Bab 8. SUAMI WANITA LAIN

1317 Words
Agung mengedarkan mata ke seluruh penjuru rumah. Matanya berhenti pada foto tunggal yang berisi calon istri keduanya itu. Senyumnya sangat merekah dan itu foto saat hari kelulusan. Dia memakai toga dan memegang ijazah. Selempangnya tertulis jelas bahwa dia lulusan universitas ternama di Medan, USU. Rumah itu rapi dan dindingnya di penuhi dengan bingkai dan piagam. Ada juga foto tunggal Anggun yang lain dan dia terlihat sangat cantik dengan baju kebaya tanpa toga. Mungkin di foto di hari wisuda karena wajahnya masih terlihat belia. Agung menyindir gadis itu dalam hati. Bibirnya mencebik karena kenyataan bukan seperti yang ada di foto. Lembut aura di foto itu tidak sesuai dengan kenyataan. Ayah dan bundanya sedang bercakap-cakap dengan pria yang dia duga calon mertuanya. Sekali lagi dia mencibir dalam hati karena rentang usianya dan calon mertuanya itu tidak terlalu jauh sepertinya. Dan dari percakapan itu, dia tahu bahwa pria paruh baya itu seorang guru PNS yang hampir pensiun karena usia udah mendekati batas. Sementara itu, beberapa tetangga yang hadir disana berbisik, ada beberapa di antara mereka yang sudah tahu bahwa Anggun akan di lamar oleh seorang pria yang sudah menikah yang mereka perkirakan adalah duda tetapi sebagian lagi tidak tahu itu. Hanya saja, wanita modis ini siapa? Kok panggil mas pada pria yang mereka duga calon Anggun? Apakah Anggun...? Mereka beristighfar dalam hati karena dugaan yang tiba-tiba terpikirkan. Apakah Anggun diam-diam selama ini dan sudah menjadi pelakor? Apalagi terlihat ada penghulu, apakah Anggun hamil dan ketahuan istri pertama tetapi karena terlanjur jadi di nikah kan? Sekali lagi para ibu itu beristighfar. Tak berselang lama, ketua RT dan istrinya datang karena undangan dari Linda. Sambil menunggu Anggun yang katanya sedang di rias, mereka bercengkrama dengan santai. Terlihat santai tapi bagi beberapa orang terbakar di dalam jiwa. **** Anggun langsung berdiri hingga tangan perias yang sedang memegang hair dryer itu mengenai wajahnya. "Apa maksud Ibu?" Matanya melotot karena tidak bisa mentolelir pemaksaan ibunya lagi. Bukankah tadi hanya acara lamaran? Kenapa pakai penghulu? Kalau acara lamaran, dia berencana akan bicara setelah ini pada pria itu dan berusaha membujuk pria itu untuk membatalkan perjodohan ini. Tapi.... "Rencana berubah! Mereka mau mempercepat pernikahan. Jadi langsung bawa penghulu dan kalian menikah malam ini." "Hahahaha," Anggun tertawa hambar dan duduk kembali di kursinya. Dia menatap dirinya yang manglingi di cermin dan lalu tertawa kencang seperti orang gila. Matanya bahkan sampai berair dan kepalanya panas hingga ingin meledak rasanya. Linda langsung berlari dan membekap mulut anaknya itu dengan tangannya. "Suaramu!" gertaknya dengan sangat geram. Dia melepas tangannya dan duduk di pinggir kasur Anggun seraya melipat tangan. "Adikmu butuh bantuan dana untuk masuk kedokteran. Kamu dan ayahmu tidak setuju rumah ini di jual, yah jalan satu-satunya ibu meminta bantuan pada keluarga calonmu. Mereka bersedia membiayai Indri dan meminta kamu menjadi istrinya. Dengar Anggun, mereka keluarga berada dan kamu tidak akan kekurangan apapun disana. Pria itu orang baik dan orang tuanya juga baik. Percaya pada ibu kalau kamu pasti di terima dengan baik disana." Linda mengatakannya tanpa memberitahu bahwa keluarga calon Anggun itu sudah pernah berkunjung ke rumah mereka dan apa status sebenarnya dari pria yang akan menikahi Anggun. Soal menjual rumah, dia berdalih Anggun dan ayahnya yang tidak setuju. Sebenarnya, jauh di dalam hati, dia juga tidak rela. Karena itulah, dia menyepakati sebuah perjanjian dengan Rosa. "Ibu tidak pernah meminta bantuan lebih darimu. Selama ini, ibu mencukupkan berapapun yang kamu kasih dari gajimu. Ibu sudah menabung dengan sangat keras selama ini tetapi tetap saja hanya untuk uang kuliah Indri satu semester pun tidak cukup. Maka dengan itu Anggun, ibu harap kamu mau membalas ibu yang sudah susah payah mengandung kamu sembilan bulan sampai mempertaruhkan nyawa saat melahirkan kamu. Tolong turuti permintaan ibu selagi ibu masih hidup. Ingat Anggun, surgamu ada di telapak kaki ibu!" Anggun bisa bilang apa jika pembahasan sudah sampai di surganya yang ada si telapak kaki ibunya? Mengenai perjuangan hamil dan melahirkan, Memangnya ibu lainnya tidak begitu? Memangnya untuk melahirkan Indri tidak hamil dulu? Tidak berjuang di antara hidup dan mati juga? Apa hanya melahirkan Anggun yang seperti itu dan sekarang Anggun harus membalas itu? Lalu, balasan dari Indri kapan? Setelah gadis itu berhasil jadi dokter? Preeet! Huffff Anggun melepas nafas panjang berkali-kali untuk menenangkan dirinya. Tanpa menatap ibunya, dia bicara. "Baiklah, Bu! Jika dengan begitu Anggun bisa mencapai surga itu, Anggun akan turuti kemauan ibu. Anggun harap, jalan yang sedang Anggun tempuh menuju surga itu adalah jalanan yang baik yang ibu pilihkan buat Anggun. Karena jika itu jalanan berduri, Anggun rela masuk neraka j*****m karena harus merongrong ibu yang menuntun Anggun ke jalan yang salah itu." Wajah Anggun datar saat mengatakannya. Dia benci ketika jasa ibunya di ungkit. Emangnya dia yang minta harus lahir dari rahim ibunya? Jika bisa meminta pada sang pencipta, tolong agar diputar waktu ke dua puluh delapan tahun lalu dan menempatkan Anggun di rahim wanita lain yang tidak selalu mengungkit jasa seperti ibunya, Linda. "Ka, tolong perbaiki riasanku. Aku harus cantik menyambut jodoh yang di pilihkan ibuku padaku. Aku tidak bisa membuat ibuku malu karena aku sudah di pilihkan jodoh yang bagus yang tentunya menguras tenaga ibu. Tukang rias itu mengangguk dan kasihan pada Anggun yang berusaha tegar dalam kerapuhannya. Dalam hati dia bersyukur punya orang tua tidak seperti orang tua pasiennya. Linda berdiri dan meninggalkan kamar itu dalam kebisuan. Dalam hati dia berpikir, apa yang akan Anggun ucapkan lagi ketika mengetahui dengan siapa dia akan menikah. Linda menaikkan kedua ujung bibirnya dan langsung bergabung dengan beberapa orang di ruang tamu. Tetangga dan teman arisannya yang duduk di barisan belakang bertanya dengan pelan tentang siapa yang akan menjadi mempelai prianya. Linda hanya mengedipkan mata untuk meminta mereka bersabar dan menunggu saja. Sementara itu di dalam kamar Anggun, Perias itu mengusap pelan lengan gadis yang matanya sudah berkaca-kaca itu. "Kamu hebat! Kamu kuat. Kamu mengalami ini karena kamu terpilih. Tuhan pasti sudah melihatnya. Kamu pasti bahagia suatu saat nanti," bisik perias itu dan di angguki oleh Anggun. Banyak sekali dia menemui orang yang bisa mengerti dirinya, tetapi semua itu hanya orang luar yang tidak ada hubungan dengannya. Sedangkan orang terdekatnya, lihat saja ibunya, bukankah ini termasuk menjual Anggun dengan cara menikahkannya dengan pria pilihannya demi bisa mengambil keuntungan untuknya dan anak yang lain? Anggun mendengus mengejek dirinya sendiri ketika mengingat semua yang dia lakukan dari dulu hingga saat ini hanya akan bertujuan untuk kepentingan Indri. Mulai dari kehidupan di rumah yang harus mengalah dalam segala pekerjaan dan kepemilikan pun dalam hal pendidikan, Anggun akan berada di urutan kedua. Sekolah di sekolah negeri sementara Indri sekolah di yayasan swasta ternama. Hingga sekarang, walau Anggun sudah bisa hidup sendiri tetap harus mengalah demi pendidikan Indri. "Indri, kamu berhutang banyak padaku!" gumamnya pelan seraya melihat pantulan dirinya. ***** Suasana di ruang tamu sudah sedikit memanas karena puncak acara akan segera di mulai. "Baiklah, bapak ibu. Apa sudah bisa kita mulai? Hari sudah beranjak sore, sebaiknya kita lakukan sebelum maghrib. Jadi nanti bisa sholat berjamaah bagi pengantin baru," ucap penghulu. Akad nikah di persiapkan dan Agung duduk di seberang calon mertuanya. Di belakangnya istrinya duduk dengan tenang di dampingi oleh mertuanya juga. Linda bergegas ke kamar dan menjemput Anggun. Dia menuntun Anggun yang berjalan menunduk dengan gamis putih sederhana. Gamis yang baru sekali di pakai ketika lebaran beberapa bulan lalu. Dia berjalan menunduk menghindari tatapan para tetangga yang sudah terasa menelanjangi dirinya. Pernikahan tiba-tiba sudah pasti punya pemikiran lain di pikiran orang lain. Apalagi jaman sekarang, kita manusia sangat mudah menangkap hal negatif tanpa mengetahui akar permasalahan seseorang. Anggun mengangkat wajahnya pelan-pelan dan langkahnya langsung berhenti begitu melihat beberapa orang yang sudah pernah dia lihat. Pasangan sepuh itu tersenyum hangat padanya sementara wanita tua dan muda di samping mereka berwajah datar. Lalu Anggun teringat pertemuannya dengan wanita itu di cafe bulan lalu. "Sebentar lagi jadi su..." Anggun langsung melihat pria yang menunduk itu kala kalimat tidak sampai wanita itu menyapa ingatannya. Kakinya lemas seketika berasa tidak bertulang karena pria yang akan menjadi suaminya adalah suami wanita lain.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD