Seorang pria baru saja keluar dari mobilnya, ia kemudian melangkah cepat ke arah pintu masuk gedung perusahaan. Banyak sekali karyawan, atau bawahan lain yang kini berjejer rapi pada sisi kiri dan kanan, mereka menundukkan kepala untuk menyambut kedatangan pria itu.
Tidak ada seorang pun yang berani mengangkat kepala sebelum pria itu lewat dan menjauh sekitar satu meter, mereka bahkan menahan laju detak jantung dan napasnya.
William Brenzuela Gates, pria berumur tiga puluh dua tahun. Ia adalah CEO di Brenzuela Company, pewaris tunggal keluarga besar Brenzuela.
William sudah menjabat sekitar dua tahun, dan semenjak kepemimpinannya perusahaan keluarga Brenzuela semakin berkembang pesat.
“Tuan, hari ini kita punya beberapa meeting dengan kolega bisnis Anda.” Zakky, tangan kanan William mulai memberitahukan jadwal sang atasan.
“Ada berapa?” William yang kini sudah berada di dalam gedung segera menuju ke arah lift, ia menatap seorang wanita muda yang baru saja selesai membersihkan lantai di dekat lift tersebut.
“Ada lima, dan berada pada tempat yang berbeda.” Zakky kembali memeriksa jadwal William, ia kemudian menarik napas. “Tuan, dalam waktu dua jam, kita punya meeting dengan para staf inti.”
“Satu jam lagi,” balas William.
Setelah lift terbuka, William segera masuk. Tidak ketinggalan juga Zakky yang akan selalu setia bersamanya.
“Jelaskan,” ujar William.
Zakky segera menjelaskan pertemuan apa saja yang akan William hadiri hari ini, dan William yang mendengar semua ucapan Zakky hanya diam. Pria itu memikirkan jadwalnya sendiri, sangat-sangat padat dan ia menyukainya.
William memang lebih suka menghabiskan waktu untuk bekerja, ia tak suka berdiam diri tanpa memikirkan apa pun.
Sejak kehilangan kedua orang tuanya, William diasuh oleh sang kakek. Ia diajari banyak hal, apalagi tentang bisnis. Karena kebiasaan itu pula William menjadi seperti saat ini, ia benci kegagalan, dan ia akan bekerja hingga merasa puas dengan hasilnya.
Beberapa saat berlalu dengan cepat, William dan Zakky akhirnya tiba di lantai paling atas gedung perusahaan itu. Mereka segera keluar dari lift, dan di sana sudah ada beberapa staf yang menyambut kedatangan William.
“Selamat pagi, Tuan.” Mereka menundukkan kepala, dan merasa agak gugup saat William berjalan mendekat, lalu melewati mereka.
“Siapkan ruang meeting, waktu kalian satu jam!” ujar Zakky.
William yang mendengar hal itu hanya diam, ketika ia mendekat ke arah pintu masuk ruangannya, pintu itu segera terbuka secara otomatis.
William dan Zakky kemudian masuk ke dalam ruangan, sedangkan para staf khusus yang berada satu lantai dengan William segera bergegas dan menyiapkan semua keperluan mereka untuk mengadakan meeting.
Setelah pintu ruangan tertutup, William langsung saja duduk pada kursinya. Ia membuka laptop yang ada di mejanya, lalu menatap tumpukan laporan di atas meja.
Hanya lima menit ia terlambat ke kantor, dan pekerjaan sudah menggunung. Sepertinya hari ini ia akan kembali bergelut dengan banyak dokumen dan juga pekerjaan yang menguras otak.
“Siapkan air mineral dan s**u murni, jangan lupa dengan roti tawar.”
Zakky yang mendengar permintaan sang atasan mengangguk, ia kemudian menelepon salah satu staf kepercayaan William yang bertugas di dapur khusus untuk sang CEO tampan itu.
“Tuan, apa Anda menginginkan hal yang lain?” tanya yang Zakky.
“Tidak,” balas William.
Zakky yang mendengar hal itu mengangguk, dan tak perlu waktu lama ia sudah menyelesaikan pembicaraannya dengan teman kerjanya.
William tak mengindahkan kehadiran Zakky , ia hanya fokus pada pekerjaannya saja.
...
Seorang wanita sedang duduk dengan tenang, ia menatap amplop cokelat di atas meja. Wanita itu cukup cantik, kulitnya eksotis, dan tatapan matanya cukup tajam.
Ia mengenakan mini dress berwarna merah, bagian leher cukup terbuka, dan pakaian itu sangat pas di tubuhnya.
Rambut panjangnya diurai, rapi dan juga terlihat sangat halus. Harum tubuhnya terbawa angin, dan membuat ruangan kamar itu semakin nyaman untuk ditempati.
“Jadi, malam ini kita akan memulainya?” tanya wanita tersebut.
Pria yang ada di hadapan wanita itu mengangguk, ia kemudian menarik napasnya panjang. “Ya, ini waktu yang sudah disusun olehnya. Kita tak bisa mendapatkan kesempatan semuda ini lagi pada hari lain.”
Wanita itu mengangguk, ia kemudian menyentuh bibirnya yang diwarnai lipstik merah darah.
“Kau kelihatannya gugup. Ada apa?” tanya sang pria.
Mendengar pertanyaan itu, wanita cantik tersebut melirik. Ia kemudian menyeringai, dan tangan kanannya meraih amplop di atas meja.
“Aku hanya terlalu bersemangat,” balasnya.
“Benarkah? Aku merasa tak yakin.”
“Terserah ....” Wanita itu terlihat tidak tertarik lagi untuk bicara, ia kembali memfokuskan tatapannya pada amplop berwarna cokelat.
Dengan perlahan ia membuka amplop itu, matanya menatap jeli foto seorang pria yang ada di dalam sana.
“William Brenzuela Gates, CEO Brenzuela Company. Pria yang rajin bekerja, pintar, dan juga dingin. Aku tak yakin kau bisa membuatnya bertekuk lutut.” Sang pria mencuri pandang, ia ingin melihat reaksi wanita di hadapannya.
“Lulusan Harvard Business School, dan merupakan mahasiswa terbaik. Jangan lupakan tentang keberhasilannya dalam berbisnis, dan bagaimana ia menggenggam keluarga Brenzuela agar semakin kuat. Apa kau yakin tak akan benar-benar jatuh hati padanya?”
Mendengar pertanyaan tersebut tak membuat wanita itu goyah, ia malah tersenyum manis. “Jika hanya menggoda dan menjebaknya, itu bukan hal yang sulit.”
“Apa kau yakin tak akan jatuh cinta padanya?” tanya pria itu lagi.
Sang wanita menatap. “Aku jatuh cinta kepada uangnya.”
Pria itu kemudian berdiri, ia mengulurkan tangan kepada wanita cantik tersebut. “Senang bisa bekerja sama denganmu.”
Melihat tingkah lawan bicaranya, membuat wanita itu cukup kaget. Ia kemudian membalas jabatan tangan pria itu, ia juga sama sekali tidak mengucapkan kata-kata.
Wanita itu kemudian melepaskan jabatan tangan mereka, ia kembali fokus pada informasi tentang mangsa yang akan didapatkannya malam ini.
“Baiklah, Sayang ... Daddy menunggu pekerjaanmu dengan baik.”
Wanita itu kembali melirik sang pria, ia tersenyum kecil. “Dad, kau hanya perlu duduk dan menunggu semuanya dengan tenang.”
Basa-basi di antara mereka angin berakhir, pria itu memutuskan untuk keluar dari kamar, ia juga langsung menutup pintu dengan rapat.
Sedangkan wanita yang masih duduk dengan tenang menatap foto William, ia mengelus bagian wajah, lalu tersenyum penuh misteri. Mata wanita itu tertuju pada bolpoin yang ada di atas meja, ia kemudian meraih bolpoin tersebut dan menulis pada bagian belakang foto William.
‘My CEO, My Source of Money!’ Tulisan tangannya begitu indah, dan terlihat sangat menawan.
Setelah selesai wanita itu tersenyum, ia mencium tulisan itu, dan lipstiknya berbekas di sana.
“William, aku akan mendapatkanmu.” Suaranya terdengar begitu serak saat mengucapkan itu, penuh dengan perasaan.
“Hah, aku rasa nada seperti itu sudah cukup menggoda. Ck ... jika ia tak tergoda denganku, bisa saja dia impoten, dan hanya akan bereaksi jika bersama seorang pria.”
Wanita itu kemudian berdiri, ia membuka pakaiannya dan menuju ke kamar mandi. Sebaiknya ia menyenangkan diri sendiri sekarang, saat malam tiba, ia akan segera melakukan pekerjaan.