Gabriel adalah Pak Henry—pria yang mengabulkan keingannya. Masih jelas di ingatannya lima tahun yang lalu, ketika Henry berkata pada Aubrey bahwa tuan mudanya akan mengabulkan semua permintaan Aubrey. “Aku ingin meninggalkan negeri ini tanpa ada seorang pun yang tahu kemana aku pergi, termasuk tuan mudamu.” Bisik Aubrey. Henry sampai mengernyitkan dahi dan terdiam sesaat mendengar permintaan Aubrey. Ia kemudian menegakkan tubuhnya dan menatap Aubrey dengan ragu. “Bukankah kamu bilang tuan mudamu bisa mengabulkan semuanya?” tanya Aubrey sambil menekan kata bisa untuk meminta kejelasan. “Baik, nona. Akan saya kabulkan permintaan Anda.” Henry pada akhirnya mengabulkan permintaan Aubrey. Namun Aubrey butuh waktu untuk pindah dari Indonesia, karena ia tidak ingin kembali lagi ke negeri ini dan berangkat ke Macau tanpa ada yang mengetahui kemana sebenarnya ia pergi. Sampai sebulan kemudian, pada akhirnya Aubrey mengetahui jika dirinya tengah hamil. Sungguh pada awalnya ia langsung ingin menggugurkan kandungannya begitu pihak rumah sakit menyatakan bahwa dirinya hamil. Tapi sepertinya, setelah berhubungan dengan Gabriel, Aubrey merasa jika dirinya sudah dimata-matai dan selalu diawasi. Pasalnya, tiba-tiba saja seusai pulang dari bekerja paruh waktu di florist kala itu, ada sebuah mobil suv mewah berwarna hitam yang menunggunya di depan florist. Pintu penumpang kaca mobil itu diturunkan begitu Aubrey keluar dari florist. Disitulah ia melihat Pak Henry—sekertaris keluarga Gabriel Sebastian. Seorang bodyguard kemudian turun dari kursi penumpang depan dan membukakan pintu penumpang belakang untuk Aubrey. “Silahkan, nona. Pak Henry sudah menunggu Anda.” Ucapnya. “Saya?” Aubrey menunjuk dirinya sendiri dengan bingung. “Cepatlah masuk, nona muda. Waktu kita tidak banyak.” Perintah Henry, meminta Aubrey masuk kedalam mobil dengan cepat dan untungnya Aubrey mengikuti perintahnya. “Ada apa ini?! jangan bilang kalian mau menculikku dan membawaku lagi untuk menemui tuan mudamu yang berengsek itu?!” ungkap Aubrey dengan kesal begitu mobil berjalan. “Jaga bicara Anda, nona. Jangan bicara sembarang mengenai tuan muda disaat Anda sedang mengandung anaknya.” Ucap Henry sambil melirik perut Aubrey yang masih rata. Seketika Aubrey terkesiap sampai menutup mulutnya. “Darimana kamu tahu?!” Henry tidak berkata apa-apa, ia hanya menyerahkan sebuah amplop cokelat yang ketika Aubrey buka, isinya berupa hasil usg-nya tadi siang. Pada saat itu juga, Aubrey tahu bahwa kini gerak-geriknya di Indonesia selalu diawasi begitu ia berhubungan dengan Gabriel. Aubrey baru sadar bahwa semenjak meninggalkan penthouse Gabriel kala itu, ia sudah diikuti oleh mata-mata. Memang berbahaya jika berhubungan dengan crazy crazy rich asia. “Jangan menggugurkan janin dalam kandunganmu itu.” Henry bahkan juga tahu rencana Aubrey untuk menggugurkan kandungannya. “Saya sudah mendengar semua rencana Anda ketika meminta dokter kandungan untuk menggugurkan kandungan Anda.” Aubrey terdiam, ia memalingkan wajahnya kearah jendela. “Bapak tidak tahu rasanya dirugikan.” Suara Aubrey sudah bergetar ketika berucap demikian. “Bapak tidak tahu bagaimana rasanya jadi saya. Dijual oleh ibu tiri sendiri, di siksa, di perkosa hingga hamil seperti ini dan bapak minta saya tidak menggugurkan anak dari hasil pemerkosaan ini dengan tuanmu?” “Saya memiliki alasan kenapa Anda tidak boleh menggugurkan kandungan ini. Selain karena banyak orang yang sangat berusaha keras untuk memiliki buah hati, seharusnya Anda bersyukur atas kehamilan ini. Apalagi Anda mengandung anak Gabriel Sebastian.” “Bersyukur katamu?” Aubrey mendengkus sinis. “Gabriel Sebastian adalah anak tunggal. Pewaris kerajaan bisnis keluarga Sebastian yang terbesar di Asia dan Gabriel tidak memiliki keinginan untuk menikah.” Suasana langsung hening sejenak setelah Henry berucap demikian. Aubrey juga tidak menyangka jika Gabriel memiliki tekad tidak ingin menikah. “Keluarga Sebastian butuh benar pewaris yang satu darah dengan Gabriel dan anak dalam kandunganmu itu, sudah pasti anaknya. Jadi Anda harus mempertahankannya.” “Untuk apa aku perduli dengan keluarga Sebastian sedangkan aku saja dirugikan?” “Kata siapa dirugikan?” Henry memancing ucapan Aubrey yang bahkan sudah ragu dengan kekuasaan keluarga Sebastian. “Masih ingat soal keinginan Anda?” “Aku ingin pergi dari negara ini dan tidak ada yang mengetahui, bahkan termasuk tuanmu itu.” Kata Aubrey yang masih mengingat permintaannya. “Akan saya kabulkan permintaan itu.” Jawab Henry. “Dengan persyaratan, pulanglah kembali ke Indonesia setelah Anda siap dan anak-anak tuan Gabriel tumbuh dengan sehat.” *** Diri Aubrey tertarik dari lamunannya begitu si kecil Mia menggoyangkan tangan Aubrey, “ibu, itu koperku!” “Ah, iya!” Aubrey segera mengambil koper milik Mia yang berwarna merah muda, lalu memberikannya pada Mia. Lalu juga membantu mengambil koper berwarna kuning milik Max, kemudian memberikan pada anak sulungnya itu. “Ini kopermu, Max.” “Makasih, bu!” Ucap Max dengan senyuman riang dan wajah polosnya. Kedua anak kembarnya ini terlihat begitu senang melakukan perjalanan luar negeri dan untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Indonesia—tempat kelahiran ibunya. Max dan Mia berjalan dengan mandiri, mengikuti Aubrey sambil menarik koper kecil mereka masing-masing. “Ayo kita ke rumah nenek sekarang.” Nenek yang dimaksud Aubrey adalah kakak dari mendiang ibunya. Bibi Aubrey yang sampai kini masih berhubungan dengan Aubrey dan menjaga rahasianya dari keluarga inti Aubrey. Dirinya memutuskan untuk tinggal bersama bibinya itu saat pulang ke Indonesia. Sebuah perusahaan desain terkenal di Macau menemukan Aubrey dan sangat tertarik dengan konsep desain pakaiannya. Perusahaan desain dari Macau itu kemudian memberikan penawaran besar untuk Aubrey agar mau mengurus cabang mereka di Jakarta. Selama berada di Macau, Aubrey sudah menghabiskan seluruh uang yang diberikan oleh Henry—sekertaris keluarga Gabriel Sebastian yang kala itu memberikannya uang pegangan untuk hidup di Macau. Aubrey juga menghabiskan seluruh tabungan pribadinya yang ia curi dari brankas Ayahnya sebelum berangkat ke Macau untuk melanjutkan sekolah fashion desain di Macau. Melihat bahwa kedua anaknya membutuhkan Aubrey untuk dibesarkan, maka Aubrey tidak memiliki pilihan lain selain belajar dan bekerja dengan giat di Macau. Karena tak terpungkiri bahwa hidup membutuhkan uang. Aubrey merasa pertualangan hidupnya di Macau sudah cukup. Kehidupannya sudah terasa diatur dengan baik di Macau. Lelah berkeliaran di luar negeri, Aubrey memutuskan untuk pulang karena ia juga rindu dengan Indonesia. Selain itu, Mia dan Max sudah memasuki umur yang tepat untuk bisa bersekolah di Indonesia. Maka dari itu Aubrey memutuskan untuk pulang. Ibu dan dua anak kembar yang berjalan di gate kedatangan bandara menjadi terlalu menarik perhatian. Bagaimana tidak, Mia sangat imut dan cantik seperti boneka dan Max sangat tampan mempesona seperti pangeran kecil. Aubrey juga sangat cantik dan keren walaupun dengan pakaiannya yang sederhana, membuat banyak orang yang berpapasan dengan mereka bertiga sampai menoleh kembali untuk memperhatikan paras rupawan mereka. “Aaaa! Anaknya lucu banget, cantik dan ganteng! Gen mereka perfect banget!” “Mereka imut banget, pengen deh meluk mereka!” “Itu anaknya aktris nggak sih? Bagaimana mereka bisa tumbuh begitu cantik dan tampan? Kaya boneka, deh!” Selama melangkah, tentu saja Aubrey mendengar pujian-pujian itu dan dia tidak bisa menahan diri untuk tersenyum bangga. Karena memang anak-anaknya ini seperti harta karun. Memang gen mereka sangat bagus. Max dan Mia sangat mirip, tetapi jenis kelaminnya saja yang berbeda. Putranya tampan dan putrinya cantik, seakan tidak ada cacat pada fisik serta wajah mereka. Pesona dari fisik serta wajah anak-anak Aubrey ini sama sekali tidak mewarisi gen-nya, melainkan gen dari Gabriel yang menurunkan fisik serta wajah yang rupawan. Apalagi dilihat-lihat, Max sangat mirip dengan Gabriel. Memikirkan Gabriel saja membuat Aubrey berkeringat dingin, trauma itu ternyata masih membekas. “Ibu kok ngelamun terus? Kita nggak naik taksi?” lagi-lagi tangan Aubrey digoyangkan oleh anaknya, kali ini oleh Max. Pulang ke Indonesia ternyata menarik semua kenangan masa lalunya dan membuatnya terus melamun. Aubrey kemudian berjongkok dihadapan Max dan Mia. “Ingat apa yang ibu bilang, setelah sampai di rumah nenek nanti, jangan nakal. Karena Ibu akan pergi sebentar meninggalkan kalian.” “Jangan khawatir, bu. Kita kan baik!” Jawab Max. “Dan manis!” Mia menambahi, membuat Aubrey tertawa gemas sambil mengusap rambut keduanya. Aubrey lalu mengulurkan tangan dan memanggil taksi, membawa kedua anak kembarnya kedalam mobil. Taksi itu keluar dari bandara Soekarno-Hatta dan melintasi kota Jakarta yang menampung semua kenangannya. --- Follow me on IG: segalakenangann
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD