Anggun mengerjabkan matanya ketika melihat ada mobil mewah terparkir di halaman rumahnya. Dia berkedip beberapa kali untuk memastikan itu mobil ayahnya atau bukan.
"Mobil siapa?" gumamnya seraya menjalankan motor masuk ke halaman samping.
"Assalamualaikum," ucapnya saat dia masuk dari pintu samping. Salamnya langsung di jawab oleh ibunya dengan suara yang ceria. Linda langsung berdiri dan minta ijin sebentar pada tamunya. Dia langsung menghampiri Anggun yang sedang minum di dapur.
"Ikut Ibu, Cepetan!" ucapnya menyeret Anggun hingga pakaian Anggun basah oleh titik-titik air dari mulutnya karena terkejut ketika di seret.
Dia di bawa ke ruang tamu, dimana disana ada empat orang tamu yang belum pernah di lihat oleh Anggun. Dia langsung paham tentang mobil siapa yang terparkir di depan rumahnya. Tamu itu hanya di jamu oleh ibunya. Lalu ayahnya kemana? Pukul segini biasanya udah ada di rumah.
"Ini dia anak saya, Anggun. Udah kerja di perusahaan di KIM. Ayo sapa, Nak."
Anggun mengerutkan keningnya. Sudah satu bulan ini ibunya tidak ramah padanya perkara kuliah Indri tempo lalu. Lalu sekarang selembut ini? Ada apa?
"Hallo Pak, Bu. Saya Anggun!" ucapnya lalu menyalami empat orang itu dengan santun.
Dua orang wanita lanjut usia dan satu wanita muda dan satu lagi pria lanjut usia.
"Jadi ini yang namanya Anggun? Walah, nama sama perilakunya sama ya, Yah. Bunda suka!"
Pria yang di ajak berinteraksi itu hanya mengangguk sementara satu wanita tua dan muda lainnya tidak senang. Mereka menatap Anggun dengan mata tajam dan terpancar aura ketidaksukaan mereka.
Dalam pembicaraan ini hanya Anggun lah yang tidak tahu kemana intinya. Mereka bercerita seolah-olah Anggun sudah di beritahu sebelumnya.
****
Suasana di meja makan seperti mencekam. Lain dari hari biasanya.
Herman makan dalam diam begitu juga dengan Linda.
Wajah pasangan itu mengetat dan tidak ramah satu sama lain dan Anggun bisa menarik kesimpulan bahwa ada pertengkaran yang sedang terjadi.
"Ehm, ayah ada les tambahan? Biasa jam empat carasore udah di rumah. Anggun lihat beberapa hari ini, ayah selalu pulang terlambat," tanya Anggun untuk mengusir situasi yang mencekam.
Nasi di mulutnya seolah berubah jadi biji kristal sehingga sulit di telan. Air minumnya seolah-olah di campur empedu terasa pahit di ujung lidahnya.
"Hmm," jawab Herman singkat. Pria paruh baya itu lalu meletakkan sendoknya dan langsung pergi meninggalkan meja makan.
"Ibu sama ayah bertengkar?" tanya Anggun yang di angguki oleh ibunya. Wanita itu enggan bersuara. Dia mengangguk bahkan tanpa melihat Anggun.
"Udah tua, udah punya cucu. Jangan lagi bertengkar Bu. Saling mengalah lah. Ibu juga udah bisa sesekali menurunkan ego ibu, jangan menekan ayah terus-menerus," ujar Anggun.
Bukan sok bijak atau ingin menasehati orang tua. Tapi ini hanya sekedar mengingatkan saja. Di umur yang semakin bertambah memang perasaan kita sangat sensitif, tapi itu semua mungkin terjadi karena komunikasi antar pasangan yang kurang.
Menikah itu kan bukan untuk menunjukkan siapa yang paling hebat dan paling jago. Jadi kenapa kita harus mempertahankan ego agar di nilai paling hebat?
"Bersihkan semua. Kalau lauknya nggak habis, masukkan kulkas. Tinggal panaskan besok!" ucap Linda seraya berlalu. Meninggalkan dua orang gadis yang sudah berubah menjadi kucing dan tikus akhir-akhir ini.
Sejak pembahasan malam itu. Indri, remaja SMA itu selalu menatap kakaknya dengan tatapan nyalang dan penuh permusuhan. Tidak pernah menyapa dengan benar bahkan untuk minta uang jajan atau ada keperluan lain pun semua lewat chatting padahal mereka tinggal di rumah yang sama.
Sreeeeggg
Suara kursi di geser dan Indri pergi meninggalkan meja makan dan Anggun.
Dia melengos begitu saja tanpa ada perkataan minta tolong agar kakaknya saja yang menyelesaikan semua itu.
Hufff
Anggun menghela dengan berat. "Tidak ada kedamaian di rumah ini. Semua orang egois dan keras kepala," gumamnya pelan seraya berdiri. Memindahkan lauk ke dalam wadah untuk di simpan di kulkas seperti perintah ibunya. Lalu mencuci semua piring kotor dan peralatan masak yang di gunakan ibunya tadi. Membersihkan dapur dan setiap sudutnya lalu setelahnya membilas kain dan mengeringkannya.
Dia mengerjakan semua itu dalam diam. Walau kadang mengeluh.
Mengeluh itu manusiawi, kan?
Jadi tidak apa jika sesekali mengeluhkan perjalanan hidupmu. Mengeluhkan pekerjaanmu bahkan mengeluhkan sikap-sikap orang tersayang kamu.
Setelah semuanya beres, Anggun masuk ke dalam kamarnya setelah mematikan lampu dapur dan ruang tamu.
Demi kebutuhan hidup yang semakin meningkat dari hari ke hari. Dengan sisa waktu setelah bekerja seharian, Anggun mencoba mencari peruntungan lewat pekerjaan online lainnya.
Dulu, saat masih kuliah, Anggun membuat blog. Menceritakan kesehariannya atau bahkan membuat beberapa artikel mengenai kesehatan yang di rangkumnya dari internet atau buku lainnya.
Seiring perkembangan jaman dan manusia sekarang yang lebih aktif di sosmed membuat blognya tidak berkembang.
Dia sempat berhenti menulis. Baru setelah tiga tahun terakhir ini, dia aktif menulis n****+ online di berbagai platform untuk mendapatkan penghasilan tambahan di luar gajinya di perusahaan.
Awalnya dia hanya membuat cerpen. Karena sudah punya base pembaca dan dia sering berinteraksi dengan pembacanya melalui chatting, akhirnya dia mulai debut membuat n****+ remaja.
Penghasilan perbulannya bahkan untuk membeli air botolan saja kurang. Tapi Anggun tidak menyerah dan malah membuat n****+ lainnya. Mengupload ke berbagai platfrom dan promosi di fesbuk untuk mencari pembaca.
Alhamdulillah, setelah meluncurkan tiga n****+, barulah dia mendapat keuntungan dan bisa membeli perlengkapan pribadi dari hasil menulis.
Bahkan setelah dua tahun menjadi penulis, dia bisa membeli laptop baru yang dia pakai sekarang dan mewariskan laptop lama pada Indri.
Laptop pertama di rumahnya yang di pakai abangnya saat kuliah juga.
Warisan yang membuat Indri uring-uringan karena benda itu sudah sangat ketinggalan jaman.
Tok tok tok
Ketukan cepat di pintu kamarnya dan Anggun segera menutup Laptop. Dia beralih pada sebuah n****+ lama untuk menipu orang yang sedang mengetok pintu kamarnya.
"Pinjam laptop!" ucap Indri yang menyembulkan kepalanya di pintu yang di buka sedikit.
"Punyaku nggak bisa di pakai lagi karena udah ketinggalan jaman," lanjutnya.
"Emang mau ngerjain apa? Coba bawa kemari, kakak coba lihat," ucap Anggun.
Sebenarnya dia tidak akan mengerti jika memang ada yang salah di laptop itu, tapi dia ingin memastikan bahwa ucapan Indri apakah benar atau tidak.
Indri langsung mendorong pintu lebar-lebar hingga berdebum karena membentur dinding.
"Kenapa setiap pinjam barangmu selalu aja banyak pertanyaan. Kalau nggak mau ngasih ya udah nggak usah. Nggak usah sok-sokan mau cek ini itu. Sok pande kali kau. Ku makan taik ayam itu kalau kau ngerti soal IT. Sok kali."
Anggun berdiri dan berjalan cepat. Tangannya sudah bersiap ingin menampar adiknya ketika ibunya datang dan menerobos masuk ke dalam kamar Anggun.
Prang