"Suami kamu itu kolot banget ya, Ra? Ya kali keluar malam aja nggak boleh."
Sora langsung meletakkan jari telunjuknya di depan bibir, memberi kode pada sahabatnya itu untuk diam.
"Ssttt!!! Nggak usah keras-keras! Kalau sampai ada yang tahu aku udah nikah, gimana? Aku nggak mau ya berita ini menyebar!" Sora mengingatkan.
"Tapi bukannya suami kamu itu belum tua-tua amat malah wajahnya juga ganteng? Pengusaha juga, kan? Kok bisa pemikirannya begitu?" Satu teman Sora yang lagi ikut menanggapi. Masih saja heran dengan keputusan Sora yang ingin pernikahannya dengan Ersya di sembunyikan. Padahal menurut teman Sora itu, Ersya suamiable. Pria yang di minati banyak perempuan lajang, mengharapkan dinikahi pria tampan dan mapan secara finansial.
"Ish! Fik, Ay, bisa nggak sih nggak usah bahas itu di sini? Kalau ada anak kampus yang dengar gimana? Kalian tahu, kan, kelab ini tuh tempat tongkrongan favorit anak-anak kampus kita banget," Sora kembali menegur.
Fika dan Ayla. Keduanya adalah sahabat Sora sejak mereka di bangku SMA. Dan ketiganya masih bersahabat sampai saat ini. Bahkan mereka masih berkuliah di universitas dan fakultas yang sama.
Sora dan Fika Bisnis Manajemen, sedangkan Ayla Ilmu Ekonomi. Keduanya sama-sama berada di fakultas yang sama - Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
"Orang nggak ada yang kita kenal juga di sini. Udahlah nggak usah bisik-bisik! Buruan jelasin, emang suami kamu sekolot itu?" desak Fika.
"Dia bukannya kolot. Cuma terlalu perfeksionis aja aku rasa. Dia mau semuanya berjalan sesuai apa yang menurut dia benar. Dan palingan juga udah dicuci otak sama Papa, biar nggak ngebiarin aku dugem lagi," keluh Sora.
"Tapi dia nggak tahu, kan, kalau malam ini kamu mau dugem? Kata kamu, kamu tadi kabur dari rumah," sambung Ayla.
"Harusnya sih aman. Udah ah. Aku tuh ke sini mau happy-happy. Ngapain sih kalian pakai bahas dia segala? Back to topic! Mending kalian bantu mikir gimana caranya biar aku bisa hidup bebas lagi kayak kemarin-kemarin! Syukur-syukur biar aku bisa cerai secepatnya dari Ersya."
Ayla dan Fika saling bertukar pandangan. "Kamu siap jadi janda muda?"
“Sepertinya kalau Sora cerai dari Ersya, bukan hanya jadi janda muda... tapi, janda kaya raya,” celetuk Fika sambil terkekeh.
"Apa pun selagi aku bisa menikmati kebebasan tanpa dilarang-larang sama Ersya!" Sora menjawab pertanyaan Ayla.
Pikirannya sudah benar-benar buntu. Ia ingin secepatnya bisa lepas dari Ersya. Sora ingin kembali menikmati kesendiriannya - tanpa bayang-bayang siapa pun yang hadir atas kehendak ayahnya.
"Susah sih, Ra. Suami kamu kayaknya bebal banget. Kamu udah jelas-jelas nggak setuju sama pernikahan ini aja, dia tetap oke-oke aja, kan?" Ayla mulai mengemukakan pendapat.
Bagi Sora, Ersya setuju menikah pasti karena tawaran kerja sama bisnis dari ayahnya. Satu alasan yang membuat Sora yakin tidak akan pernah bisa menerima pernikahan mereka maupun Ersya sebagai suami. Sora merasa dirinya hanya jadi alat untuk keuntungan bisnis keduanya.
"Ada sih satu cara. Tapi-" Belum sempat Fika ikut mengemukakan pendapatnya, ucapan gadis itu sudah lebih dulu dipotong oleh Sora.
"Apa? Apa aja deh. Siapa tahu aku bisa ngelakuinnya. Pokoknya aku mau pisah secepatnya!" tegas Sora.
'Aku nggak mau Papa semakin di atas angin kalau perjodohan ini berjalan lancar. Aku harus bisa tunjukin ke Papa, kalau apa pun cara Papa buat mengekang hidupku, semua akan sia-sia,' lanjutnya dalam hati.
"Nggak deh, Ra. Aku rasa nggak bagus juga buat kamu. Kalau pun kalian harus pisah, saranku sih pakai cara baik-baik," ucap Fika yang membuat Sora berang.
"Mana ada pisah baik-baik? Pisah ya artinya memang udah nggak ada yang baik lagi. Jadi udahlah, mending katakan aja sekarang, Fik! Siapa tahu ide kamu bagus," desak Sora.
Fika menghela napas panjang. "Aku rasa nih, cowok mana pun pasti akan ngerasa terhina banget kalau pasangannya selingkuh. I mean, kamu bisa tunjukin ke dia kalau kamu udah ada cowok lain," usul Fika.
Terdengar gila.
"Nggak! Jangan deh, Ra! Aku tahu kamu gila. Tapi, pacaran sama cowok lain di saat kamu udah punya suami? Yang ada kamu jadi kelihatan kayak cewek murahan. Nggak! Nggak boleh!" sergah Ayla.
"Itu dia. Makanya aku ragu buat bilang. I think, harusnya sih ada cara yang lebih baik dari itu buat masalah kamu ini," sambung Fika yang kembali diangguki oleh Ayla.
Sora terdiam beberapa saat. Cowok lain, ya? Dia tidak ada bayangan harus meminta bantuan pada siapa.
Di sisi lain, ia juga tidak mau terlihat seperti gadis murahan.
"Kita bantu mikir cara yang lain. Yang pasti, ideku barusan mending di-skip aj-"
"Ide kamu bagus kok," potong Sora.
"Ra, jangan gila!" tegur Ayla.
Di antara mereka bertiga, bisa dibilang otak Ayla yang paling bersih.
"Kenapa? Khawatir aku bakal dicap cewek murahan? Lah ... kan nggak ada yang tahu juga kalau aku udah nikah sama Ersya. Amanlah. Nggak akan ada yang mikir macam-macam," ucap Sora meyakinkan kedua temannya.
"Tapi risikonya itu loh, Ra. Kalau Ersya yang nggak terima dan bikin masalah gimana?"
"Lah kan memang itu tujuan utamanya. Dia nggak terima, bikin masalah, gugat cerai, kelar," balas Sora santai.
Ayla dan Fika mengusap wajah mereka masing-masing. Mereka yakin tidak akan semudah ucapan Sora.
"Kamu nggak mikir, Ra? Dua cowok kalau rebutan cewek, bisa ribut besar. Dan aku yakin Ersya pasti nggak akan kalem-kalem aja tahu istrinya punya cowok lain. Sebelum menceraikan kamu, dia pasti akan ngasih pelajaran dulu ke kalian. Terus kalau pacar kamu ikutan nggak terima gimana? Terus, dia nekat menyakiti kamu gimana?"
Ayla kembali dengan pemikirannya yang terlalu jauh, hingga membuat Sora geleng-geleng kepala.
"Drama Korea apa lagi sih yang habis kamu tonton? Udah ah! Ngapain juga mikir sejauh itu? Ersya tuh bukan orang yang mau ribet. Dua hari aku selingkuh juga paling langsung dia gugat," sanggah Sora.
"Tapi-"
"Ay, udah! Jangan dibawa stres! Tujuanku mengajak kalian berdua ke sini. Nyari jalan keluar, dan senang-senang biar nggak makin gila. Tujuan pertama udah oke. Sekarang, tinggal fokus ke tujuan kedua," Sora memotong ucapan Ayla.
Sora bangkit. Ia mengambil sebotol minuman beserta tiga gelas sloky dengan sebuah nampan hitam.
"Malam ini aku traktir. Aman, ATM-ku udah dibalikin sama Papa!" ucap Sora sembari menyeringai puas, membuat kedua temannya bungkam.
Lagian, siapa juga yang mau menolak minuman gratis? Mana Sora sendiri termasuk orang yang pemilih, dan suka sesuatu yang mahal lagi.
"Let's party, girls!" teriak Sora, setelah berhasil memenuhi sloky-nya dengan cairan beraroma tajam itu.
Ayla dan Fika melakukan hal yang sama. Ketiganya pun bersulang dan menegak minuman itu bersamaan.
Puas minum, Sora menggandeng dua temannya untuk turun ke lantai dansa. Mereka berdansa dengan para pengunjung kelab yang lain dengan keadaan setengah mabuk.
Di antara tiga gadis itu, hanya Ayla yang masih memiliki cukup kesadaran untuk menyadari bahwa ada sepasang mata yang menangkap keberadaan mereka saat ini.
'Cowok itu kayaknya nggak asing,' batin Ayla. Ia berusaha mengingat-ingat.
Dan begitu ingatannya dapat menangkap suatu momen, ia melebarkan pupil matanya dan langsung memukuli bahu Sora dengan heboh.
"Ra, I think you're in danger!"
"Hah? Apa? Ngomong apa sih, Ay? Nggak jelas amat. Sakit tahu!" protes Sora dengan setengah teler.
"Ish! Itu lihat! Suami kamu ada di sini!"
Sora menyipitkan matanya, berusaha melihat jelas pria yang di maksud temannya sampai tubuhnya membeku bertepatan tatapan matanya beradu dengan Ersya yang terus berjalan ke arahnya.
“Damn! Kok bisa! I-itu memang Ersya!” Sora tak habis pikir, Ersya bisa mengetahui dirinya ada di sana. Apa yang harus Sora lakukan? Bersikap tenang menghadapi Ersya, atau melarikan diri.