Mengejar Cinta Ketiga

1193 Words
Di Kampus Setelah kegiatan perkuliahan selesai, Lola berencana pergi ke Cafe bersama dengan Zen dan Vava. Saat berada di parkiran, Lola melihat Viko datang menemuinya. Lola memang menaruh rasa padanya tetapi Lola juga tak mau dipermainkan olehnya. Menurut Lola, Viko sudah keterlaluan. Viko yang mengajak Lola pergi tetapi dia juga yang membatalkan tanpa alasan. Viko juga tidak memberi kejelasan mengapa ia tak jadi mengajaknya pergi di malam tahun baru. Sebenarnya, Lola tidak akan marah jika Viko mau memberi penjelasan bukan malah diam dan tak bisa dihubungi. “Hai Lola,” ucap Viko santai seolah tak punya santai. “Oh jadi ini cowok yang katanya mau ngajak Lola malam tahun barunan tapi gak jadi,” ucap Zen menyindir Viko. “Apaan sih Zen. Bisa diem gak,” ucap Lola pada Zen. “Tau nih Zen jangan manas-manasin dong,” ucap Vava pada Zen. Viko berkata pada Lola, “La, maafin aku ya La. Bukannya aku mau ngecewain kamu tapi keadaan waktu itu gak memungkinkan.” “Aku gak masalah kok kalau memang kita gak jadi pergi ke acara tahun barunan di restoran temen kamu tapi setidaknya kamu ngabarin aku dong. Kamu kasih tahu kenapa kita gak jadi pergi bukan malah diam aja. Aku telepon gak diangkat, aku wa gak dibalas, terus maksud itu apa? Atau kamu sengaja cuma mau kasih harapan palsu aja sama aku,” ucap Lola karena sangking marahnya pada Viko. “Sejak kamu batalin janji tanpa alasan waktu itu, kamu langsung ngilang gitu aja. Selama 3 harian kamu gak ada kabar, dihubungi juga gak bisa, dan sekarang tiba-tiba kamu datang. Jujur aku gak ngerti apa maksud dan tujuan kamu kayak gini sama aku,” imbuhnya. “La, aku minta maaf ya. Aku bener-bener gak ada maksud ngecewain kamu tapi keadaannya emang gak memungkinkan untuk kita pergi. Pas malam tahun baru itu, ibuku sakit dan aku harus nganterin beliau ke rumah sakit. Karena itu, aku gak jadi pergi ke acara malam tahun barunan. Aku juga minta maaf kalau malam itu aku gak sempet ngabarin kamu karena aku cuma mikirin ibuku,” ucap Viko. “Dan selama beberapa ini aku menghilang bukan karena aku gak mau menghubungi kamu tapi hapeku hilang. Makannya aku kesini mau ngejelasin semua sama kamu biar kamu gak salah paham sama aku,” imbuhnya. “Bohong tuh La, jangan dipercaya. Palingan dia cuma mau ngibulin kamu doang,” ucap Zen pada Lola. Viko menatap tajam ke arah Zen dan berkata, “Kalau lo gak tahu apa-apa, mendingan lo diam aja!” “Lah kok marah? Kalau emang enggak santai aja dong gak usah ngegas,” ucap Zen. “Gimana gue gak marah, lo gak ada simpatinya sama gua. Nyokap gue emang lagi sakit dan gue gak bisa ninggalin dia sendirian di rumah sakit. Jadi, gue terpaksa mengalah dengan tidak pergi ke acara tahun barunan malam itu. Gue sama sekali gak berniat mengecewakan Lola tapi sekali lagi gue bilang kalau semua ini terjadi karena keadaan,” ucap Viko. “Halah… Alesan doang pasti,” ucap Zen tak percaya. Bukannya membela Zen, Lola malah membela Viko. “Zen! Cukup!” “Kok lo marah sih La? Gue kan belain elo,” ucap Zen. “Gue gak perlu dibela dan gua juga gak minta lo bela. Awalnya gue emang marah tapi setelah Viko ngejelasin semuanya, harusnya gue gak perlu marah. Apa yang Viko lakukan itu udah bener dan wajar. Kalau gue marah sama dia berarti gue yang keterlaluan,” ucap Lola. “Jangan gampang percaya sama omongan nih cowok La. Bisa aja kan dia bohongin kamu,” ucap Zen. “Kayaknya dia sainganku buat dapetin Lola. Aku harus hati-hati sama bocah ingusan itu. Jangan sampai aku kalah set sama dia,” batin Viko. “Zen, Viko ini orang yang baik. Gak mungkinkah lah kalau Viko bohong. Gue percaya apa yang Viko omongin itu bener,” ucap Lola. “Udah Zen biarin aja. Percuma lo ngasih tahu Lola juga gak bakal dia dengerin,” ucap Vava pada Zen. “Makasih ya La kamu udah percaya sama aku. Sebagai tanda permintaan maaf aku, gimana kalau kita pergi jalan? Aku siap mengantarkan kamu kemanapun kamu mau,” ucap Viko. “Boleh. Ayuk,” ucap Lola tak menolak. “Lho kok lo malah pergi sama dia sih La? Kan lo mau pergi sama gue dan Vava ke Cafe,” ucap Zen. “Sorry ya Zen tapi gue gak bisa. Gue mau pergi sama Viko. Nah lo pergi aja sama Vava berdua juga gak apa-apa,” ucap Lola. Setelah itu, Lola langsung pergi bersama Viko. Melihat itu, Zen kecewa tetapi ia juga tak bisa apa-apa. Zen tak bisa memaksa Lola untuk pergi bersamanya dan Zen juga tak bisa membuat Lola percaya dengan omongannya. Namun, Zen tak akan membiarkan Lola terus menerus bersama Viko. Sebagai sahabat yang baik, Zen tak mau Lola terluka. Zen berjanji akan membuktikan bahwa Viko tidak sebaik di mata Lola. Suatu saat nanti, Lola pasti akan menyesal karena memilih Viko. ******* Sementara itu, kisah Evan berbeda dengan Lola. Beberapa hari kemudian, Evan datang ke kantor polisi untuk mengambil mobil Lola. Sayangnya, yang bertugas disana bukan polwan yang Evan temui malam itu. Meski begitu, Evan tak mau pergi begitu saja sebelum ia bertemu dengan polwan cantik yang menilang adiknya saat itu. Malam itu gelap dan Evan juga tidak sempat melihat nama polwan itu. Memang, namanya terpampang di seragamnya tetapi karena keadaan malam yang tak begitu terang, Evan tak sempat melihat apalagi membaca namanya. Oleh sebab itu, hari ini Evan ingin berkenalan dengannya. Setelah mengurus pengambilan mobilnya, Evan tak langsung pulang. Evan mondar mandir sembari menunggu kedatangan polwan cantik itu. Tak lama kemudian, Evan melihatnya turun dari mobil polisi. Begitu melihatnya, Evan segera menemuinya dan mengajaknya mengobrol sebentar. “Selamat siang,” ucap Evan pada polwan itu. “Selamat siang. Ada yang bisa saya bantu?” Evan membaca nama polwan itu di seragamnya, “Jadi namanya Mayang,” “Halo Mas. Ada yang bisa saya bantu?” tanya Mayang sekali lagi karena Evan tadi tidak menjawab. “Saya kakaknya cewek yang mbak tilang pas tahun baru itu loh. Masa lupa sih sama saya?” tanya Evan. “Oh iya mas saya ingat. Apa surat tilang dan pengambilan mobilnya sudah diurus?” tanya Mayang. “Sudah mbak. Semuanya sudah beres,” ucap Evan. “Baguslah kalau begitu. Ya sudah saya permisi dulu ya mas,” ucap Mayang tetapi Evan menghalanginya. “Kenalin nama saya Evan Elvano. Panggil saja saya Evan,” ucap Evan mengulurkan tangannya pada Mayang. “Salam kenal mas Evan,” ucap Mayang menjabat tangan Evan. “Nama mbak Mayang kan?” tanya Evan pada Mayang. “Iya mas. Maaf ya mas saya mau masuk dulu,” ucap Mayang. “Kenapa buru-buru sekali mbak? Apa kita gak bisa ngobrol dulu?” tanya Evan. “Maaf mas, saya bekerja dan saya tidak bisa meninggalkan pekerjaan saya hanya untuk mengobrol yang tidak penting. Jadi saya mohon pengertiannya,” ucap Mayang kemudian bergegas masuk ke dalam kantor Sebenarnya, Evan masih ingin mengobrol dengan Mayang tetapi Mayang tak mau karena dia harus kembali bekerja. Karena satu jam lagi waktu istirahat, Evan pun tak langsung pulang. Evan tetap disana sembari menunggu Mayang keluar, siapa tahu nanti Mayang akan makan diluar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD