Bab 9. Tidak sadar

1094 Words
Kyara menangis. Sesuatu itu sangat menyakitinya. Tapi tidak, hatinya lebih sakit dan perih dari pada sesuatu itu. Sedangkan Samudra Seperti orang yang kesetanan, terus menggaulinya Kyara dengan paksa dan terbuka. Kyara seperti tidak berharga. Samudra sama sekali tidak memakai kelembutan dalam permainannya. Setelah puas dengan kegiatannya, Samudra buru-buru mengambil celana boxernya kemudian pergi dari sana. Meninggalkan Kyara yang sama sekali tidak diperdulikannya. "Ayah, Kya mau pulang." Sambil menutup mulutnya Kyara menangis, menumpahkan suluruh kesedihannya. Sesuatu yang paling berharga dalam dirinya telah direnggut. Secara paksa dan tanpa manusiawi. Impian Kyara untuk memberikannya pada orang yang dicintainya juga telah punah. Kini, Kyara hanya tinggal menunggu kapan Samudra akan bosan kemudian membuangnya. Lalu Kyara akan hidup menyedihkan tanpa orang yang akan mencintai dan menikahinya. "Indah, aku ngga kuat. Suamimu terlalu membenciku. Bolehkah aku mati saja? aku mau ikut kamu aja." Mengingat mendiang sahabatnya, tangisan Kyara semakin pecah. Gadis itu menjadi berandai-andai dan mengingat masa kebersamaannya bersama Indah. "Pria seperti apa yang kamu cari?" Indah menatap Kyara lekat. Ia heran, kenapa gadis itu sama sekali tidak tertarik oleh lelaki manapun. Sedang Kyara terdiam sebentar. "Pria yang menerimaku apa adanya dan tidak menuntut apapun dariku kecuali menjadi diriku sendiri," jawab Kyara membuat Indah tersenyum manis. Jawaban yang sangat sederhana dan simple. "Tapi tidak mudah mendapatkan pria seperti itu," ujar Indah membuat Kyara menatapnya. "Memang benar!" "Jadi ini alasanmu belum juga berpacaran?" "Bukan!" "Lalu?" Kening Indah berkerut bingung. "Aku menunggu sahabatku ini bahagia," jawab Kyara membuat Indah tertawa lebar. "Kya, kya. Kau ini bicara apa? Aku sudah bahagia bersama Samudra, jadi sekarang giliranmu. Carilah pasanganmu dan berbahagialah." "Apa kau yakin?" "Tentu saja!" "Hm, baiklah," tutur Kyara kemudian dipeluk oleh Indah. Demi apapun, Kyara tidak pernah menyangka akan menggantikan posisi sahabatnya. Skenario tuhan memang selalu baik. Tapi untuk ini, Kyara tidak melihat kebaikan apapun dalam hal ini. Kematian Indah? Kebencian Samudra dan keluarganya? Lalu dia yang dijadikan b***k berkedok istri? Kebaikan macam apa itu? Entahlah. Kyara selalu saja menangis setiap kali mengingat hal itu. Dengan tenaga yang masih tersisa, ia tutupi tubuhnya dengan selimut kemudian menangis hingga akhirnya tertidur. * Keesokan harinya. Pria yang selalu terlihat tampan dan berwibawa itu sudah duduk di meja makan. Terlihat Lita, Arya dan Alexa juga sudah ada di sana. Entah kapan mereka pulang Samudra tidak tahu dan tidak ingin mengetahuinya juga. Di tengah Lita yang heboh menceritakan pengalaman liburannya kemarin, ekor mata Samudra bergerak ke sana ke mari seperti mencari sesuatu. "Betul kan, Samudra?" tanya Oma membuyarkan. Samudra yang memang sama sekali tidak mendengarnya pun langsung menatap wanita itu dan bertanya. "Betul apa, Oma?" "Ish, Samudra. Kau ini dengar Oma cerita apa tidak? Dari tadi Oma cerita panjang lebar dan kamu malah bertanya?" Terlihat wanita itu sedikit merajuk. Samudra merasa sedikit bersalah, "Maafkan aku, Oma. Beban pekerjaan yang banyak akhir-akhir ini membuat aku kurang fokus," ujar Samudra membuat Arya dan Alexa saling pandang. Benarkah seperti itu? Mereka tahu Samudra gila kerja. Jadi tidak mungkin pria itu tertekan oleh hanya pekerjaan kantor. Oh tidak, atau dia hanya sedang menyinggung mereka? Enak-enakan berlibur sedangkan Samudra yang bekerja keras. Sialan! Sedang Oma lita yang simpati langsung menghampiri cucunya. "Oh cucuku sayang, maafkan Oma. Oma tidak tahu kau sedang banyak pekerjaan." "Baiklah kalau begitu, kau lanjutkan makanmu. Oma sudah selesai sarapan dan sekarang mau buka semua oleh-oleh yang Oma beli di tempat liburan kemarin, ya," katanya dengan semangat empat lima. Sesaat tiga pasang mata itu tertuju pada Llita. Gaya hedon wanita itu ternyata belum hilang meski suaminya sudah meninggal, meski wajahnya sudah tertutup usia pula. Namun mau bagaimana lagi, Oma memang sudah terbiasa hidup seperti itu. Lagipula, meski tidak ada suaminya, ada uang Paman Arya dan Samudra yang siap memenuhi gaya hidupnya. "Silahkan, Oma," jawab Samudra seraya menghembuskan nafas panjang. Bukan masalah uang yang menjadi permasalahan, tapi ketidak bebasan yang membuatnya tidak nyaman, Tak lama Arya ikut berdiri. "Saya sudah selesai. Ayo, Sayang," tututnya pada istrinya. Alexa mengangguk faham kemudian buru-buru berdiri, mengikuti Arya yang saat ini sudah berjalan keluar menuju mobil. Huft! Lagi, Samudra menghembuskan nafasnya seraya mengendurkan dasi. Terlalu banyak orang, juga terlalu banyak drama di rumah ini. Jika saja Oma mengizinkan dia hidup bebas. Sudah Samudra tinggalkan rumah ini. Tak lama suara Samudra kembali terdengar. "Di mana wanita itu?" tanyanya pada salah satu pelayan. "Nona Kyara ada di kamarnya, Tuan. Beliau sakit panas, jadi tidak bisa bantu hari ini," ujar sang pelayan takut-takut. Samudra menegang. "Dihukum begitu saja dia sakit? Ck! Aku yakin dia hanya pura-pura sakit demi menghindariku. Baiklah, akan kuulang hukuman yang sama itu agar kau tau rasa, gadis bodoh!" tutur Samudra seraya berjalan menghampiri kamar Kyara. Namun, tak lama panggilan ponsel menghentikan langkah Samudra. Sekertaris Mega, wanita itu menghubunginya. Sudah pukul delapan memang, wanita itu menghubunginya pasti karena ada hal penting. Arghh sial! Mau tak mau Samudra urungkan niatnya, berbalik ke meja makan untuk mengambil tasnya, kemudian pergi ke luar menuju mobil. Sedang di dalam kamar. Kyata merasakan dingin di sekujur tubuhnya. Entah ini akibat perbuatan Samudra semalam atau memang seharusnya dia sakit Kyara tidak tahu. Yang pasti ia ingin air hangat saat ini. Untuk menghilangkan dahaganya, juga untuk menghangatkan tubuhnya yang dingin. Dengan sisa tenaga yang ia miliki Kyara bangun dan berjalan menuju dapur. Untung kamar Kyara ada di dekat dapur, jadi tidak butuh lama untuk dia mencapainya. Tapi memang lemah, dasar. Baru saja Kyara mendapatkan apa yang inginkan, gadis itu pingsan dan jatuh. Namun syukurlah, belum sempat Kyara jatuh ke lantai. Sebuah tangan kekar menggapai dan menahan tubuhnya. "Tuan?" Dengan penglihatan yang buram, Kyara mencoba mengenali siapa orang yang telah menolongnya. Benarkah ini Tuan Samudra? Ah, itu tidak mungkin. Pria jahat itu tidak mungkin menolongnya. Lalu siapa orang ini? Oh, atau ini pak Aji. Satpam rumah. Hm, entahlah. Kyara terlanjur pingsan sebelum mengenali siapa orang yang menolongnya. Hingga akhirnya membuat pria itu mau tak mau menggendongnya, kemudian membawanya ke sofa ruang tamu. Ketika orang itu hendak pergi, Kyara meraih tangannya. "Tuan, kumohon jangan pergi!" Di dalam tidurnya Kyara mengigau. Akibat sakit dan tekanan batin yang terlalu tinggi, membuat gadis ini sampai mengigau, mungkin. Orang yang tadi menolong Kyara pun akhirnya duduk. Menemani gadis itu tertidur dan membiarkan dia menggenggam tanganya. Karena kelelahan, pria itu pun akhirnya ikut tertidur jatuh tak sengaja menimpa sebagian tubuh Kyara. Hingga jika dilihat secara instan, mereka sedang ML. Ditambah dengan Kyara yang menarik kemudian memeluk tubuh pria itu, menganggap tubuh itu sebuah guling. "Ah, kenapa kau menjadi besar dan tidak empuk seperti ini?" ujar Kya dengan mata yang masih terpejam. Kyara keenakan, gadis itu terus memeluk tubuh yang sejak tadi ia anggap bantal itu. Hingga akhirnya suara menggelegar mengejutkan mereka. "APA YANG KALIAN LAKUKAN!" Bersambung.....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD