Semakin lama hubungan Andrian dan Aline semakin baik, mungkin kemajuan yang bagus juga. Tapi itu sangat fatal bagi perasaannya, dirinya selalu menggunakan hati jika itu berkaitan dengan Aline. Tapi berbeda dengan Aline yang selalu menggunakan logika jika dengan Andrian. Mereka seperti pasangan terbalik, yang dimana biasanya si wanita yang mengejar dan si pria yang cuek. Kini justru si pria yang mengejar sedangkan si wanita yang cuek dan jual mahal.
Aline yang bosan mulai mencari kesibukan, dia membuka ponselnya melihat-lihat apakah ada yang membuatnya tertarik atau tidak. Sampai satu jam kemudian Aline kembali bosan, dia kemudian berjanjak dari ranjangnya. Berjalan menuju almari mengambil pakaian, yah dia sudah memutuskan untuk pergi ke mal. Mencari pakaian untuk Andrian juga dirinya, karena keinginannya untuk membeli pakaian Andrian belum terlaksana juga.
Setelah dirasa siap, Aline kemudian pergi meninggalkan rumah. Dia akan mengemudi sendiri ke mal, tidak usah memberitahu Andrian.
Aline rasanya sudah lama sekali tidak berpergian sendiri, begitu sudah ada waktunya dia menggunakannya sebaik mungkin. Aline mulai berjalan sambil melihat-lihat, matanya berbinar melihat sepatu cantik yang berada di dalam toko sana. Tapi, dia tidak mau mengeluarkan banyak uang untik membeli barang yang kurang diperlukan untuknya. Dirinya bukan penggila belanja, dia akan belanja jika merasa perlu. Tidak akan memaksa juga jika barang yang di inginkannya tidak ada. Aline lebih senang membeli perhiasan, baginya perhiasan dan wanita adalah satu paket.
Setelah melihat sepatu, dia mulai kembali berjalan-jalan. Hingga dirinya masuk ke dalam toko pakaian pria. Matanya mulai meneliti dari ujung ruangan ke ujung ruangan lainnya, Andrian memiliki tubuh yang bagus. Jadi pakaian yang dikenakan pria itu tetap lah terlihat bagus dan pantas saja, mau itu mahal atau pun harga murah tetap bagus dipakai Andrian.
Aline mengambil kaus santai berwarna cokelat, merah, juga biru langit. Sekali-kali Andrian harus memakai pakaian yang memiliki warna cerah. Setelah itu dia mulai mencari kemeja, dasi juga jas membuat kedua tangannya penuh dengan pakaian Andrian.
Setelah di rasa barang yang yang dibelinya sudah semua, Aline mulai mencari tempat makan. Sepertinya dia mulai kelaparan sekarang, dilihatnya jam yang bertengger di tangannya telah menunjukkan waktu makan siang. Pantas saja perutnya minta di isi.
Aline masuk ke dalam foodcourt, sepertinya dia membutuhkan makanan yang segar dan juga pedas. Dia kemudian memilih ramen untuk makan siangnya kali ini, sambil menunggu pesanannya datang. Matanya mulai melihat-lihat area sini yang cukup ramai karena bertepatan dengan makan siang.
Hingga matanya terpaku, pada seorang pria di ujung sana. Pria yang menggunakan pakaian karyawan di salah satu makanan yang ada di sini. Pria itu, pria yang selalu dirindukannya tiga bulan ini, pria yang selalu hadir di mimpinya. Pria yang sampai kapanpun menempati hatinya. Dia Romi mantan kekasihnya dalam sebuah status, tapi cinta sejatinya hingga sekarang.
Romi --- pria yang dirindukannya itu sedang mengantarkan pesanan ke meja-meja. Ingin sekali dia menghampirinya, dan bertanya bagaimana kabarnya. Tapi, jika dirinya sekarang bertmu dia tidak sanggup melihat Romi. Takut jika pria itu nekat dan mengajaknya kabur, bukan dia yang takut untuk kabur bersama Romi, bukan seperti itu. Tapi takut karena dia bisa saja langsung mengiyakan dan membuat kekacauan. Dia ingin menyelesaikannya satu persatu, mulai dari perpisahannya nanti dengan Andrian. Lalu kedua orangtuanya, dia berjanji setelah mereka berpisah dia akan mengatakan yang sesungguhnya pada kedua orangtuanya. Dia akan kembali mengejar cinta sejatinya, maka untuk itu lah dia cukup melihat Romi dari jauh tanpa menyapanya.
Romi yang sekarang dilihatnya terasa berbeda, Romi yang sekarang tubuhnya kurus namun masih saja tampan. Tak ingin Romi mengetahui keberadaannya, dia memilih untuk menundukkan wajahnya kembali hanyut dengan ponsel.
Andrian yang baru selesai meeting dengan kliennya, memilih makan siang di sini. Karena kantornya tidak begitu jauh, juga sang asisten yang memintanya untuk makan siang di sini. Dia bersyukur menuruti keinginan asistennya itu, karena rupanya dia melihat Aline di sini sedang makan sendiri. Dengan pandangan mata yang terfokus pasa satu objek. Andrian jelas penasaran pada pria tinggi yang menjadi objek fokus Aline. Sampai pemikirannya mengambil kesimpulan, jika pria yang ditatap oleh Aline ada pria yang istrinya itu cintai!
Andrian mendengus kemudian mulai memakan makanannya, dia tersenyum miris mengasihani dirinya yang begitu kasihan. Pria yang dicintai Aline adalah pria biasa, berbada dengan dirinya yang memiliki segalanya. Tapi sepertinya itu belum cukup untuk mendapati hati Aline, toh terbukti jika pria biasa itu lah yang mendapatkan hati Aline. Sungguh sangat miris nasibnya.
Andrian seketika mengambil ponselnya yang berada di dalam kantung celananya. Dia kemudian mendial nomor Aline, ingin mengetahui apakah Aline jujur atau justru berbohong.
"Hallo."
"Iya, ada apa?" Tanya Aline bingung di depan sana.
"Kau sedang apa?"
"Aku diluar, sedang makan siang."
"Ah, begitu. Jika aku boleh tahu kau di mana?"
Aline di ujung sana menaikan alisnya bingung.
"Kenapa memangnya?"
"Aku sedang di luar, apakah aku bisa menyusulmu ke sana? Dan kita makan siang bersama?"
"Sebaiknya jangan."
"Kenapa?"
Andrian dari jauh sudah melihat gerak-gerik Aline yang terlihat berbeda.
"Aku mau pulang, makan siangku sudan selesai."
"Ah begitu, hati-hati di jalan kalau begitu."
Balas Andrian dengan nada lirih.
Dan Aline hanya membalasnya dengan gumaman, setelah itu panggilan tersebut sudah Aline putuskan sepihak.
Andrian tersenyum getir melihat ponsel di dalam genggaman tangannya. Dia kemudian memandang kembali meja yang ditempati oleh Alanis. Wanita itu telah selesai makan dan tetap diam di tempat, tidak seperti perkataannya.
Diam-diam asisten Andrian yang melihat itu semua hanya membatin, boss nya itu pria baik. Dan dia merasa kasihan melihat Andrian yang seperti itu, dia berharap jika istri dari atasannya itu mulai menerima kehadiran si bos.
_
_
_
_
Kali ini ada yang berubah dari Aline, setelah dirinya melihat Romi tanpa sengaja di foodcourt membuat Aline kembali ke sifatnya yang dulu. Tak tersentuh. Andrian jelas merasakan perubahan sikap Aline yang berbeda kepadanya. Seperti sekarang ini, dia pulang membawakan dimsum kesukaan Aline. Namun hanya ditanggapi Aline dengan datar, terkesan tidak berminat.
"Kenapa?" Tanya Andrian ketika melihat Aline yang sibuk dengan tv di depannya.
"Hn."
"Kau sakit?"
"Tidak."
"Kau ada masalah?"
"Tidak."
"Lalu, kau kenapa?"
Aline diam tidak membalas pertanyaan Andrian, membuat pria itu menghela napasnya.
"Apa aku melakukan kesalahan?"
Aline masih diam.
"Baik ---"
Sebelum Andrian kembali berbicara, Aline telah memotong perktaannya.
"Iya! Kesalahanmu karena menyetujui perjodohan sialan ini!"
Aline berseru marah dengan berdiri memandang Andrian marah.
Sudah dia duga.
"Bukankah kita sudah menyepakatinya perjanjian itu? Mengapa kau terus membahas ini?!"
"Iya itu benar! Tapi gara-gara kau. Kekasihku menderita selama ini!"
"Gara-gara kau, aku sampai tak bisa menemui kekasihku!"
"Dan gara-gara kau! Aku menjadi wanita jahat yang membiarkan orang yang dicintainya menderita. Kau puas!"
Sembur Aline dengan napas yang terengah-engah.
Andrian memandang Aline dengan tatapan yang sulit di artikan.
Hingga pria itu kembali menghela napasnya.
"Baiklah, mari kita akhiri pernikahan ini. Besok kita ke rumah orangtuamu, aku akan mengembalikan dirimu dengan baik. Seperti aku menemui orangtuamu dulu dan menyetujui perjodohan itu. Jika itu yang kau inginkan!"
Setelah mengatakan kata-kata itu, Andrian berbalik, lalu berjalan meninggalkan Aline. Wanita cantik yang tengah kacau itu menghempaskan tubuhnya ke sofa, dia kemudian menangis. Meratapi nasibnya yang seperti ini, dia benar-benar sudah muak. Maka dari itulah yang dirinya bisa lakukan hanya marah menumpahkan rasa yang mengganjal di hatinya kepada Andrian. Karena pria itu adalah, sumber utama kekacauannya.
Tbc