“Makanya, kalau aku enggak jadi orang yang lebih baik, setelah Alloh kasih aku Rafael dan semuanya, takutnya Alloh marah, terus ambil semuanya dariku.”
Episode 15 : Kehidupan Semanis Drama Korea
***
Setelah terdiam saking tidak percayanya, Mey langsung menghela napas kemudian menggeleng tak habis pikir sambil tersenyum. “Segila itu Rafael? Masa ngajak pura-pura?”
Fina mesem yang lama-lama menjadi tersipu. “Tapi setelah itu, Rafael datang lagi.”
“Datang lagi gimana?” Mey langsung penasaran. “Kan … kayak drama! Foto prewedding kalian saja alami banget!”
Mengingat foto prewedding, Fina langsung terbahak, lantaran ternyata, diam-diam Rafael menyewa fotografer khusus untuk mengabadikan momen kebersamaan mereka. Dan dari semua yang paling tidak bisa Fina lupakan adalah foto saat ia dan Rafael ada di pinggir jalan depan puskesmas di mana di sana, mereka tak sengaja terguyur air yang menggenangi jalanan. Itu foto prewedding paling fenomenal yang membuat orang-orang tertawa sekaligus takjub.
“Memang Rafael sweet banget sih, Mah. Aku saja kadang bingung karena dia terlalu sweet.” Kembali, Fina menjadi tersipu.
Mey begitu menikmati ekspresi Fina yang terlihat jelas sangat bahagia. “Terus, tadi yang habis Rafael datang lagi, itu bagaimana?”
Dengan kenyataannya yang menjadi semringah, Fina yang sampai membenarkan posisi duduknya segera berkata, “Rafael datang lagi, dia ngajak nikah beneran. Dan semenjak itu, duniaku seolah menjadi drama Korea, Mah! Rafael sweet banget!”
“Uwoooew!” Mey tertawa lepas setelahnya.
Mengingat awal mula hubungan dengan Rafael sungguh membuat Fina seolah mengalami pengangkatan derajat dalam kehidupan. Ia yang bukan siapa-siapa menjelma menjadi tokoh rakyat jelata yang dicintai seorang pemeran utama, berstatus kaya raya. Benar, hidupnya seindah drama Korea yang cenderung nyaris langka di kehidupan langka.
“Makanya, kalau aku enggak jadi orang yang lebih baik, setelah Alloh kasih aku Rafael dan semuanya, takutnya Alloh marah, terus ambil semuanya dariku.” Nuansa haru mendadak menyelimuti hati berikut kehidupan Fina. Tentu, tetap ada kesedihan andai saja, ia harus melihat Rafael sakit, atau malah pria itu meninggalkannya.
“Duh, Sayang … jangan sedih-sedih gitu, dong. Ayo semangat saja. Semangat mikirin adek buat Bubu juga!” ujar Mey berusaha memberikan semangat.
Apa yang Mey minta sukses membuat Fina syok. Gugup membuat wanita itu salah tingkah seiring Fina yang juga menjadi merasa serba salah.
“Bubu baru umur dua bulan, Mah!” elak Fina.
“Enggak apa-apa! Ka kemarin kamu lahirannya normal!” balas Mey meyakinkan.
“Ya elah Mamah … dikiranya Kak Fina ini mesin beranak apa!” cibir Rena yang kemudian masuk ke kamar kebersamaan Fina dan Mey.
Mey langsung syok mendapati Rena ada di hadapannya. “Kok kamu di sini? Bukannya seharusnya lusa?”
Tak kalah penasaran dari Mey, Fina juga berangsur beranjak dan kemudian mendekati Rena.
“Ipul sekarat, Mah,” balas Rena yang menanggapi dengan malas.
“Sekarat kenapa? Pingsan kena sumarni?” balas Mey cepat.
“Lebih heboh dari sumarni, Mah!” Yang membuat Rena menjadi lebih malas lagi, lantaran Mey tidak mengizinkannya menyentuh Bubu.
Mey sampai buru-buru meninggalkan Rena. “Kamu belum mandi. Kamu habis dari luar. Mandi dulu. Jangan kebiasaan gitu.”
“Yah … Mamah. Aku juga kangen, lho, ke Bubu!” rengek Rena.
Fina yang juga setuju dengan anggapan Mey, Rena harus membersihkan tubuh terlebih dahulu, langsung berusaha membujuk iparnya itu. “Sudah. Kamu mandi dulu. Bener kata Mamah. Nanti pun kalau kamu punya anak, juga harus gitu. Kan anak kecil sensitif banget. Ya sudah. Sekarang kamu mandi dulu, aku buatkan air lemon sama madu hangat biar badan kamu enak.”
“Ya sudahlah. Aku mandi dulu. Bu, Aunty pamit. Tunggu Aunty kamu jangan bobo dulu. Aunty mau main sama kamu!” ucap Rena sekaligus pamit sebelum akhirnya berlalu begitu saja.
***
Di tempat berbeda, Rina tengah mengikuti kelas. Awalnya, Rina begitu serius menyimak setiap penjelasan dosen di depan sana. Namun, lantaran ponselnya yang ada di saku sisi celana bergetar, Rina pun segera memastikannya. Itu merupakan pesan WA dari Daniel. Bertepatan dengan itu, dosen yang mengajar juga pamit undur karena kelas memang sudah selesai. Jadilah, Rina yang sempat menjawab salam pamit dokter layaknya teman sekelasnya, kembali memfokuskan diri kepada pesan Daniel.
Kak Daniel : Beb, aku agak telat jemputnya.
Rina : Kenapa? Ada masalah?
Kak Daniel : Sedikit.
Rina : Sedikit bagaimana? Kakak enggak apa-apa, kan?
Kak Daniel : Hanya perlu mandi, kok.
Rina : Maksudnya?
Kak Daniel : Kepalaku ketumpahan adonan pas aku benerin oven bawah, eh pas aku mau berdiri, kepalaku nyenggol cetakan berisi adonan brownis rasa cokelat. Lengket deh kepalaku.
Rina : Takut dosa, tapi aku udah ketawa.
Kak Daniel : Awas saja, nanti, ya.
Rina : Iya, aku tunggu .
Rina : Tapi ini saja, aku ada kelas tambahan. Jadi kayaknya pas.
Kak Daniel : Ya sudah, aku mandi dulu .
Rina menghela napas seiring senyum tulus yang masih menghiasi wajahnya. Ia dapati, teman-teman sekekasnya yang sedang sibuk sendiri-sendiri. Ada yang sibuk dengan teman sebelah, sibuk dengan gawai masing-masing, selain mereka yang sibuk dengan buku yang mereka buka dengan cepat untuk disalin dan sepertinya memang karena belum menyelesaikan tugas.
Mendapati hiruk-pikuk tersebut, Rina yang merasa cukup sesak, kembali menghela napasnya. “Apa kabar Gress? Semoga dia bisa berubah dan menyadari kesalahannya.”
Tak lama setelah bergumam, Rina mendapati ponselnya kembali bergetar. Kenyataan tersebut pula yang membuat Rina segera memastikan ponsel yang kebetulan masih ia genggam menggunakan tangan kanan. Sialnya, getar tersebut ternyata merupakan tanda pesan WA masuk dari kontak Gress.
Gress : Aku mau mesra-mesraan sama Daniel.
Rina sungguh gondok dan ingin mengamuk detik itu juga, tapi Rina sadar, tak ada gunanya. Sungguh tak ada gunanya menghadapi wanita gila seperti Gress. Apalagi sejauh ini, bukannya bermasalah, tapi setiap masalah sekaligus cobaan yang menghampiri hubungannya dan Daniel, membuat mereka semakin kuat. Mereka semakin bisa memahami arti hubungan, terlepas dari mereka yang juga semakin mesra.
Gress : Enggak apa-apa, kan? Paling jauh juga ke hotel. Ke hotel kakak iparmu, biar lebih heboh.
Rina : Kamu memang sukanya punya orang. PEMULUNG saja enggak bakalan ambil punya orang.
Gress : Ya, gitulah … aku memang lebih suka punya orang. Berarti, kamu mengakui aku lebih baik dari kamu, yah, Rin?
Rina : Sekelas Ipul saja muntah kan, kalau lihat kamu? Maaf yah, Gress, calon suamiku seleranya tinggi. Suamiku bakalan milih barang yang dibungkus ketimbang barang yang sudah kebuka dan tercemar!
Gress : Keren kata-katamu, Rin. Kayaknya kamu lebih pengalaman dari aku.
Rina : Oh jelas. Kalau enggak, mana mungkin calon suamiku tergila-gila ke aku, kan?
Rina : Ehh … aku baru ingat, kamu di sini pakai visa apa? Kamu belum punya kewergaranegaraan Indonesia, kan? Siap-siap, Gress. Sumpah, kenapa aku baru ingat, ya? Aku bilang dulu ya, ke pusat.
Pesan terakhir Rina belum dibaca oleh Gress. Bisa jadi, Gress sudah menutup ponselnya untuk kembali menjalani hidupnya tak ubahnya siluman rubah. Ah tidak, sebab bagi Rina, Gress tak ubahnya wanita ular yang sangat berbahaya. Jadilah demi menahan Gress, perihal visa izin wanita itu di Indonesia, mengingat Gress merupakan orang Korea, langsung Rina sampaikan pada Rafael detik itu juga melalui pesan WA.
Rina : Mas, aku lupa. Gress itu tinggal di sini pakai visa, Korea, kan harusnya? Kayaknya dia juga bermasalah deh mengenai visa izin tinggal. Apalagi awalnya, dia ke Indo kan cuma mau bantu Kean sekalian jalan-jalan?
Mas Rafael : Iya. Itu memang sudah kepegang sama orang Mas. Dan nyatanya memang bermasalah. Kamu jangan pusing ikut mikirin ini, ya. Santai saja. Fokus kuliah sama ke Daniel saja. Mas bisa urus, kok.
Rina : Wahhhh … makasih banget, Mas. Mas selalu yang terbaik. Aku doakan, semoga Mbak Fina tambah sayang sama Mas! Wkwkwk
Mas Rafael : Oh, iya … harus itu! Nabah anak, kan?
Rina : Yaawoh … Bubu saja baru bisa nangis, Mas
Mas Rafael : Enggak apa-apa, Rin. Makanya sebelum kamu nikah, kamu ikut bantu jagain dulu. Hahaha
Rina : Hahaha … oke, sip!
“Makasih loh, Mas. Semenjak Mas ada dalam hidup Mbak Fina, kehidupan kami berasa kehidupan manis drama Korea. Alhamdullilah!” batin Rina seiring senyum tulus yang menghiasi wajah cantiknya.
****