Part 3

1320 Words
Tiba selesai ijab kabul Mawan langsung menarik pria yang sudah menjadi menantunya itu keluar dari tempat ini dan langsung melempar Yusuf ke tanah yang becek. Mawan melayangkan pukulan di sekitar rahang Yusuf. Hingga membuat Yusuf merasakan sekitar sudut bibirnya terasa kaku dan sobek, hingga darahnya mengalir di sana. Bukannya hanya di pipi Mawan juga memukul perutnya dan menyepak betisnya. Yusuf melenguh pelan merasakan sakit di beberapa bagian tubuhnya. Benar-benar, Auris memang tidak ada akhlak, tidak memoral dan tidak menggunakan otaknya dengan benar. "Nggak tau diri kamu. Kamu pikir kamu pantas buat anak saya?" Bentak Mawan pada Yusuf. Yang dibentak hanya tersenyum sinis. "Anak Bapak yang nggak pantas buat saya." Ucap Yusuf yang semakin membuat Mawan murka. Auris bersama beberapa warga yang menatap ke arah depan dengan pandangan yang berbeda-beda. Di depan mereka menghadirkan pertunjukan Ayah dan Yusuf yang bertengkar dengan beberapa Bapak-Bapak yang mencoba melerai pertengkaran itu. "Aduh." Auris mengigit kukunya sambil menatap kasian pada Yusuf yang sudah tampak sangat kesakitan. "Eh Ris. Serem banget Papa lo." Kata Bella dengan histeris apalagi ketika Papa Auris memukul Yusuf atau yang tidak sengaja memukul Bapak-Bapak yang melerai perkelahian itu. "Iya serem tapi badan lo jangan tersentak-sentak gitu." Ucap Anara yang jenggah melihat Bella setiap pukulan didapat oleh orang yang di pukul oleh Mawan, badannya ikut tersentak-sentak. "Lo dari mana aja?" Tanya Auris tanpa mengalihkan pandangan matanya dari orang dihadapannya. "Gue sama yang lain dari tadi di dalam. Berdiri paling belakang. Lo aja yang nggak ngeliat, kan pas itu lo nunduk kayak anak tersakiti." Kata Mia yang berkata nada di buat sealay mungkin. Auris hanya mendengus mendengar penuturan Mia. Aksi perkelahian itu usai setelah sudah sangat banyak orang yang berdatangan ikut membantu meleraikan perkelahian yang dimulai Papanya. Benar-benar Papanya seperti orang kesetanan tidak perduli siapa saja yang terkena dampak dari aksinya itu. Tidak lama kemudian Ayah Yusuf datang ke daerah kerumunan itu dengan wajah yang menahan amarah. Auris tidak tau dengan jelas kenapa Ayah mertuanya datang sangat lama. Emang sejak tadi hanya Ibu Yusuf saja yang datang pada saat proses penikahan. Sebenarnya Auris merasa tidak enak hati pada Ibu mertuanya yang sejak tadi terus menangis. "Ayo ke rumah saya. Kita bicarakan hal ini di rumah saya saja." Ucap Mudin dengan tegas. *** "Anak Bapak kurang hajar sudah berani membuat yang tidak-tidak kepada anak saya. Emangnya anak Bapak punya apa hah? Saya yakin untuk dirinya sendiri saja susah apalagi untuk anak orang." Mawan berkata dengan bentakkan yang keras sambil menyebrak meja yang berada di tengah-tenggah kursi ruang tamu. "Maaf sebelumnya, tolong redakan emosi anda." Ucap Mudin dengan tenang. Mudin mencoba untuk bersikap tenang walaupun saat ini amarah sudah bergejolak dihatinya, tangannya sangat ingin memukul anaknya yang saat ini tersukur lemah di karpet rumahnya. "Ouh saya tau. Apa karena anak saya kaya jadi anak anda ini ingin memanfaatkan keluarga saya gitu?" Kini bukan Ayah Auris lagi yang buka suara tapi Ibunya Auris. Tidak lama setelah mereka semua sampai di rumah Yusuf, Ibu Auris datang dengan wajah yang datar dan berjatuhan air mata. Tidak berbeda jauh dengan Ibu Yusuf, ibu Auris juga terus menangis sambil memeluk Auris yang saat ini memutar matanya jenggah, tidak menyangka Ibunya yang jarang nangis ini bisa menangis juga. Auris juga Jenggah karena drama ini tidak selesai-selesai, padahal Auris sangat ingin menikmati hari pertama menjadi istrinya Yusuf. "Udah deh. Kan Yusuf udah tanggung jawab." Kata Auris. Badannya pegal ingin tidur. Tadi malam waktu untuk dirinya terkuras karena memikirkan gimana cara membuat Yusuf menjadi suaminya. "Auris kapan otakmu itu benar hah? Dirimu sudah kotor. Bahkan Papa malu punya anak sepertimu." Ucap Mawan. "Auris udah mandi kok. Bukannya sebelumnya Papa juga udah sering bilang kalau Auris itu bikin malu Papa." kata Auris. "Bukan gitu Auris. Dia sudah memperkosamu." Ucap Mawan dengan suara yang memelan. Sungguh kalau bisa Mawan ingin menangis di sini. Mawan merasa bahwa ia sudah gagal menjadi orang tua, apalagi Auris adalah anak perempuannya dan anak satu-satunya. "Nggak ya Pak. Saya nggak berasa kalau udah memperkosa anak Bapak." Kata Yusuf terbata-bata. Yusuf tidak merasa telah melakukan hal yang tidak-tidak pada Auris, jadi Yusuf tidak ingin di pojokan terus seperti ini. "Ya nggak berasa, karena anak saya yang ngerasa sakitnya. Auris sekarang kamu pulang sama Papa ke rumah nggak usah hidup sama dia, setelah satu tahun kamu bisa mengugat cerai dia." Tunjuk Mawan ke atas arah wajah Yusuf. "Nggak mau." "Kalau kamu gak mau mulai sekarang Papa nggak akan kirim kamu uang bulanan dan semua fasilitas kamu papa cabut. Papa tanya sekali lagi. Kamu maunya ikut papa atau dia?" Tanya Mawan yang membuat Auris menjadi ragu. "Dia." Auris sudah memutuskan untuk tinggal dengan Yusuf. Lagipula Yusuf sekarang sudah menjadi suaminya, jika dia tetap tinggal dengan Papanya, pasti rencana perceraian itu akan mudah dilakukan oleh Papanya dan Auris tidak ingin hal itu terjadi. Kalau soal uang jajan pasti Ayahnya tidak tega lama-lama menahan tidak memberinya jajan, selama Papanya tidak memberi uang Auris masih bisa menggunakan uang tabungannya. Mawan langsung keluar dari rumah di ikuti oleh istrinya tanpa ada ucapan sepatah katapun. "Kamu sudah melakukan itu berarti kamu sudah yakin bisa mempertanggung jawabkan apa yang sudah kamu lakukan. Keluar dari rumah ini cari nafkah sendiri untuk istrimu. Sekarang keluar! Dan Bawa istrimu." Ucap Mudin yang membuat Tangisan Niar semakin histeris tidak ingin anaknya pergi. Yusuf berjalan dengan lututnya menuju ke arah Ibunya dan memeluk kaki Niar yang masih duduk dikursi berbeda Ayahnya yang sudah pergi ke belakang rumah. "Maafin Yusuf Bu." Ucap Yusuf dengan air mata yang tidak dapat ia bendung. "Ibu tidak menyangka anak Ibu bisa melakukan hal yang k**i seperti ini. Kan udah Ibu bilang jangan dekat-dekat sama perempuan sebelum menikah. Ibu akan berusaha membujuk Ayahmu agar kamu bisa tetap tinggal disini, kamu belum dewasa untuk tinggal sendiri di luar sana. Tolong setelah ini jaga akhlakmu, Ibu tidak ingin mendengar berita buruk tentangmu." Niar terus memukul palan bahu anaknya, tidak menyangka hal besar seperti ini bisa terjadi. *** "Bawa ni barang gue. Sakit badan gue tau lo! Bapak lo kaya di ring aja mukul gue." Bentak Yusuf sambil melempar barangnya yang di sambut oleh Auris dengan gembira. "Eh kita mau kemana?" Tanya Auris. "Ya lo pikir lah sendiri." Auris membuka mulutnya tidak habis pikir. "Gimana kalau kita ke tempat rumah tadi aja." Auris yang sejak tadi berpikir akhirnya mendapatkan ide. Rumah yang digunakannya untuk menjebak Yusuf itu sudah ia sewa selama setahun dan sudah dibayar lunas. Yusuf tampak acuh dan lebih memilih untuk terus berjalan dengan Auris yang menarik tangannya menuntun arah jalan. Sampai di dalam rumah. Yusuf hanya terus memandang Auris yang sejak tadi kesusahan melipat bajunya untuk dimasukkan ke dalam lemari kecil yang emang sudah terletak di rumah ini. Tidak lama kemudian semua sudah selesai dan kini Auris duduk di atas karpet yang emang sudah di beli oleh Auris sambil menatap canggung ke arah Yusuf yang terus menatapnya sejak tadi. Auris benar-nenar canggung padahal Auris tidak pernah canggung terhadap orang lain. "Ayo tidur." Pinta Auris dengan pelan. Yusuf tersenyum remeh. Kepalanya berputar-putar sekarang rasanya ingin membuat perempuan di depannya ini menjadi sup dan di makan terus di olah dengan tubuhnya dan ia buang ke dalam WC toilet dengan tenang. "LO HANCURIN HIDUP GUE. LO TAU GUE ITU UDAH SUSAH DAN LO MALAH TAMBAHIN BEBAN GUE. SEKARANG LO HARUS MAU GUE ENAIN. LO UDAH NGGAK PERAWAN KAN? UDAH GUE PERAWANIN KAN?-JAWAB GUE." Akhirnya Yusuf bisa mengeluarkan semua unek-unek di dalam hatinya. Yusuf mendekat ke arah Auris, memeluk tubuh itu dengan erat dengan bibirnya menyusup ke leher Auris. Auris menjadi menegang saat menyadari posisi yang sudah sangat intim, menempel satu sama lain. Setelah itu Yusuf membaringkan tubuh Auris ke atas karpet keras itu, menidih Auris. Yusuf membungkam bibir Auris, memberikan lumatan dimulai dari bibir atas dan bawahnya secara bergantian, begitu menuntut dan menyerang penuh nafsu. Auris melototkan mata kaget. Tidak menyangka Yusuf bisa melakukan hal seperti ini. Auris mencoba mendorong tubuh Yusuf dan mengelengkan kepalannga ke kanan dan ke kiri tapi semua itu sia-sia. *** 7 juli 2019 Tolong di vote dan komen
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD