“Kita harus menguburnya.” Abe setelah Alec akhirya melepaskan diri dari sapinya yang telah tiada. Aku menyadari ada jejak air mata di pipinya yang cepat-cepat ia hapus ketika bangkit berdiri dengan cepat.
Sedangkan Dad sedang berjongkok dengan ekspresi datarnya ketika ia melihat nilai matematikaku di kelas junior yang hanya 70% ketika ia memeriksa sepasang zombi itu dengan membalik badan keduanya hingga terentang. Sedangkan aku melihat punggug Abe di depan kandang ayam dan ia tampak benar-benar tertarik.
Jadi aku memilih untuk mengikuti Alec untuk menghampiri Dad.“Mrs. dan Mr. Thompson?” Alec berseru. Kedua tangannya di pinggang. Sikap tubuhnya tegang. “Aku tidak tahu apakah aku harus senang atau sedih tentang ini. Tapi pasangan ini benar-benar menggelikan dan sangat ingin tahu.”
Aku menoleh ke arahnya bersamaan dengan ia menoleh ke arahku. “Well, Dalla pernah cerita tentang mereka pernah bertanya alasan Dalla menikah denganku mungkin karena aku pintar matematika apa tidak.”
“Well, seharusnya kau tidak tersinggung. Mereka memberimu pujian.”
Dan sepertinya Alec tidak terkesan karenanya.
“Kalian harus mengubur sapi itu.” Abe tiba-tiba membuat kami berbalik ke arahnya.
“Menguburnya? Kita tidak bisa memakannya?”
Sekarang tiga pria menatapku dengan pandangan tidak percaya.
“Tidak. Kau tidak bisa memakan binatang yang tidak kau sembelih sendiri, James. Walau bagaimanapun kacaunya dunia sekarang. Saat ini keadaan darurat. Dan aku tidak ingin mendapatkan kemarahan Tuhan.”Alec menjelaskan
“Sejak kapan kau mengetahui hal-hal semacam itu?” Aku tidak tahan untuk tidak memberinya pendangan penuh kecurigaan.
“Jika kau berteman dengan orang-orang baik dan dekat dengan Tuhan, James. Kau mengetahui hal-hal remeh semacam itu.” Itu Abe sekarang berdiri di depan kandang sapi.
“Dan karena kita tidak bisa mengangkatnya. Kita harus menguburkannya di dalam kandang itu.” Dad akhirnya angkat bicara. “Dan kita perlu membakar pasangan ini.”
Hari ini sudah cukup aneh jadi aku tidak akan banyak berkomentar lagi. Jadi aku keluar dari kandang untuk mengambil sekop yang tadi kutinggalkan. Aku mendapati Mom melihat hasil kerja kami dengan sekop milikku di dekatku.
“Kau meninggalkan ini.” Setelah aku memungut sekop dan menyadari benda hitam yang ada di tangannya. Glock 17-ku yangterlupakan. Aku menghela napas kemudian menerimanya. “Kau tidak bisa melupakannya ke manapun sekarang.”
“Aku tahu,” akuku dengan berat hati. “Aku hanya tidak suka dengan kenyataan itu.”
Satu tangan Mom berada di pinggir pagar kami yang belum selesai. “Bukannya kita semua tidak menyukai kenyataan ini sekarang?”
Di bawah sinar jingga rambut Mom yang nyaris 60% itu tampak bercahaya, seperti halo. Ia tampak jauh lebih tua daripada dalam ingatanku. Kerut di dahinya, begitu juga dnegna punggung tangannya.
“Apa? Sekarang kau baru menyadari jika wajahmu itu kau dapatkan dari ibumu?”
Aku memutar bola mata dan itu membuatnya tersenyum sangat lebar. Pada saat yang bersaman aku mendengar Alec berseru, “Hey, kau lamban! Tolong bawa sekopku juga!”
***
Aku tidak tahu seberapa banyak kalori yang kami habiskan setengah harian ini, tapi yang aku tahu itu bagus untuk otot perutku. Bersimbah keringat tanpa pakaian dan sedang mencoba membuat lubang untuk mengubur sapi yang mungkin beratnya nyaris setengah ton. Anehnya Abe memilih untuk membantuku, alih-alih ikut membakar pasangan Thompson di belakang.
“Kenapa kau di sini?” tanyaku sambil melempar sekopku ke geundukan tanah. Sekarang sapi itu sudah terkubur sepenuhnya di bawah kandangnya.
“Membantumu untuk menguburkan sapi ini.” Abe sekali lagi menunjukkan kebolehannya bekerja tanpa mengotori pakaiannya yang serba putih. Ia bahkan tidak meneteskan keringat sama sekali.
“Bukan,” sergahku sambil mengibaskan tangan di depan wajah. “Apa yang kau lakukan di Bumi?”
Ia mengangkat sangat tinggi alisnya hingga menyentuh garis rambutnya yang ikal. “Membantumu untuk tetap hidup.”
“Jadi kau semacam malaikat pelindung?”
“Tidak. Ada malaikat lain yang pu nya tugas itu.” Abe meratakan gundukan tanah hingga sangat datar seakan-akan tidak ada makhluk yang terkubur di bawahnya. “Dan jangan plikir setelah kita sampai di sini kau akan meninggalkan latihan menembakmu.” Ia menepuk-nepuk hasil pekerjaannya sebelum membalas pandanganku dengan sangat santai.
“Kenapa kau bersikeras untuk aku bisa pandai menembak?”
Dan sekarang ia kembali memberiku senyum mengandung rahasianya itu. “Karena itu adalah keahlian yang paling kau butuhkan untuk masa depanmu.”
Aku tidak sempat menanggapi ketika aku mendengar seseorang berdeham. Dan aku bersip untuk memaki siapapun itu, namun langsung kuurungkan niatku begitu mendapati Brooke-lah yang berada di depan pintu setinggi pinggang kandang ini. Ia melirik kami bergantian sebelum berkata,
“Jamie, Mrs. Kim memanggilmu,” katanya dengan suara yang sangat pelan.
“Mrs. Kim yang mana, Brooke? Ada dua Mrs. Kim di sini,” jelasku setengah bercanda sambil menyandarkan sekop di dinding kandang.
Ia tampak malu sekarang. Wajahnya memrah dan ia menggosok-gosok hidungnya. “Mrs. Dalla Kim. Katanya ia ingin kau membantuya membuat makan malam.”
Aku menggumam mengiyakan dan langusng berseru, “Brooke, tunggu. Kita aan bersama ke sana.”
Brooke tampak akan mengatakan sesuatu, namun ia urungkan. Gadis itu (yeah, ia gadis. Sekarang akhirnya aku menyadarinya) menungguku yang tengah mengelap keringatku dengan leher kaos yang baru saja kupakai. Gadis itu berjalan dengan langkah besar-besar seakan-akan ia tidak mau hanya berdua saja denganku. Begitu kami berada di dalam rumah ia berkata kalau ibuku memintanya untuk melipat pakaian di lantai dua. Jadi aku mendengar langkahnya yang terburu-buru naik tangga ketika aku menuju dapur.
“Ia manis, bukan?” Dalla ketika aku menyadarinya tengah mengeluarkan sesuatu dalam gundukan garam di dalam sebuah baskom. Daging yang sengaja diasinkan. Teknik hebat mengingat kami sudah tidak punya kulkas lagi untuk menyimpan daging lebih banyak.
“Siapa yang manis?” tanyaku sambil mengedarkan pandangan ke arah bahan-bahan yang ada di meja makan. Ada daun-daun herbal di dalam mangkuk dan ada bebrapa batang rosemary di antara gundukan garam di baskom tersebut.
“Brooke. Gadis baik dengan kisah tragis. Di dalam perjalanannya ke sini ia berkata ia kehilangan seluruh keluarganya.” Dalla sekarang mulai memotong-motong daging itu sangat tipis. Tampak menggiurkan pada setiap potongannya
“Aku rasa tidak begitu. Mengingat ia tidak cukup berduka setelah kehilangan adik tirinya.”
“Dengan keadaan seperti ini kita memang tidak punya banyak waktu untuk berduka. Apa kau tidak menyadari kalau ia baru saja menangis?”
Aku yang sedang mencomot sedikit garam dan menaruhnya di ujung lidah sekarang menatap Dalla keheranan,. “Ia menangis?”
Dalla mengangguk-angguk. “Jadi sekarang berhenti bertanya dan mulai bekerja. Buatkan aku salad dan makanan pendamping untuk dendeng ini dengan semua bahan yang bisa kau temukan di dapur ini. Aku sudah tidak punya ide lagi.”
“Kenapa kau tidak mengeluarkan ini ketika makan siang tadi?” Aku menarik mengambil salah satu pisaunya di konter sebelum mulai mengupas kentang yang ada di atas meja..
"Karena yang terbaik selalu disimpan paling akhir, Jamie Kim yang terkenal.” Dalla mengedip dan sekarang kami terkekeh bersama...