Aksa pun berkata dengan nada tidak percaya, "Kamu jangan bercanda, Danisa. Kamu mengatakan hal itu, kamu pikir aku akan percaya? Kamu mau aku membatalkan niatku untuk poligami? Tidak, aku akan tetap menikah dengan Tamara. Kamu tahu sendiri bukan Amanda juga menyukai Tamara. Aku pikir dia juga tidak akan keberatan kalau aku menikah lagi. Tamara beberapa kali mengajak jalan Amanda dan Amanda sangat senang sekali."
Danisa menjawab tegas, "Aku tidak bercanda, Mas. Aku bisa membuktikannya kok." Kemala tersenyum sinis, "Sudahlah Danisa, jika kamu tidak mau dipoligami berarti kamu siap untuk dicerai oleh anak saya."
Aksa pun menambahkan, "Oh iya, kalau begitu ada dua pilihan: kamu siap dipoligami atau kita sudahi saja."
Danisa pun berkata dengan mantap, "Oke, kalau aku diminta untuk memilih, aku tetap pada pendirianku. Aku tidak mau dipoligami. Jika kamu mau berpisah denganku, tunggu dulu, kita harus hadirkan saksi untuk perceraian kita secara agama. Aku tidak mau jika suatu saat kamu menyesal dan tidak mengaku jika sudah menjatuhkan talak padaku."
Aksa berkata sinis, "Aku tidak akan pernah menyesal. Saksi mana yang akan kamu hadirkan?" Danisa menjawab, "Gampang, kita panggil saja Pak RT dan tetangga dekat kita. Oh iya, apa kamu tidak mau bertanya dulu pada Amanda apakah dia siap jika punya ibu baru?"
Kemala pun angkat suara, "Biar ibu yang memanggil Amanda. Ibu yakin Amanda tidak akan keberatan jika ia punya ibu baru, apalagi ibu barunya Tamara."
Danisa terdiam sejenak. Kemala beranjak dari tempat duduknya dan memanggil Amanda. Tak lama kemudian, Amanda muncul dan duduk di sofa.
"Ada apa ini?" tanya Amanda. Danisa berkata, "Silakan, Mas. Kamu saja yang bicara."
Aksa mendekati Amanda dan duduk di samping putrinya itu. "Amanda, begini. Ayah dan Ibu sepertinya tidak bisa lagi bersama. Ayah punya niat untuk menikah lagi dengan Tante Tamara. Apa kamu keberatan?"
Amanda terdiam. Danisa berkata pada Amanda, "Jika kamu keberatan dan tidak ingin Ayah menikah lagi, katakan saja, Nak. Jika ayahmu tidak menikah dengan Tante Tamara, Ibu mungkin akan bisa tetap bertahan dengan ayahmu."
Amanda terdiam beberapa saat, mencoba berpikir tentang jawabannya. Kemala pun mempengaruhi Amanda, "Kamu kan beberapa kali sudah main dengan Tante Tamara. Dia baik, bukan? Dia punya mobil dan membelikan apapun yang kamu inginkan."
Amanda tersenyum dan berkata, "Aku mau jika ayah menikah dengan Tante Tamara."
Sontak jawaban Amanda membuat Danisa merasa hancur. Bagaimana bisa anaknya sendiri mengabaikan kehadirannya dan lebih memilih perempuan lain untuk menjadi ibunya. Danisa tak bisa berkata apa-apa.
Kemala pun berkata, "Tuh lihat, Amanda pun bisa memilih yang tepat." Danisa lalu bertanya pada Amanda, "Manda, ibu ini kaya loh. Rumah kakeknya ibu sangat besar, mobilnya juga banyak dan lebih mewah dari punya Tante Tamara. Amanda bisa ikut ibu, ibu akan memperlihatkannya."
Danisa berharap Amanda berpikir ulang tentang jawaban sebelumnya. Aksa pun berkata, "Kamu jangan gila, Danisa. Jangan membohongi anak sendiri."
Danisa pun menegaskan, "Aku tidak gila, aku tidak berbohong, Mas.” Aksa pun berkata dengan sangat yakin, “Sudahlah, karena Amanda sudah bersedia jika aku menikah lagi, aku akan menceraikanmu. Silakan kamu panggil RT dan tetangga untuk menjadi saksi perceraian kita secara agama."
Danisa mengangguk dengan hati perih. Amanda kembali ke kamarnya karena ia tidak mau terlibat dalam permasalahan orang tuanya. Dengan hati yang terluka, Danisa bersiap menghadapi kenyataan pahit ini, berharap ada jalan keluar terbaik untuk dirinya dan putrinya.
Danisa keluar dari rumah dengan hati yang berat untuk memanggil Pak RT dan tetangganya sebagai saksi perceraiannya. Di dalam ruang tamu, Kemala berkata pada Aksa, "Keputusanmu sudah sangat tepat, Aksa. Jika kamu menikah dengan Tamara, Ibu yakin rumah tanggamu akan lebih sejahtera dibandingkan dengan Danisa."
Tak berselang lama, Danisa kembali bersama Hermawan, RT setempat, dan Heru, tetangga dekatnya. Mereka langsung duduk, dan Danisa
Danisa pun berkata, "Tunggu, Mas. Aku akan mengambil kertas dan pulpen dulu." Tak berselang lama, Danisa kembali dan meletakkan kertas, materai, dan pulpen di atas meja. "Ini untuk bukti hitam di atas putihnya."
Aksa pun mengatakan niatnya kepada RT dan tetangganya, "Terima kasih karena Pak Hermawan selaku RT dan Pak Heru sebagai tetangga dekat saya sudah hadir di sini. Sebenarnya, saya ingin menjatuhkan talak kepada istri saya dan saya minta untuk Anda berdua menjadi saksi."
Pak Hermawan pun bertanya, "Maaf Pak Aksa jika saya lancang, namun apa alasan Anda hingga ingin menjatuhkan talak kepada istri Anda?"
Aksa pun menjawab, "Saya berniat poligami." Hermawan dan Heru pun tertegun. Lalu Aksa melanjutkan, "Tapi nampaknya Danisa tidak mau dipoligami, jadi saya lebih memilih untuk menceraikannya."
Hermawan pun bertanya, "Apa Pak Aksa tidak mau berpikir lagi?" Aksa pun menggeleng. "Sepertinya tidak."
Setelah itu, Aksa pun mulai mengatakan kalimat talaknya, "Saya menjatuhkan talak satu kepada Danisa Azura binti Andika…." Pernyataan itu disaksikan oleh Hermawan selaku RT, Heru selaku tetangga dekat, dan Kemala, ibu Aksa sendiri.
Setelah kalimat talak itu jatuh, Danisa meneteskan air matanya. Ia benar-benar tak menyangka diceraikan oleh suaminya yang telah membuat ia menjadi yatim piatu. Kemala tampak puas dengan apa yang terjadi di ruangan itu.
Setelah itu, Aksa pun menuliskan bahwa ia menjatuhkan talak satu kepada Danisa di atas kertas yang sudah Danisa siapkan. Di bawahnya, ia membubuhi tanda tangan di atas materai, menjadikan surat itu berkekuatan hukum. Para saksi juga ikut menandatangani.
Setelah itu, Hermawan dan Heru pamit. Mereka keluar dari rumah Aksa, benar-benar tak menyangka jika Aksa memutuskan menceraikan Danisa demi poligami. Keduanya menilai Danisa adalah istri yang sangat baik dan patuh.
Di ruang tamu, Kemala berkata, "Sekarang kamu sudah cerai dengan Aksa. Mau pergi ke mana kamu?" Danisa pun menjawab, "Aku sudah mengirim pesan pada kakekku. Sebentar lagi dia menjemputku."
Kemala tersenyum sinis, “masih mimpi aja punya kakek.” Aksa lalu berkata, "Kamu tak boleh membawa apapun dari sini, ponsel juga tinggalkan. Kamu hanya boleh membawa pakaian yang kamu kenakan saja."
Danisa pun tersenyum, "Tidak masalah." Ia meletakkan ponsel yang dipegangnya di atas meja lalu berkata, "Surat ini aku yang pegang." Aksa pun menjawab, "Oke, tak masalah."
Kemudian seseorang mengetuk pintu. Danisa pun langsung membukakan pintu itu, dan ternyata yang datang adalah Hengky. Danisa langsung memeluk kakeknya itu dengan menangis berurai air mata, memperlihatkan surat talak padanya.
Aksa dan Kemala benar-benar terkejut dengan kehadiran laki-laki yang sudah lanjut usia itu, namun terlihat memakai pakaian yang sangat berkelas.
Kehadiran Hengky mencuri perhatian Aksa dan Kemala. Keduanya pun berdiri. Hengky pun mengelus kepala Danisa dengan sayang, "Saatnya pulang, sayang. Kamu tidak dihargai di rumah ini.”
Kemala bereaksi. "Ternyata kau sudah punya persiapan, ya, Danisa. Menjadi sugar Baby seorang lansia," ejek Kemala disertai tawa.
Aksa mencebik. "Dasar wanita murahan.”
Setelah itu, Hengky melihat ke arah Aksa dan mengatakan hal yang membuat d**a Aksa berdetak lebih cepat.