Di Restoran
Lola bertemu Evan di sebuah restoran yang ada di Bali. Lola langsung memberitahukan apa yang terjadi mulai dari Sela dan Dinda yang ada dalam satu pesawat hingga menginap dalam hotel yang sama. Lola meminta Evan berhati-hati agar ia tidak ketahuan oleh Dinda maupun Sela.
“Jadi gimana La?” tanya Evan.
“Gimana apanya bang? Kan udah jelas semuanya,” jawab Lola.
“Kok bisa ya Sela sama Dinda berada di satu pesawat dan menginap di hotel yang sama. Apa mungkin mereka janjian,” ucap Evan.
“Kak Evan ini ada-ada aja deh. Kak Sela sama kak Dinda aja gak saling kenal apalagi janjian. Semua murni karena kebetulan aja sih,” ucap Lola.
“Kalau gini caranya jadi gak bisa bebas sama Dinda deh,” ucap Evan.
“Tenang kak. Aku punya ide biar kakak tetap bisa liburan bareng sama kak Dinda,” ucap Lola.
“Cepetan kasih tahu,” ucap Evan.
“Ehem..ehem..,” Lola pura-pura.
“Batuk? Diobatin dong!” ucap Evan yang sebenarnya sudah tahu apa maksud Lola.
“Kak Evan gak peka banget sih,” ucap Lola.
“Ya udah, kamu minta berapa?” tanya Evan.
“Nah gitu dong. Oke, jadi aku minta uang Rp 10 juta. Transfer hari ini juga soalnya aku mau seneng-seneng,” ucap Lola.
“10 Juta? Kamu mau meres kakak?” tanya Evan kesal.
“Kak, niatku ikut ke Bali itu mau liburan sekaligus merefresh pikiranku bukan malah jagain hubungan kakak. Kalau aku minta 10 juta itu wajar soalnya aku kan udah memeras otak untuk memikirkan solusi untuk kak Evan. Belum lagi aku juga harus jagain hubungan kakak biar gak ketahuan sama dua pacar kakak,” ucap Lola.
“Kakak kan orang kaya, bisnis kakak banyak dan semuanya sukses. Aku yakinlah uang 10 juta gak ada artinya buat kakak,” imbuhnya.
“Gak ada artinya? Uang segitu itu termasuk banyak Lola! Lagian kakak heran buat apa sih kamu selalu butuh uang? Padahal kakak kan selalu kasih kamu uang jajan bulanan+uang transport dan itu jumlahnya gak sedikit,” ucap Evan.
“Terserah kakak aja. Aku kan gak maksa. Kalau kakak gak mau, yaudah sih. Tapi kakak urus sendiri urusan kakak,” ucap Lola.
“Punya adek gini banget sih! Bisanya minta duit mulu,” ucap Evan.
“Ya udah kalau gak mau. Urus saja urusan kakak sendiri,” ucap Lola hendak pergi tetapi ditahan oleh Evan.
“Oke kakak bakal turutin kemauan kamu tapi 5 juta aja ya. Kalau kamu mau, kakak transfer detik ini juga. Gimana deal?” tanya Evan.
“Ya udah iya, 5 juta gak apa-apa. Buruan transfer sekarang,” ucap Lola.
Evan mengambil ponselnya, kemudian membuka aplikasi m-banking. Setelah itu, Evan langsung mengirim uang sebesar Rp 5 juta ke rekening Lola. Begitu mendapatkan uangnya, Lola sangat senang.
“Udah masuk tuh,” ucap Evan memperlihatkan bukti transfer di ponselnya.
“Bentar aku cek dulu,” ucap Lola membuka ponselnya.
“Yaelah La. Kamu kan lihat sendiri ini transaksi udah berhasil masa gak percaya sih,” ucap Evan.
“Bukannya gak percaya kak tapi memastikan,” ucap Lola.
Setelah mengetahui uang yang ditransfer Evan sudah masuk, Lola pun memberikan ide pada Evan.
“Oke. Uang udah masuk,” ucap Lola.
“Uang udah diterima kan? Sekarang kasih tahu apa ide kamu,” ucap Evan.
“Kakak tetep nginep beda hotel sama kak Dinda. Kalau kak Dinda tanya alasannya apa, bilang aja kalau kamar di hotel yang kak Dinda tempat udah terisi penuh. Makannya kakak cari hotel lain,” ucap Lola.
“Kalau Dinda ngajak ketemu gimana?” tanya Evan.
“Kalau kak Dinda ngajak ketemu, temuin aja kak. Tapi kakak harus tampil dengan penampilan tertutup biar gak ketahuan sama kak Sela. Emang sih Bali itu luas tapi kakak kan gak tahu kakak aman atau enggak. Siapa tahu nanti kakak di jalan atau di pantai gak sengaja ketemu kak Sela,” ucap Lola.
“Kakak pakai masker, kaca mata, sama topi pas ketemu kak Dinda. Kalau kak Dinda nanya kenapa kok pakai masker? Bilang aja kalau kakak lagi kena flu terus takut nularin kak Dinda,” imbuhnya.
“Wah.. ide kamu cerdas juga ya La. Kakak baru tahu kalau kamu pintar. Kaka kira kamu cuma pinter minta duit doang,” ucap Evan.
“Kak Evannya aja yang gak pernah lihat potensiku,” ucap Lola.
“Emang punya potensi apa sih? Nilai kuliah aja jelek terus, punya bakat juga enggak. Terus kakak harus lihat potensi kamu dari mana coba?” tanya Evan.
“Udahlah. Capek aku ngomong sama kakak,” ucap Lola kemudian kembali ke hotel.
******
Karena Dinda mengajak ke pantai, Evan pun menjemputnya di depan hotel. Seperti yang diarahkan oleh Lola tadi, Evan tampil dengan penampilan yang tak biasa ketika bertemu Dinda. Evan mengenakan celana pendek, kaos oblong, topi, kaca mata, dan masker. Meskipun wajahnya tertutupi, Dinda tetap bisa mengenali Evan.
“Lagi nunggu siapa Mbak?” tanya Evan pada Dinda yang berdiri di pinggir jalan.
“Kamu dari mana aja sih beb? Aku tungguin juga,” ucap Dinda.
“Kok kamu tahu kalau aku..?” tanya Evan.
“Meskipun kamu tampil dengan penampilan kayak gini, bukan berarti aku gak tahu ya. Dari suara dan bau badan kamu aja udah ketahuan kalau kamu Evan Elvano,” ucap Dinda.
“Duh.. Gagal deh kasih kejutan buat kamu,” ucap Evan.
“Lagian ngapain sih beb pakai masker segala? Pandemi virus Corona kan udah berakhir di negara kita,” ucap Dinda.
“Beb, aku tuh lagi flu makannya aku pakai masker. Aku sengaja pakai masker biar gak nularin kamu,” ucap Evan.
Mendengar Evan flu, Dinda khawatir dengan kondisinya. “Kamu sakit beb? Kok gak bilang sih? Mending kamu istirahat aja.”
“Aku cuma flu aja kok beb,” ucap Evan.
“Tapi aku khawatir sama kondisi kamu. Istirahat aja ya sayang,” ucap Dinda sambil memegang dahi dan leher Evan dengan tangannya.
“Beb, aku gak apa-apa. Aku juga gak meriang kok, aku cuma flu aja. Kamu jangan khawatir ya,” ucap Evan.
“Tapi nanti minum obat ya. Awas kalau enggak,” ucap Dinda.
“Iya bu dokter cantik nan baik hati,” ucap Evan.
“Ya udah yuk kita berangkat ke pantai sekarang,” ucap Evan.
Di Pantai
Sore ini, Evan dan Dinda pergi ke pantai untuk menikmati indahnya sunset. Keduanya duduk di pasir pantai yang putih sembari memandangi matahari tenggelam. Dinda bersandar di bahu Evan dan merasa sangat nyaman saat bersama Evan. Selama ini, Evan jarang memiliki waktu dengannya sehingga pertemuannya dengan Evan benar-benar membuatnya merasa bahagia.
“Beb, makasih ya. Hari ini aku seneng banget,” ucap Dinda.
“Makasih untuk apa?” tanya Evan.
“Aku mau ngucapin makasih karena kamu selalu memberi aku kebahagiaan-kebahagiaan kecil, yang aku harap bisa menjadi kebahagiaan besar suatu saat nanti. Aku sayang banget sama kamu,” ucap Dinda.
“Maksud kamu kebahagiaan besar, itu apa?” tanya Evan.
“Kita duduk di pelaminan, tersenyum bahagia, dan bersiap menyongsong kehidupan baru. Setelah menikah, kita punya anak untuk melengkapi kebahagiaan kita. Buat aku itu adalah kebahagiaan besar yang sangat aku nanti-nantikan,” ucap Dinda.
“Ternyata Dinda punya harapan yang besar sama aku tapi aku juga gak bisa membohongi perasaanku sendiri. Aku cinta dan sayang sama dia tapi gak seratus persen. Aku belum yakin kalau dia pasangan yang tepat buat aku,” batin Evan yang masih bingung dengan perasaannya sendiri.
Dinda mendongakkan kepalanya, kemudian berbicara pada Evan “Beb, kamu kok diam aja sih? Apa kamu gak punya harapan yang sama dengan aku?”
“Beb, aku cinta sama kamu sebagaimana kamu sayang sama aku. Kamu berdoa aja ya semoga Tuhan menggariskan kita berjodoh,” ucap Evan.
“Kok kamu ngomongnya gitu? Kamu gak yakin kalau kita bakal berjodoh? Beb, aku udah yakin banget sama kamu. Kalau kamu juga yakin sama aku, harusnya kamu gak perlu meragukan apapun lagi. Kalau kita sama-sama yakin, kita pasti berjodoh,” ucap Dinda.
“Bukan aku meragukan tapi kita kan gak tahu mana yang lebih dulu, jodoh atau maut. Jadi gak ada salahnya kalau kita berdoa semoga Tuhan mentakdirkan kita bersama,” ucap Evan.
“Udah ya, kamu jangan mikirin itu lagi. Yang penting, kita kan udah punya komitmen untuk masa depan. Jangan bahas sesuatu yang cuma menambah pikiran kamu. Mendingan kita bahas hal-hal positif dan hal-hal yang indah biar gak ada hal negatif yang meracuni kehidupan kita,” ucap Evan dan Dinda menganggukkan kepala tanda setuju.
Evan mengambil ranting pohon, kemudian menuliskan namanya dan nama Dinda di pasir pantai. Evan juga menggambar bentuk hati di tengah-tengah tulisan Dinda dan Evan.
“Evan Love Dinda,”
Setelah puas menikmati sunset, Evan mengajak Dinda pulang dan istirahat di hotel masing-masing.
******
Usai Evan dan Dinda pergi, Sela bersama kedua teman wanitanya sedang berjalan-jalan di pantai. Tak sengaja Sela melihat tulisan nama Evan dan Dinda yang belum terhapus. Meskipun tulisan itu bernama Evan, tetapi Sela tak mau curiga berlebihan. Bisa saja itu adalah orang dengan nama yang sama seperti Evan.
“Eh.. tunggu..tunggu,” ucap Monica, teman Sela.
“Kenapa Nic?” tanya Sela.
“Coba deh kamu lihat nama yang tertulis di pasir pantai ini,” ucap Monica.
“Iya, aku udah baca. Terus kenapa?” tanya Sela.
“Kamu gak curiga? Ini nama pacar kamu,” ucap Monica.
“Ngapain curiga sama sesuatu yang gak perlu dicurigai? Lagian Evan, pacar aku kan lagi ada di Jakarta. Aku yakin kok kalau Evan itu setia sama aku,” ucap Sela.
“Tau nih Monic, suudzon aja. Di Indonesia, cowok yang namanya Evan itu banyak banget. Bisa jadi kan itu cowok lain yang kebetulan punya nama yang sama kayak Evan,” ucap Tere, teman Sela.
“Nah kalau apa yang diomongin Tere itu baru masuk akal. Aku juga gak mau asal cemburu apalagi cuma karena lihat nama ini,” ucap Sela.
“Ya kan siapa tahu pacar kamu lagi ada di Bali Sel,” ucap Monica.
“Gak mungkinlah. Evan kan orangnya sibuk banget mana sempat liburan,” ucap Sela yang percaya penuh pada Evan.
Beberapa saat kemudian, ombak laut menghapus tulisan tersebut.
“Yahhh. Ilang tulisannya,” ucap Monica.
“Daripada ngeributin itu, mending kita balik yuk. Aku udah capek banget nih mau istirahat,” ucap Tere.
Sesuai dengan perintah Evan, Sela tak pernah mempublikasikan hubungannya di sosial media. Oleh sebab itu, hanya orang-orang terdekat khususnya sahabat mereka saja yang tahu tentang hubungan mereka.