Bab 12. Sedikit simpatik

1349 Words
Di sebuah rumah minimalis berlantai dua. Seorang gadis kecil yang cantik dan manis terlihat sedang mengaduk-ngaduk nasi di depannya. Tidak mood sama sekali. Hati dan pikirannya tidak tenang. Semenjak pertemuannya waktu lalu, ia selalu kepikiran kakaknya. Tidak tahan harus memendamnya seorang diri, ia utarakan apa yang ada di dalam pikirannya. "Yah, sepertinya kak Kyara ngga bahagia, deh," ujar Sasya tanpa sungkan. Adegan dimana argumen Kak Kyara dan Kak Samudra yang berbeda masih mengganjal di otak Sasya. Jika memang benar Kak Samudra pulang, tidak mungkin kak Kyara sampai tidak tahu sama sekali, kan? Sasya juga tipikal gadis yang pintar dan ceria. Pintar bersosialisasi dan humble. Tidak seperti Kyara yang lebih tertutup dan kalem. Anton menatap tajam, "Hust, apa yang kamu bicarakan." "Sasya serius, Ayah. Apa ayah tidak lihat air muka Kak Kyara?" "Memangnya apa yang kau lihat?" Anton balik bertanya. "Ayah! Jangan bilang ayah tidak melihat kesedihan putri sendiri." Anton bungkam. Sebenarnya, tanpa dijelaskan pun Anton tahu kalau ada yang di sembunyikan oleh Kyara. Tapi dia bisa apa? Kyara sudah menjadi seorang istri sekarang, dan patut bagi seorang istri untuk menutupi keburukan suaminya. Tapi benarkah Samudra berbuat buruk pada putrinya? Entahlah. Anton selalu berdoa semoga putrinya baik-baik saja dan bahagia. Tidak mendapat jawaban dari ayahnya, Sasya kembali bicara. "Bagaimana kalau kita tes kak Samudra, Yah?" tanya Sasya dengan mata centil. Anton terdiam sebentar, "Maksudmu?" "Serahkan semuanya pada Sasya, Ayah! Sasya akan cari bukti apa kak Kyara benar-benar bahagia atau tidak!" ujar Sasya dengan semangat empat lima. Sedang Anton hanya menggelengkan kepala. Menganggap jika ucapan putri keduanya itu hanyalah candaan. Sedang di kediaman Samudra Bagaskara. Kyara yang sedang melamun di kamarnya dikejutkan oleh seseorang yang tiba-tiba datang ke dalam kamarnya. Menyelinap masuk kemudian berbaring di sampingnya. Terlihat sangat gagah dan tampan, dalam beberapa detik Kyara terpesona dengan penampilan pria itu, apalagi dengan posisi badannya yang tidak pakai baju. Membuat d**a bidang dan perut kotak-kotaknya terlihat. Tapi tidak, Kyara segera menyadarkan diri. Ia mengedipkan mata beberapa kali. "Tuan? Anda di sini?" "Hah! Tidak! Maksudku, Tuan, kenapa anda menggoda sekali!" batin Kyara ribut sendiri. Namun siapalah dirinya, hanya bisa memujinya di dalam hati. Namun, tiba-tiba suara Samudra membuyarkan lamunan Kyara. "Apa matamu sakit sampai tidak bisa melihatku, hah?" kata Samudra dengan nafas yang masih terengah-engah. Kyara sedikit tertunduk "Hm, maaf, Tuan. Maksud saya anda mau tidur di sini?" "Suka-suka sayalah, saya yang punya rumah," jawabnya lagi dengan sewot. Kyara menarik nafas dalam. Sabar, Kya! Bukankah dia benar? ini rumahnya. Jadi suka-suka dia mau tidur di mana. "Maaf, Tuan. Tapi kenapa anda tidur di sini?" tanya Kyara masih dengan nada pelan dan santun. "Kamar saya di pake sama si Aronzo tak tahu malu itu. Dia pakai seluruh kasur saya. Badannya muter-muter seperti gangsing sampai saya jatuh ke lantai," katanya menggerutu. Kyara sedikit tertawa, keluhan Samudra terdengar seperti anak kecil. "Jangan ketawa kamu! Atau saya lempar juga kamu ke lantai. Biar tau rasa!" umpat Samudra yang masih di tanggapi senyuman oleh Kyara. Entah kenapa, Kyara melihat Samudra sangat lucu hari ini. Gerutuannya yang seperti anak kecil, menyelinap seperti maling, dan kalah berantem dengan Aronzo seperti kucing. Semua tidak lepas dari mata Kyara. Begitu juga dengan Samudra, ia melihat Kyara sangat terlihat cantik malam ini. Apalagi dengan senyuman manisnya. "Ah, bodoh. Kenapa aku tidak menyadarinya sejak dulu." Sama-sama ketahuan saling pandang, mereka berdua salah tingkah. Kyara menunduk seraya menyampirkan rambut, sedang Samudra berbalik seraya berdehem. Ah sial! Kenapa dia terlihat sangat bodoh hari ini. Memandang gadis bodoh itu seperti orang bucin saja. Ck! Dia bahkan menghampiri gadis ini ke kamarnya. Tapi tidak bisa di pungkiri, Samudra benar-benar terpesona dengan penampilan Kyara malam ini. Piyama pendek dengan geraian rambut yang halus. Sangat terlihat manis dan sexy dari pantulan kaca. Namun tidak lama kemudian, adegan dimana Kyara menjadi penyebab kematian istrinya kembali menyerangnya, membuat rahang pria itu kembali berdiri. Segera Samudra melangkahkan kaki hendak pergi, tapi tidak jadi. Ia malas jatuh berkali-kali dari kasur hanya karena si Aron yang seperti gangsing itu. Oh, ya! Bukankah aku pemilik rumah ini? Itu artinya aku juga pemilik kamar ini. Jadi untuk apa aku pergi? Suka hatiku mau tidur di mana. Buru-buru merebahkan tubuhnya hingga sedikit mengenai tubuh Kyara. Kyara geser sedikit, "Maaf, Tuan." Kemudian membiarkan Samudra berbaring di sampingnya. Sedikit canggung memang, tapi Kyara bisa apa. Tidak di usir dari rumah ini saja Kyara sudah bersyukur. Sudah pukul 11 malam. Itu artinya sudah dua setengah jam semenjak saling pandang-pandangan tadi. Kyara tidak bisa tidur, sejak tadi ia mengatur nafasnya sehalus mungkin agar tidak mengganggu Samudra. Tapi siapa sangka, ternyata pria itu juga belum tidur. "Heh, cupu!" panggilnya dengan posisi badan yang masih membelakangi. "Ya, Tuan?" "Apa kamu sudah tidur?" "Belum lah, Tuan. Jika sudah, mana mungkin saya bersuara." tutur Kyara yang tentunya hanya ia ucapkan dalam hati. "Belum, Tuan." "Baguslah!" Kyara menautkan kedua alisnya. "Maksudnya, bagus apanya, Tuan?" Tidak ada jawaban. Kyara membalikan badan perlahan untuk melihat wajah Samudra. "Tuan?" panggilnya sopan "Tidak ada. Tidurlah!" jawab Samudra dengan suara yang sedikit tinggi. Mata Kyara sendu, padahal ia berharap Samudra berbalik menatapnya juga. "Heh, Kya. Kau berpikir apa? Dia simpatik kemudian mencintaimu? Itu tidak mungkin. Ingatlah, dia menikahimu hanya agar bisa menjadikanmu babu gratis seumur hidupnya." Kyara mencoba menutup matanya seraya menahan sesak di d**a. Namun, tak lama kemudian suara samudra kembali terdengar. "Apa kamu masih sakit?" tanyanya seraya mencengkram tangan sendiri. Antara iya dan tidak. Samudra gengsi untuk mengetahuinya. Tapi hatinya memaksanya untuk bertanya. Namun sial, Kyara yang kurang fokus tidak mendengar pertanyaan Samudra yang terkesan perhatian itu. "Maaf, Tuan. Apa anda mengatakan sesuatu?" Samudra mendengus kesal. "Dasar gadis bodoh!" Sebenarnya bukan murni karena Aron alasan Samudra pergi ke kamar ini. melainkan mendapati tangan Kyara yang sedikit panas tadi, ditambah dengan cara jalan Kyara yang berbeda seperti biasanya. Tapi Samudra juga kesal, kenapa dia bisa sesimpatik ini. "Apa kamu masih sakit?" tanya Samudra lagi tapi dengan nada yang lebih cepat. Dan benar saja, Kyara yang masih loading kembali bertanya. "Maksudnya, Tuan?" "Ah, sudahlah. Lupakan " Samudra membelakangi Kyara. Kyara yang bingung hanya mengangkat bahu acuh, kemudian memejamkan mata untuk memendam kegugupannya. Ia gugup? Tentu saja. Bagiamana tidak, pria yang selama ini hanya menyentuhnya dengan kasar tiba-tiba bertingkah baik. dia bahkan membantunya membersihkan meja tadi. Padahal kan biasanya tidak, lebih murka dan ikut marah malah. Tak lama Kyara bersin kecil, dan siapa sangka langsung membuat Samudra bangun dan menghampirinya. "Apa kamu baik-baik saja?" tanyanya seraya merangkum pundak Kyara. "Auw!" Kyara merintih dan sontak membuat Samudra semakin kalut "Ada apa?" Lebih fokus melihat, "Kenapa?" Kyara diam, ia tidak ingin memberitahunya. "Kya—" Saat Samudra kembali mencoba menyentuhnya, Kyara mundur. Kesal karena merasa ditolak, Samudra tarik baju gadis itu hingga sobek. Dan alangkah terkejutnya Samudra saat melihat tubuh Kyara penuh dengan luka. "Luka-luka itu...." Samudra ingat, itu adalah luka-luka yang ia berikan sendiri pada Kyara. Sangat menyedihkan. Buru-buru Samudra lari dan kembali dengan obat oles di tangannya. "Tuan mau apa?" Kyara kembali menjauh saat Samudra kembali mendekatinya. "Diamlah!" Menarik tangan Kyara agar lebih mendekatinya kemudian mengolesi semua luka-luka yang ada di tubuh gadis itu. Hati Samudra merasa teriris. Apalagi saat mendengar gadis itu meringis setiap kali olesan itu bersentuhan. Sangat menyakitkan mungkin. Dengan sangat pelan Samudra obati gadis itu. Sebagai ucapan permintaan maaf. Namun lagi, adegan dimana indah terlindas kembali menghantui pikirannya. Itu lebih perih dan menyakitkan daripada luka yang tidak sepadan ini. Kembali dengan ambisi balas dendamnya, sentuhan yang tadi begitu lembut kini berubah menjadi kasar. Sangat kasar sampai membuat luka Kyara yang tadi sedikit kering kembali mengelupas. "Auw, tuan sakit!" Kyara mencoba menahan tangan Samudra yang terus mengoles. Tidak, menggores lebih tepatnya. "Tuan, kumohon hentikan. Sakit, hiks!" Kyara tidak bisa menahan tangisnya lagi. Menangis tersedu-sedu. Sangat terdengar jelas di telinga Samudra, pria itu berdiri kemudian melempar obat oles tadi. "Obati sendiri! Saya sudah mengobatimu dan kau malah teriak sakit. Dasar tidak tahu berterima kasih," umpat Samudra seraya melenggang pergi. Tangis Kyara semakin pecah. Ia kira ia sudah mendapatkan cinta dari suaminya, terbukti saat Samudra khawatir dan sampai menyusulnya ke kamarnya. Namun apa, jalankan cinta, sepertinya Kyara belum juga mendapatkan maaf dari suaminya tersebut. "Sampai kapan kau akan membenciku, Tuan?" "Aku sudah tidak tahan, aku ingin mati aja, Tuhan!" Bersambung....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD