Part. 5

1836 Words
"Suf tidur." Ajak Auris pada Yusuf yang sejak tadi hanya menonton televisi barunya tanpa memperdulikan Auris yang selonjoran di atas sofa empuk. "Ya tidur, nggak usah ajak-ajak. Gue masih mau nonton." Balas Yusuf. "Goalll." Teriak Yusuf yang membuat Auris tersentak karena terkejut. "Bukan maksudnya tu gue mau tidur ma elo." "Murahan banget." Gerutu Yusuf dengan pelan. Auris yang tidak terima dengan ucapan Yusuf bangun dari baringannya lalu mencubit pinggang Yusuf dengan kencang. "Sakit oi." Teriak Yusuf sambil mengelus bekas cubitan Auris di pinggangnya. Langsung mematikan tvnya dan mengejar Auris yang berlari ke kamar mereka. "Sini lo." Yusuf maju mendekat ke arah Auris yang sekarang memojokkan dirinya ke dinding dekat dengan tempat tidur. Apa Yusuf akan membalas cubitannya? Yusuf yang melihat kepanikan Auris, membuat Yusuf tidak dapat menyembunyikan senyuman miringnya. Yusuf ikut naik ke atas kasur memperangkap tubuh Auris lalu membatingnya agar rebahan di atas tempat itu, tanpa menunggu lama Yusuf mengelitik pinggang Auris. "Woi udah. Santuy dong lo kan cowok, masak cubit gitu doang baper." Ucap Auris sambil merusaha melepaskan tangan Yusuf dari pinggangnya, sia-sia Yusuf tidak ingin melepaskan tangannya dari tubuh Auris. Melihat Auris yang sudah keringatan membuat Yusuf teringat ucapan Ibunya yang katanya kalau mengelitik orang lama-lama bisa menyebabkan kematian. Entahlah itu benar apa tidak, atau mungkin Ibunya tidak sanggup mendengar keributan yang ia timbulkan bersama Kakaknya. Jika benar pun bisa-bisa ia masuk penjara, akhirnya Yusuf melepaskan kelitikannya, membenarkan rambut Auris yang sudah menutupi wajahnya yang sudah memerah. Yusuf beranjak dari kasur itu lalu turun menarik kasur yang double dari bawah kasur yang di tiduri oleh Auris. Yusuf sengaja membeli kasur ini agar lebih memghemat ruang dan tentunya agar tidak tidur sekasur dengan Auris. Auris yang baru sadar kalau kasurnya dua bagian itu jadi tidak terima, Auris kan maunya tidur sama Yusuf. "Ihhh lo tidur sama gue lah, kita kan udah kawin." "Suka-suka gue lah, inikan hidup gue bukan hidup lo. Lo tau gak? Gue ogah tidur sama lo, gue bakalan tidur di kasur bawah dan lo kasur atas." "Ihhh kok gitu sih. Kitakan udah kawin masak beli tempat tidur masih kayak anak kecil." "Suka suka gue lah. Beli juga pakek uang gue, kenapa lo yang sibuk" Yusuf menatap Auris yang sedang mengerucutkan bibirnya, tanpa memperdulikan Auris lagi Yusuf memasang sprai ke kasurnya. Auris sejak tadi membalikkan badannya ke kanan dan kiri, rasanya sangat sulit untuk tidur. Auris masih belum bisa menyesuaikan tempat tinggal barunya. Auris menatap Yusuf yang sudah tidur dengan tangan yang terkadang mengelus perutnya sendiri. Lucu, pikir Auris. Lama Auris menatap Yusuf yang tertidur, Auris turun ke bawah tempat tidur Yusuf dan ikut tidur di samping Yusuf. menatap Yusuf lalu memberikan ciuman kecil di pipi pria yang sekarang sudah menjadi suaminya. Auris tersenyum dan terkekeh sendiri, tidak lama kemudian Auris mengikuti Yusuf yang sudah tidur duluan. Pagi harinya yusuf terbangun dari tidurnya, tapi Yusuf merasakan berat hingga susah baginya untuk bangun. Seperti ada yang menidihnya, apa ini setan? Dengan pelan ia buka matanya, setelah di buka, Yusuf mengeryitkan dahinya ketika matanya terbuka tapi hanya kegelapan yang menerpa matanya. Yusuf memegang matanya dengan tangannya sambil menggeser sesuatu yang menganggu wajahnya, rupanya ini rambut, ia menggeser rambut itu dari matanya. Rambut ini sangat wangi hingga membuat Yusuf engan untuk menjauh, Yusuf malah semakin mengelamkan kepalanya lebih dalam hingga kepalanya berada di sebuah lekukkan. Tanpa bisa dicegah, Yusuf kembali tertidur. Suara azan shubuh yang terdengar di masjid membuat Yusuf terjaga. Ketika sudah bangun, Auris menatap cewek yang ada di atasnya dan mendorong cewek itu hingga tersungkur. "Anjir, lo jahat banget sih." Ucap Auris yang merasakan sedikit sakit pada badannya akibat dorongan itu. "Siapa suruh modus." "Siapa juga yang modus, yang ada lo tu yang modus." Pipi Auris yang sudah memerah karena malu memilih untuk menyangkal tuduhan Yusuf sambil menjulurkan lidahnya mengejek. "Itu pipi lo merah, ngaku aja deh." "Nggak ya." Setelah mengatakan itu Auris langsung bangun menuju kamar mandi. "Sekalian ambil wudhu sana lo." Ucap Yusuf sebelum Auris masuk ke dalam kamar mandi. "Eh lo semakin lama, makin menjadi ya. Walaupun udah jadi suami. Jangan atur-atur gue lah." "Mau gue nggak atur lo?" "Mau lah." "Mimpi aja sana. Nggak ada makan pagi dan uang jajan kalau lo nggak shalat. Gue malas ulang-ulang, intinya kalau sampai lo nggak shalat gue nggak bakalan kasih uang atau makanan. Gue nggak mau ada orang pendosa di rumah ini." "Alah kayak lo nggak ada dosa aja." Ucap Auris yang tidak diperdulikan oleh Yusuf. *** "Eh ingat ya lo. Sepulang sekolah itu semua baju lo lipet terus masuin ke dalam lemari yang baru gue beli." "Ihhhhh apaasin gue bukan pembokat." "Lo tau lo itu pembantu gue sakarang." Ucap Yusuf dengan gamblang. Auris tidak terima di perintah seperti ini, walaupun Auris cinta sama suaminya ini tapi Auris bukanlah type orang yang tunduk. Dengan kesal Auris langsung ke luar dari rumah tanpa berpamitan. Yusuf yang melihat Auris jalan keluar rumah baru sadar bahwa Auris memakai rok yang sangat pendek. Dulu Auris emang sering memakai baju seperti itu, hanya saja Yusuf tidak peduli, sebenarnya sampai sekarang pun Yusuf masih tidak peduli. Tapi karena Auris tanggung jawabnya sekarang, rasanya tidak suka melihat wanita itu tidak ada sopan santunnya. "Kenapa sih Suf? Gue mau sekolah. Ouh atau lo mau kita libur?" Auris terkejut ketika ada orang yang menarik kerah bajunya. "Nggak lah. Ini kenapa rok lo pendek banget, lo angkat kaki sedikit bisa nampak dalaman. Ini mau ke sekolah bukan mau nge club." "Gue biasanya gini juga. Kenapa lo yang ribet sih, awas ah gue mau ke sekolah." Yusuf menarik kerah Auris hingga Auris mengikuti Yusuf yang membawanya kembali ke dalam rumah. Tiba di dalam rumah Yusuf menarik rok Auris hingga terdorong dan menampakkan dalamannya. Padahal Yusuf menarik berniat untuk membuat rok itu sedikit lebih panjang. Auris terkejut setenggah mati, tidak lupa dengan matanya yang melotot sambil menatap Yusuf di belakangnya. "Apa yang lo perbuat?" "Gue cabut ya. Lo ganti tu rok sialan." Setelah mengucapkan itu Yusuf langsung berlari dengan cepat. Perasaannya sekarang ini campur aduk antara malu dan marah. Malu karena membuat rok Auris melorot dan marah melihat bertapa murahannya perempuan itu. Auris tidak perduli dengan apa yang dikatakan Yusuf. *** "Eh Ris, kemaren kenapa lo nggak sekolah? Terus lo nggak aktif lagi, kan jarang lo nggak aktif sosmed. Ngapain aja lo kemaren?" Auris yang baru di saja duduk di samping Mia sudah mendapatkan banyak pertanyaan dari Mia. "Nggak ada paket." Paketnya emang sudah habis, ini Semua akibat tidak ada uang di sakunya. Biasanya Auris memakai wifi ketika di rumah Papanya. Ingat Ayahnya, membuat Auris merindukan Ayahnya, walaupun sikap Ayahnya yang cuek, Auris yakin Ayahnya sangat menyayanginya. Sejak umur sepuluh tahun Auris sudah hanya tinggal dengan Ayahnya, bahkan pada pubertas pertama Ayahnya lah yang berada di sampingnya. Sedangkan Mamanya pergi dengan pria lain, entahlah itu benar apa tidak yang terlihat dimatanya emang seperti itu, sebenarnya Auris ingin bertanya pada Ayahnya hanya saja Auris tidak ingin melihat pandangan terluka Ayahnya. "Emang rumah lo udah nggak pasang wifi?" "Sebanarnya gue tinggal sama Yusuf." Anara, Adel, Bella dan Mia tidak bisa menyembunyikan kekagetan mereka. "Bagaimana bisa?" Tanya Anara yang berada duduk di deretan ketiga yang tepat berada di belakang Auris bersama Bella. Auris pun menceritakan semua yang terjadi padanya. "Eh tapi jalan lo kok ngakang?" Tanya Adel dengan polos. Auris melototkan matanya menatap Adel yang berada di depannya dan melihat keadaan kelas, yang untungnya hanya ada seorang pria yang duduk dibangku unjung sambil menggunakan heatset. "Diam kenapa suara lo gede banget." "Hehehe maap." "Kenapa? Apa jangan-jangan lo gitu karena abis di tempur sama Yusuf?" Tanya Bella spontan. "Udah lah. Diam jangan bikin gue banyak pikiran." Auris menutup wajahnya dengan buku, sangat malu rasanya. "Eh Del, kok elo nggak ada galau-galaunya sih pas baru putus sama si Dika kawannya si Yusuf itu? " Tanya Mia. "Ada si cuman sehari itu aja gue nggak nangis, soalnya pas baru pacaran, gue yakin pasti ini bakalan terjadi dia kan playboy." Ucap Adel yang di balas anggukan dari temannya. *** "Eh coba lihat di belakang gue, si Putri lagi duduk sama cowok lain." Adu Deffin. Deffin dan kawannya saat ini sedang di kantin. Tapi kebetulan sekali perempuan yang disukai oleh temannya ini tidak jauh duduknya dengan mereka. "Siapa?" "Lo lihat aja sendiri." Yusuf melihat kebelakangnya dan ajaibnya Putri melihat ke arahnya juga sambil tersenyum dengan gugup Yusuf membalas senyum manis itu. "Ouh itu Kakaknya." Jawab Yusuf setelah menoleh ke belakang. "Mantap banget lo ya, sampai semua keluarga si Putri lo tau." "Jelas dong." "Eh tapi, coba lo liat di Sana. Itu si Auris lihat lo terus, serem banget, wkwkwk." Ucap Rendy sambil mengunyah bakso. "Nggak usah lo bahas cewek itu." "Lo bolos ke mana kemarin?" Tanya Dika. "Ada deh." Yusuf memilih untuk tidak memberi tau temannya apa yang sebenarnya terjadi padanya bersama Auris. "Ihhh nggak seru, nggak ajak gue." "Emang lo siapa? Sampek gue harus ajak lo." Ucap Yusuf dengan s***s. "Sakit hati ni hati adek dengar kamu ngomong kayak gitu." "Mampus. Jijik gue." Ucap Yusuf, mendengar ucapan Dika. "Lo ada masalah ya sama si Ghali?" Tanya Deffin. "Nggak. Elo kan tau sendiri gue sama dia itu jarang komunikasi." "Ouh, soalnya tadi waktu di kelas Ghali, pas pagi dia sepak meja lo." Deffin yang kebetulan datang cepat tadi pagi di sungguhkan pandangan Ghali yang menyepak meja Yusuf, kebetulan Yusuf belum ada si sekolah saat itu. *** "Lo kenapa sih?" Tanya Ray yang melihat Ghali yang sangat aneh sejak kemarin, sering marah-marah nggak jelas. "Huuffft. Si Yusuf itu udah ngambil cewek gue, dan gue nggak bakalan terima." "What? Si Auris maksud lo? Yusuf orang miskin bisa apa emang tu cowok buat bahagiain si Auris. Lo kan tau kalau cewek itu nggak bisa jauh-jauh dari uang, lama-lama juga si Auris bakalan ninggalin tu cowok." "Entahlah. Anjing lah, kesel gue." "Jadi lo sekarang mau gimana?" Tanya Kevin. "Mau rebut si Auris dari tu cowok." "Lo yakin Auris mau sama lo? Bukannya dia masih benci ya sama lo sejak dulu." Kevin melihat sendiri dengan matanya jika Ghali membuly Auris habis-habisan ketika sekolah menegah pertama. "Gue udah minta maaf. Tapi dia nggak mau." "Ya jelas lah dia nggak mau, lo udah keterlaluan banget waktu itu." Ghali hanya menatap Kevin tanpa membalas ucapan pria itu. *** "Yusuf tungguin gue." Panggil Auris pada Yusuf. Auris berlari pelan mengikuti langkah Yusuf. "Apaasih malas gue, awas sana jauh-jauh nanti orang lihat kita." "Kenapa emang? Kita kan udah nikah." "Sekali lagi lo ngomong gitu, gue masak lo. Jangan sampai ya ada orang yang tau penikahan kita, ingat itu!" "Kenapa gitu?" "Intinya jangan lo bilang sama Siapa-siapa! Titik nggak pakek koma." Auris manggut-manggut dengan malas, biar saja saat ini orang tidak mengetahui hubungan mereka yang penting saat ini Yusuf sudah menjadi miliknya. "Ihhh. Kasih uang dong, mau beli paket sama ongkos naik grab." Pinta Auris sambil mengulurkan tangannya. Yusuf yang merasa harus bertanggung jawab pada Auris mengambil uang bernilai lima puluh ribu dari sakunya dan mengarahkan pada Auris. "Wahhh, dapat dari mana nie uang?" "Nyolong, udah ambil aja jangan banyak tanya." Yusuf yang melihat orang semakin rame pun menarik kerah maju Auris agar mereka menjauh dari sini. *** Pliss vote and comment :)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD