BAB 3: Menjadi Bodyguard?

1070 Words
BAB 3: Menjadi Bodyguard? Hening, Candy masih menatap pria cukup dewasa di hadapannya sambil berdecak pinggang karena kesal. “Kakak ngapain sih kesini? Pergi sana” pria yang rupanya memang sama indahnya dengan Candy itu memiringkan kepalanya. “Jadi gadis lemah lembut ini ga mau kakaknya datengin ke kampus, meski dia lupa bawa makalah tugasnya?” Candy tanpa sadar membuka mulutnya dan mengangguk. Ia baru ingat belum memasukan makalahnya ke tas saat tadi malam belajar dengan Rafael di meja ruang keluarga. Candy meraih makalah ditangan kakaknya dan tersenyum pada sang kakak. “Makasih oppa” Syalman bergidik ngeri mendengar panggilan Candy yang amat terdengar lebay. Syalman Syam kakak kandung Candy itu menjauh beberapa langkah sambil memberi isyarat X pada Candy saat gadis itu hendak memeluknya. “Oppa kenapa? Bie kan sayang oppa” Syalman benar-benar ingin membanting adiknya itu. Bisa-bisanya dia bersikap semanis ini jika di depan umum. Padahal kerjaannya di rumah adalah adu jetos dengan sang kakak. “Udah, kakak pergi. Ayah udah nunggu” Candy mengangguk sambil melambaikan tangan pada sang kakak. Candy kembali masuk ke kelas dan melihat temannya yang lain masih tertawa karena ucapan kakaknya beberapa waktu lalu. “Candy, gimana mungkin kakak lo nyuruh lo jadi Bodyguard? Dengan tangan kecil lo yang lemah mana bisa lo mukul orang” mendengar ucapan salah seorang di ruangan itu—Bianca, Salsa dan Lola tertawa bersamaan. Ketiga sahabat Candy itu sudah melihat seganas apa Candy saat di arena latihan. Mereka bisa berkelahi, karena latihan yang Candy berikan pada mereka sejak kelas satu SMP. Tepatnya saat Lola mendapat bully dari beberapa teman kelas lainnya. Lola yang memang terlihat bodoh dengan wajah Cinanya yang cukup cantik kerap menjadi bulan-bulanan teman sekelasnya. Rasisme pada sekolah itu amat terasa, saat itulah Bianca marah dan malah menjadi korban bullying selanjutnya. Salsa yang sudah bersama Candy sejak sekolah dasar akhirnya meminta Candy membalas mereka. Namun saat itu Candy yang memang tidak kenal Bianca dan Lola malah menatap keduanya merendahkan lalu bertanya. “Kenapa gue harus nolong mereka? Mereka bukan orang yang gue sayang. Jadi ga ada kewajiban buat gue ngelindungin mereka” Bianca tau posisi dan hanya mengangguk pasrah. Memang tidak terlalu yakin pada gadis kecil yang entah mengapa dipuja satu sekolah. Sikap manisnya menjadi daya tarik untuknya. “Meski gue sedikit kasihan sama manusia-manusia yang menyedihkan dan ga punya kemauan ngandelin kemampuan sendiri—buat keluar dari masalah—buat ciptaan jalan keluar. Kalian lebih menyedihkan dari pembully di sekolah”. Dari situlah Bianca bertekad. Ingin membuktikan bahwa yang dikatakan Candy adalah hal yang salah. Benar-benar salah besar. Bianca membalas semua perbuatan pembully. Tidak ada yang tau apa yang dilakukan Bianca sampai hampir setengah anak kelas pindah sekolah—ketakutan pada sosok Bianca—sosok yang sebelumnya mereka pecundangi. “Biba, nitip roti sama s**u yah” Bianca yang sudah berada di ambang pintu menoleh dan menggerutu marah. Masih kesal meski sudah hampir sepuluh tahun Candy memanggilnya demikian. “Stop manggil gue Biba b**o” Candy memasang tampang sok polos. “Bianca Balie kan? gue salah dimananya sih?” Bianca langsung keluar tanpa menghiraukan Candy yang memang sesekali mengganggunya. Tampaknya itu memang sudah menjadi hobi Candy. Tepat setelah Bianca berlatih pada Candy—membuat setengah anak kelas terusir, Bianca berteriak pada Candy. “Gue ga menjijikan, mungkin yang menjijikan itu seseorang yang punya dua muka kayak lo” Candy malah tertawa merdu dan memanggil Bianca sok ramah. “Sama sahabat sendiri ga boleh garang gitu loh Biba sayang” sejak saat itu entah mengapa mereka selalu melakukan semua hal berempat. Sedikit berbeda dengan belajar. Candy menempel pada Rafael, Salsa memang anak pintar yang sebelumnya ditempeli oleh Candy, namun karena Rafael lebih mudah diperalat dan lebih pintar dari Salsa, akhirnya sejak kuliah Candy menempel pada Rafael disaat-saat tertentu. Bianca juga anak yang pintar, beberapa kali dia hampir menyaingi Rafael namun dia dikenal sebagai gadis judes yang omongannya selalu pedas dan hanya akan berbicara lembut pada Lola saja. Tanpa dimintapun Bianca akan mengerjakan semua tugas dan bahkan beberapa kali menggantikan jadwal piket kelas Lola. Tampak seperti ibu yang mengasuh anaknya. Tidak ada yang tau pasti alasan apa yang membuat Bianca sampai seperti itu pada Lola. Tapi satu hal yang Bianca sadari dari Candy adalah, dia membuat Bianca berada disisinya karena Bianca adalah orang yang berguna. Bianca juga tahu Salsa juga orang yang berguna bagi Candy dan Candy membiarkan Lola berada disisinya karena keberadaan Bianca. Meski tau alasan Candy, entah mengapa Bianca tidak bisa lepas dari jerat gadis paling Egois yang pernah ditemuinya itu. * * * Duduk dengan bosan, pria yang berpakaian santai itu mendengarkan ucapan beberapa pria lain dengan setelan jas lengkap pada tubuh mereka—tampak jenuh. Membosankan. Satu kata yang pas menggambarkan suasana hatinya saat ini. Ketukan pintu membuat ucapan salah seorang pria tua itu terhenti. Memberi izin untuk masuk—pria yang duduk dengan pakaian santainya itu tampak tersenyum sempurna. Memperhatikan pria yang juga sudah tua dan membungkuk hormat pada salah satu kepala pegawai kantornya—memberi beberapa informasi penting. Tidak lama setelahnya pria tua itu keluar ruangan, tidak ingin semakin mengganggu lebih lama lagi. “Orang tadi, siapa?” tanya pria berseragam itu bertanya pelan. “Ah dia kepala BB yang beberapa hari lalu sudah bekerja sama dengan kita” Pria itu tampak bingung mendengarnya. “BB?” beonya dengan tatapan bertanya. “Benar, Barbie’s Bodyguard unit Bodyguard yang sekarang bertugas menjaga anggota dewan dan beberapa orang penting perusahaan lainya” pria itu tersenyum kecil. “Lalu kenapa saya tidak mendapat penjagaan mereka?” kepala unit itu tampak tersenyum. “Anda mendapatkan penjagaan dari mantan pasukan FBI sejak kejadian beberapa hari lalu. Harusnya hari ini dia sudah sampai di Indonesia tuan” pria itu sedikit memasang wajah kesal. “Saya butuh Bodyguard yang tidak terlihat seperti Bodyguard”. Ujarnya pelan. Aska Ryan Nars pria muda itu memang selalu seenaknya. Bertindak semaunya dan melakukan hal apapun sesukanya. Meski begitu dia adalah pria kompeten yang mempertanggungjawabkan semua tindakannya sendiri. Wajar saja, sejak kecil dia memang selalu mendapatkan apapun yang diinginkan. Tidak peduli apapun itu dia akan selalu mendapatkanya. Pria yang memang sudah terlahir sempurna dengan kekayaan, kecerdasan dan keindahan memang sudah seperti seseorang yang berada di dunia berbeda. Pewaris tunggal Nars Group. Perusahaan yang namanya sudah besar di kancah Internasional. Kehidupan sempurna yang di damba seluruh manusia yang hidup di seluruh belahan dunia. “Cari tahu mengenai keluarga orang itu—kepala BB itu”. Seringai diwajah Ryan menggembang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD