Seperginya sang suster, Didin dan Otoy yang tengah menyeryuput kopi mereka menjadi terheran-heran akibat tangis bayi yang terdengar cukup jelas, tepat bersamaan dengan pintu yang terbuka. “Bayinya pada nangis?” ujar Otoy yang langsung menyisihkan kopinya ke bangku. “Mungkin habis dikasih obat, ya?” Didin berangsur beranjak setelah sebelumnya meletakan gelas kopinya lebih dulu. Ia menatap dengan saksama keadaan di dalam ruang bayi. Yang membuatnya tidak baik-baik saja, ternyata tangis yang menghinggapi pendengaran mereka justru dari kedua bayi yang harus mereka jaga selain seorang bayi di seberang sana. “Wah ... ternyata yang nangis si kembar. Apa jangan-jangan haus, ya, pengin ASI?” ujar Otoy. “Bentar, aku WA Bos dulu.” Didin mengeluarkan ponselnya dari sisi celana biru tua selaku sera