Bab 4-First!

1390 Words
Sora bersiap turun dari mobil dengan suasana hati yang dongkol. Namun, siapa sangka jika ia kalah cepat dengan Ersya. Laki-laki itu sudah lebih dulu menarik Sora turun dan kembali mengangkat tubuhnya - kali ini ala bridal style. “Yakh!” Sora sempat menjerit kaget karena pergerakan Ersya yang terlalu tiba-tiba. Ia hendak memukul wajah lelaki itu, tetapi nyalinya ciut kala ia teringat bagaimana ngerinya Ersya saat marah tadi. Ia tidak mau membahayakan dirinya jika kembali memancing Ersya. "K-kamu mau apa? Turunkan aku!" pinta Sora sambil menatap Ersya. Setelah mereka bersama, baru hari kali ini mereka sering kontak fisik. Biasanya Ersya sangat menghormati keputusan Sora yang tidak mau dekat-dekat meski mereka telah menikah. "Kita perlu bicara," balas Ersya. "Bicara ya tinggal bicara saja. Tapi aku mau turun!" tegas Sora. Ersya tak lagi menanggapi. Dengan sigap, satpam yang bekerja untuk mereka segera membukakan pintu utama rumah bercat putih itu walau sangat bingung dengan kondisi keduanya. Ersya tak lagi bersuara. Ia fokus membawa Sora ke suatu tempat - tak peduli dengan rengekan gadis itu yang semakin menjadi-jadi. "Ersya! Kamu budeg, ya? Masih muda masa budeg? Turunin aku! Kamu mau bawa aku ke - eh ... siapa mengizinkan kamu ikut mas-" "Diam atau kamu akan aku lempar?!" ancam Ersya sambil menatap Sora datar. Sora menelan salivanya dengan kasar. Tatapannya beralih ke kasur - tepatnya, kasurnya selama tinggal di kediaman itu. "Uhm, aku belum kasih kamu izin buat masuk! Lagian kamu mau ngapain masuk ke kamar aku?!" protes Sora. Ersya menurunkan Sora secara perlahan. Lalu, menarik pelan lengan gadis itu ke arah kasur. Ia mendorong Sora hingga gadis itu terduduk. Sora pun semakin waswas dibuatnya. "K- kamu mau apa sih? Jangan kurang ajar, ya! Aku bilang kamu keluar!!" Berusaha berontak, Sora malah dapat tawa sinis dari pria yang berstatus sebagai suaminya itu. "Kurang ajar? Bahkan kalau aku nidurin kamu saat ini, itu udah jadi hak aku, Sora," ucap Ersya. Sora tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Ersya. Tidak biasanya Ersya berbicara sefrontal ini padanya. Apa iya laki-laki itu marah besar hanya karena memergoki Sora di kelab? Namun, Sora bahkan tidak berbuat macam-macam. Hanya mabuk, sedikit. Sora berusaha menahan napas saat Ersya semakin memajukan wajahnya. Jantungnya berdebar hebat. Soal kenakalan, Sora memang tidak perlu diragukan lagi. Namun jika soal laki-laki, sebenarnya mentalnya sangat ciut. "Sya, k- kamu-" Ersya semakin mendekat. Tak mungkin Sora melanjutkan kalimatnya. Salah bergerak sedikit saja, bisa-bisa bibirnya akan menyentuh milik Ersya. Sora belum pernah berada dalam keadaan seintim ini dengan seorang pria. Saat Ersya memiringkan wajahnya, Sora hendak mundur untuk menghindar. Namun, pergerakannya seolah terkunci. Jika ia mundur, tak menutup kemungkinan ia akan jatuh dalam posisi terlentang di atas kasur, kan? Dan mungkin hal itu hanya akan membuat posisinya semakin sulit. Tubuhnya kaku. Kedua tangannya bahkan sudah mencengkeram erat seprei di kanan dan kirinya. Kira-kira, apa yang akan Ersya lakukan? Mata Sora terpejam ketika ia merasakan napas hangat Ersya menyapa wajahnya. Disusul sentuhan kedua pucuk hidung mereka. Rasanya Sora hampir pingsan. Akankah Ersya benar-benar mencuri ciuman pertama Sora? Dengan keadaan mereka yang seperti ini? Atau ... bagaimana jika Ersya bahkan berani berbuat lebih dari itu? "... Bahkan kalau aku nidurin kamu saat ini, itu udah jadi hak aku, Sora." Kalimat ambigu Ersya beberapa detik yang lalu kembali berdengung di telinga Sora. Sungguh, ia belum siap jika hal itu benar-benar terjadi malam ini. "Wine?" Samar, Sora dapat mendengar suara Ersya menyebut salah satu jenis minuman beralkohol itu. "Sejak kapan kamu pintar minum-minuman seperti itu?" Suara Ersya terdengar semakin menjauh, membuat Sora perlahan berani membuka matanya. Bukannya merasa terintimidasi dengan tatapan garang Ersya, Sora justru mengembuskan napas lega - setelah hampir sekian detik lamanya ia menahan napas akibat ulah Ersya. Jadi, lelaki itu tadi hanya mengendus mulut Sora guna memastikan jika indera penciumannya tidak salah? "Ya lagian kenapa, sih? Orang cuma Wine. Lagian aku nggak sampai mabuk juga," keluh Sora. Gadis itu masih enggan menatap Ersya. Nyalinya masih ciut. "Oh ya? Aku bahkan tidak tahu apa yang akan terjadi padamu kalau aku tidak datang tadi. Mungkin kamu akan teler dan bahkan tidak bisa mengenali orang-orang di sekitarmu lagi. Kamu pikir hal seperti itu tidak bahaya, Ra?" omel Ersya. Sora berdecak sebal, "Nggak akan sampai kayak gitu. Aku juga tahu batasan kok. Nyatanya, sampai sekarang aku masih baik-baik aja, kan? Padahal aku clubbing juga nggak cuma satu kali dua kali." Tatapan Ersya ke arah Sora semakin tajam. "Siapa yang ngajarin kamu minum-minum dan party begitu? Teman-teman kamu yang tadi? Iya?" Sora menutup telinganya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ishhhh!!! Udah nggak deh nggak usah berisik! Mending kamu keluar sekarang! Keluar!" usir Sora lagi. "Gadis bandel!" ucap Ersya. Ia benar-benar bingung bagaimana caranya membuat istri nakalnya itu mau menurut. Sora benar-benar sulit diatur. "Iya. Aku memang bandel! Papa juga selalu bilang gitu. Terus kalau aku bandel, kamu mau apa? Capek, bukan ngadepin cewek bandel kayak aku? Jadi mending kamu hmp-" Ucapan Sora terputus ketika sesuatu yang lembap membungkam bibirnya. Sora terkejut bukan main. Matanya sudah terpejam otomatis karena sapuan angin akibat gerakan tiba-tiba orang di hadapannya. Namun ... jika Sora tak salah mengartikan, bukankah benda yang menempel di bibirnya saat ini adalah bibir Ersya? Sora dapat merasakan debaran jantungnya sendiri - hingga dadanya terasa sesuatu yang asing. Setelah kesadarannya kembali, ia pun mendorong Ersya dengan sekuat tenaganya hingga tautan bibir mereka terlepas. Wajah Sora sudah merah pias. Sementara Ersya ... pria itu justru memasang seringai mengerikan. "Gadis nakal memang harus diberi pelajaran," ucap Ersya. "K- kamu jangan macam-macam, ya! Awas aja kalau kamu sampai berani-" "Jangan kamu pikir selama ini aku diam karena aku takut, Sora. Aku diam, karena aku berusaha bersabar. Tapi akan ada waktunya di mana kesabaranku itu telah habis. Dan jika hari itu tiba, maka, suka atau tidak suka, aku akan tetap menuntut hakku padamu," potong Ersya, dengan jarak wajah keduanya yang masih sangat dekat. Sora benar-benar merasa takut. Meski kesadarannya masih sedikit dipengaruhi oleh minuman keras, tetapi ia masih dapat menangkap dengan jelas maksud ucapan Ersya. "Jangan kuras emosiku, Sora! Aku ingin di antara kita berjalan dengan baik. Kita lalui ini semua dengan cara baik-baik," lanjut Ersya - kali ini dengan nada yang lebih lembut seolah sadar jika ancamannya sebelumnya telah berhasil membuat Sora ketakutan. Sora masih terdiam. Ia tak berani mengatakan apa pun. Ia takut salah bicara, dan Ersya akan benar-benar nekat menelanjanginya saat itu juga. Akhirnya, gadis itu hanya bisa mengangguk patuh dalam kepalsuan. "Maaf kalau aku membuat kamu takut. Aku cuma mau kamu jadi gadis yang baik, Sora. Aku melakukan ini karena aku peduli padamu. Papamu sudah mempercayakanmu padaku. Dan aku harus menjagamu sebaik mungkin," pungkas Ersya. Lelaki itu mengusap pipi Sora dengan lembut. Wajah gadisnya itu memang begitu terawat. Rasanya lembut seperti kulit bayi. Dan Ersya sangat menyukainya. Tidak! Ersya bahkan memang menyukai semua yang ada pada Sora. Entah sihir apa yang ada pada gadis ajaib itu. Nyatanya ia bisa membuat orang seperti Ersya bertekuk lutut meski sikapnya kadang membuat Ersya naik darah. Tersihir dengan pesona Sora, Ersya kembali memajukan wajahnya. Sora yang blank hanya bisa diam menunggu apa yang akan dilakukan suaminya. Namun, kala bibir mereka nyaris kembali bersentuhan, suara mengejutkan dari Sora berhasil menggagalkan semuanya. Sora cegukan, langsung menutup mulutnya, “Ups!” Entah karena gadis itu terlampau gugup, atau karena pengaruh minuman beralkohol yang sebelumnya ia minum. Ersya tak keberatan. Ia segera membuat jarak antara dirinya dan Sora sambil terkekeh gemas. "Aku akan ambilkan air untukmu. Kamu bisa ke kamar mandi sendirian? Lebih baik cuci wajahmu dan gosok gigimu selagi menunggu aku kembali membawa air," ucap Ersya lembut. Sora hanya menunduk. Ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Yang jelas, kedua sisi pipinya kini sudah semerah tomat karena ucapan dan perlakuan yang ia dapat dari suaminya tersebut. Mendapati Sora yang masih mematung di tempat, Ersya kembali ingin menggoda gadis nakal itu, “atau kamu mau aku membantumu di kamar mandi—“ “Nggak! Aku bisa sendiri!” tolak Sora sembari bergegas berdiri dan berlari sebisa mungkin dari hadapan Ersya. Brakk! Saat Sora menutup pintu kamar mandi dengan gerakan kasar, Ersya terkekeh kecil. “Sora Quinza...” Ia menyebut nama lengkap Sora sembari terus tersenyum dan menyentuh bibirnya. Seolah-olah rasa manis ciuman pertama yang ia nekat lakukan tadi masih sangat melekat. Ya, Ersya sangat nekat sampai bersiap-siap Sora akan menampar atas konsekuensi telah menciumnya. Ternyata Sora hanya diam mematung, dengan ekspresi yang sangat menggemaskan dan berhasil melenyapkan sisi nakal yang ia tunjukkan selama ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD