Bab 10

1240 Words
Aline kali ini benar-benar ingin memasak masakan yang baik dan juga enak untuk Andrian. Pertama dia malu, karena sebagai wanita yang sudah menikah dia kalah dari seorang pria yang tak lain adalah suaminya sendiri. Andrian lebih jago dari dirinya, tentu saja itu membuat egonya sebagai wanita terluka. Seharusnya pria itu tidak bisa memasak, bukan sebaliknya membuat dirinya harus memiliki tenaga ekstra untuk belajar memasak. Meskipun Andrian memang tidak menuntutnya untuk memasak, tapi kan tetap saja dia merasa tidak berguna sebagai seorang istri. Terlebih mereka sepakat untuk tidak berhubungan badan, yang benar saja dirinya harus tidur dengan Andrian? Disentuh oleh pria itu saja dia tidak suka, apalagi mereka harus mengeluarkan keringat bersama? Ck yang benar saja. Jadi, dia memilih untuk bisa memasak agar ketika dirinya berumah tangga nanti dengan Romi. Dia bisa memasakan makanan yang pria dicintainya itu, bukan seperti sekarang yang di masakan oleh asisten rumah tangganya atau membeli di luar. "Bu, sedang membuat apa?" Tanya Aline melihat asisten rumah tangganya itu tengah memasak nasi. "Ah ini, Bu. Saya mau masak sayur asem, mendoan, ikan goreng sama sambal. Ibu nggak keberatan kan?" Tanya Bu Dewi selaku asisten rumah tangga di rumahnya. Aline menggeleng pertanda tidak keberatan. "Boleh saya bantu?" Bu Dewi yang mendengar sang majikannya ingin membantu memasak pun, seketika menghentikan aksinya yang tengah memotong tempe. "Jangan, Bu. Nanti kalau Bapak tahu, saya bisa di marahi." Aline menggeleng tegas. "Nggak bakalan, Bu. Lagian saya juga ingin bisa masak, malu dong saya masa udah nikah nggak bisa masakin buat emm su-suami." Jawab Aline di akhir kalimat dengan gugup. Bu Dewi tersenyum mendengarnya, pengantin baru masih malu-malu. "Tapi, beneran Bu? Nanti Ibu capek gimana?" "Bu Dewi udah deh, jadi apa yang harus saya bantu?" Bu Dewi yang pasrah pun meminta Aline menggantikan dirinya untuk memotong tempe. Aline pun menyanggupi, karena menurutnya ini mudah hanya memotong-motong saja. Bu Dewi yang memperhatikan Aline memotong di sampingnya pun, hanya bisa membatin melihat tempe yang sudah Aline potong tidak merata ada yang tipis juga tebal. Tapi Bu Dewi tidak mau berkomentar, takut melukai majikannya yang baru belajar memasak. Yah namanya juga baru belajar, jadi yaa dirinya harus maklumi, kan? "Oke sudah, setelah ini apalagi, Bu?" "Potong sayur asemnya, Bu." " Ah potong lagi? Bisa kalau gitu." Ucap Aline enteng yang kembali memotong sayuran yang dituduhkan oleh Bu Dewi. Dan sudah dipastikan potongan sayur yang di potong oleh Aline jelas tidak jauh berbeda dengan tempe, yaitu tidak merata. Ada yang panjang, pendek, tipis dan juga tebal. Bahkan jagung saja Aline memotongnya menjadi dua bagian, yang jelas Bu Dewi memandang sayuran yang dipotong oleh Aline dengan pandangan nelangsa. "Sudah, Bu." Bu Dewi yang tidak ingin masakannya kembali hancur pun meminta Aline untuk beristirahat saja. Tapi sayangnya, Aline keras kepala majikan wanitanya itu tetap saja keukeuh tidak mau mendengarkan perkataannya. Yang di mana membuat Bu Dewi tidak bisa menolaknya lagi, takut berimbas pada pekerjaannya. "Apa, Ibu mau membersihkan ikan?" "Caranya gimana, Bu?" Asisten rumah tangga itu sepertinya salah bertanya, karena dapat dipastikan Aline akan mengikutinya. "Ibu coba perhatikan saya ya," Aline mengangguk, kemudian bergeser ke arah kiri untuk memudahkan Bu Dewi untuk membersikan ikannya. "Begini ya, Bu. Coba ibu perhatikan tangan saya yang memegang ikan juga ketika memegang pisau." Aline mengangguk, dia melihat Bu Dewi yang membersihkan ikan dengan serius. Yang lagi dan lagi membuat Aline berpikir jika itu mudah, hanya membersihkan sisik ikan juga kotoran di dalam ikan. Setelah Bu Dewi memberikan contoh, Aline kemudian mempraktekannya. Sayangnya tidak semudah yang dia pikirkan, Aline harus berhati-hati agar tidak menyobek kulit ikan yang sedang dibersihkannya. Tapi begitu dirinya mulai bisa mengerjakannya sampai selesai, dia baru menyadari jika tangannya terluka. Tapi Aline seolah tidak peduli, dia mengambil sebuah perban kecil untuk menutupi lukanya. "Sudah, Bu Dewi. Terus apalagi?" "Tinggal buat sambalnya, Bu. Biar saya saja yang kerjakan, kasihan tangan Ibu, luka." Dan lagi, lagi Aline menggelengkan kepalanya. Bu Dewi pun hanya bisa menghela napasnya. Dia kemudian mengambil bahan dan barang yang dibutuhkan, kemudian menaruhnya di depan Aline. Aline kemudian mencoba untuk mengulek sambal terasi, tangannya begitu tidak enak karena mengulek di atas meja. Tangannya terasa sakit dan juga pegal, dia akhirnya membawa alat ulekan itu ke bawah. Tepatnya di atas lantai, dengan Aline yang memilih untuk jongkok. Bu Dewi yang melihatnya begitu takjub, Aline seolah tidak peduli jika kakinya tiba-tiba merasa keram, begitupun dengan tangan mulusnya. Bu Dewi melihat majikan wanitanya itu dengan pandangan takut-takut, takut jika Andrian mengetahuinya dan bisa saja pria itu memecatnya karena telah mengerjai istrinya. Sampai kemudian sesuatu terdengar yang membuat Aline memekik kesakitan. "Ibu nggak apa-apa?" Aline menggeleng sambil mengangkat tangannya, itu tadi suara yang berasal dari pergelangan tangannya. Rupanya tangannya keseleo, sehingga membuatnya tadi memekik kesakitan. "Aduh Ibu, saya ambilkan minyak urut dulu ya." "Nggak usah, Bu. Kita lanjutin aja masaknya." Bu Dewi jelas menggeleng, bisa berabe jika Andrian mengetahui insiden ini. Tapi, bagaimana menolak Aline? Yang sepertinya ngotot sekali ingin bisa memasak. "Tapi, Bu." "Gini aja deh, Bu Dewi lanjutin nguleknya. Saya yang goreng tempenya, gimana?" Bu Dewi pun mengangguk pasrah, yah lebih baik begini saja. Daripada melanjutkan menguleknya, bisa habis dia dimarahi Andrian. Bu Dewi segera membuatkan adonan untuk mendoan, yang nantinya akan digoreng oleh Aline. Aline kemudian mencoba untuk menggoreng tempe tersebut dengan penuh kehati-hatian, ingat pergelangan tangannya keseleo. Dan dirinya takut terciprat minyak seperti kemarin, maka dari itu dia berhati-hati. Bu Dewi yang melihat Aline berdiri di depan kompor sana meringis, takut jika majikannya itu terluka. Apalagi tadi tangan majikannya itu terkilir jelas saja pasti sakit dan susah ketika memasak. "Bu, sebaiknya Ibu istirahat saja. Tangannya pasti sakit." Aline menggeleng sebagai jawaban. Sakit? Tentu saja, tapi masa dirinya harus mengalah dengan perjuangannya yang sudah sampai sejauh ini. Jadi dia kembali meneruskan pekerjaannya, yang di tatapi di belakang oleh Bu Dewi dengan raut cemas yang kentara sekali. Setelah beberapa jam kemudian, makanan untuk makan malam sudah selesai. Aline mencoba semua masakan yang dibuat olehnya dan Bu Dewi. Rasanya tidak buruk, bahkan dia bisa menikmatinya. Dia beberapa kali berterima kasih karena Bu Dewi mau membantunya belajar memasak, Bu Dewi jelas dengan senang hati mau membantunya. Setelah Bu Dewi pamit untuk pulang, Aline memilih untuk kembali ke atas di mana kamarnya berada. Dia segera membersihkan diri sebelum Andrian pulang, karena badannya terasa lengket dan juga gerah dan sebentar lagi Andrian akan sampai di rumah. Aline yang telah siap dengan pakaian santainya pun turun ke bawah, dia lebih senang menunggu Andrian di ruang tamu. Karena dengan begitu dia bisa langsung bertemu dengan pria itu. Karena keadaan yang sepi dan Aline tidak memiliki kegiatan yang lain, dia memilih untuk menonton tv. Asyiknya dengan tv, membuat Aline tidak menyadari jika Andrian sudah pulang. Pria itu tersenyum tipis melihat Aline yang begitu fokus pada layar di depannya, hingga ketika dirinya duduk di sofa yang di duduki oleh Aline. Membuat pergerakan itu jelas terasa, dan Aline seketika memandang Andrian dengan kaget. "Kau sudah pulang?" Andrian mengangguk. Aline kemudian memajukan tubuhnya agar bisa mengambil air minum untuk Andrian. Namun rupanya kegiatan mengambil teko yang berada di atas meja membuat Aline mengaduh kesakitan. "Kamu kenapa?" Andrian bertanya khawatir dengan tubuh yang kini mendekat ke arah Aline. Aline segera menyembunyikan tangan kanannya yang kebelakang, karena tangannya yang keseleo itu sekarang terlihat membengkak. "Ah tidak, tidak." "Kemarikan tangannmu." Aline malah menyodorkan tangan kirinya. "Tangan kanan, Aline." Aline masih saja diam. "Kamu tidak mau memperlihatkannya ke saya?!" Aline diam juga yang membuat Andrian frustrasi. "Baiklah kalau kau tidak mau, aku akan memaksa." Perkataan Andrian jelas membuat Aline membelalakan matanya. _ _ _ _ Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD