“Dan jika kamu berani membohongiku, kamu saya pecat!”
Kalimat tersebut tak ubahnya bom waktu yang seketika membombardir seorang Azura. Tegang, Azura sampai menahan napas dan kembali menepis tatapan Danian.
“Malam itu, tidak ada wanita lain yang memasuki kamar saya kecuali kamu dan Velery, kan?”
Makin Danian banyak bicara, makin gemetaran kedua tangan Azura. Kedua tangan Azura yang awalnya ada di pangkuan, berangsur meremaas celana panjang warna hitam yang dikenakan.
“Malam itu, kamu, …?”
“Saya sungguh tidak tahu apa-apa, Pak!” ucap Azura buru-buru memotong ucapan Danian. Azura tidak mau Danian mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Azura masih sangat membutuhkan pekerjaan, ia masih harus mendapatkan banyak uang untuk memenuhi kebutuhan hidup adik dan ayahnya.
Danian meragukan balasan Azura. “Saya sudah melihat CCTV, dan saya sudah mengetahui semuanya!” tegasnya membentak.
Mendengar itu, Azura yang awalnya ketakutan, menjadi tersentak. Azura menatap Danian dengan kekesalan yang menyala, diiringi air matanya yang seketika berjatuhan dari kedua sudut matanya. Air mata kehancuran karena mahkota sekaligus kehormatan terbesarnya telah terenggut.
“Jika Pak Danian sudah tahu, kenapa Pak Danian masih menanyakannya kepada saya?” ucapnya ketus. Azura tak kuasa mengontrol diri apalagi emosinya.
“Karena saya ingin mendengar jawaban langsung dari kamu!” tegas Danian tak kalah meledak-ledak. Tatapannya terhadap Azura menjadi makin sengit.
Azura menyadari, Danian menatapnya dengan emosi menyala. Pria itu marah dan Azura yakin karena Danian tak sudi telah menghabiskan malam bersamanya, seperti yang sempat pria itu tegaskan, peringatkan kepadanya tempo hari lalu.
“Kenapa Anda marah? Seharusnya saya yang marah, apalagi saya sengaja menutupi semuanya! Saya sama sekali tidak menuntut apa pun dari Anda!” tegas Azura yang sampai menggebrak meja kerja Danian menggunakan kedua tangan.
Danian langsung syok, menatap tak percaya Azura yang sungguh berani melawannya. “Kamu sadar, kamu sedang berhadapan dengan siapa?” balas Danian kembali meledak-ledak, sesaat setelah mendapat hardikan bahkan bentakan dari Azura, dan bagi Danian, tak sepantasnya wanita di hadapannya melakukannya.
“Manusia! Mana mungkin saya menganggap Anda sebagai srigala apalagi manusia jadi-jadian! Dan tak mungkin juga saya menyamakan Anda dengan hewan!”
“Azura Anatasya Putri, ….!” tahan Danian sembari menggebrak meja kerjanya menggunakan kedua tangan, seiring tatapannya terhadap kedua manik mata Azura yang makin tajam. Azura sudah sangat membuatnya emosi terlepas dari apa yang telah terjadi pada mereka.
Azura langsung diam dan memang sengaja menunggu lanjutan dari Danian.
“Kamu saya pecat!” Suara Danian terdengar melemah, tapi rahangnya mengeras hingga gigi-giginya bertautan kencang.
Dunia Azura seolah runtuh detik itu juga. Tanpa Azura sadari, kepalanya bergerak pelan, menggeleng dan menepis apa yang baru saja Danian tegaskan. “Apa salah saya?!” ucap Azura lirih nyaris tak terdengar.
“Kesalahanmu, karena kamu sudah berbohong!”
“Lantas, apakah saya harus sibuk mengemis kepada Anda? Memangnya jika saya jujur dan meminta pertanggung jawaban kepada Anda, Anda akan percaya?!” bentak Azura.
Danian tak kuasa menjawab pertanyaan Azura. Lidahnya mendadak kelu.
“Pokoknya saya tidak mau dipecat. Saya butuh pekerjaan, saya punya banyak tanggungan!” tegas Azura yang kemudian beranjak. “Sudah, kan? Tidak perlu ada yang dibicarakan? Kalau sudah, saya akan langsung pergi dan kembali bekerja. Permisi!”
Azura berlalu sambil menyeka tuntas air matanya menggunakan kedua tangan. Hancur, ia kembali merasakan itu. Dan jika Danian sudah sampai tahu, mau tak mau Azura harus lebih berani menghadapi pria itu karena masa depan adik apalagi ayahnya, menjadi taruhannya.
Jangan sampai, jangan sampai aku dipecat. Aku harus tetap bekerja di sini apa pun yang terjadi! Dalam batinnya, Azura terus meyakinkan dirinya sendiri.
“Saya butuh hitam di atas kertas!” lantang Danian yang masih duduk di kursinya.
Azura yang sempat memelankan langkahnya berangsur menghela napas sambil menggeleng tak habis pikir. “Terserah!” balasnya berseru kendati suaranya terdengar sengau.
“Dasar wanita keras kepala!” rutuk Danian merasa sangat jengkel dan sampai melemparkan wadah alat tulis berisi beberapa pulpen ke arah Azura dan sampai mengenai punggung Azura.
Danian terengah-engah. “Jika Velery sampai tahu, … Velery pasti marah besar!” batinnya sembari kembali memperhatikan Azura.
Azura menyeka tuntas air matanya dan itu masih menggunakan kedua tangan. Ia yang sudah duduk, mengatur napas cukup lama sambil membusungkan dadaa.
Kuat, Ra. Kamu harus kuat. Tanggunganmu berat! Kamu enggak boleh lemah! batin Azura menyemangati dirinya sendiri.”
Ketika ponsel Danian mendapatkan telepon masuk, hal yang sama juga menimpa Azura. Keduanya kompak menjawab telepon tersebut. Bedanya, ketika Danian menerima telepon masuk dari orang yang ia tugaskan untuk mencari Velery, Azura langsung dihubungi oleh Sendar.
“Hallo, bagaimana?” ucap Danian masih merasa jengkel. “Velery sudah ke luar negeri? Ke mana …?” Makin lama, Danian menyimak dengan semakin serius.
****
“Kenapa kamu makin sulit dihubungi?” Suara Sendar terdengar cukup frustrasi.
“Aku kan sudah bilang, kita putus. Aku yang mutusin kamu. Wanita buruk rupa sekaligus miskin yang lebih cocok jadi pembantu kamu!” tegas Azura mengomel. “Oh, iya … jangan lupa, salam buat mamah kamu. Semoga mamah kamu cepat dapat menantu, bukan pembantu seperti aku!”
“Azura tunggu, jangan tutup dulu!”
Meski Sendar sampai berteriak, Azura tak peduli. Azura memilih langsung mematikan sambungan telepon mereka.
Ada, pria waras yang mau menerima wanita berpenampilan di bawah pas-pasan, miskin, bahkan sudah tidak perawaan seperti aku? Bahkan janda saja jauh lebih terhormat! rutuk Azura dalam hatinya sesaat setelah melempar ponselnya begitu saja ke meja dekat laptop yang masih menyala.
Rasa sesak yang tiba-tiba memenuhi dadda Azura bersama rasa panas yang mengungkung kedua matanya hingga air matanya kembali berlinang, membuat Azura menggunakan kedua tangannya untuk mengipas-ngipas di depan wajah. Tak lupa, Azura juga mengatur napasnya pelan demi meredam rasa kesal berikut kesedihan yang seketika berpadu, menjadi kawan baik untuk wanita itu.
Bisa-bisanya hidupku dikelilingi pria-pria tidak berguna!
***
Ketika akan pulang di sore menjelang petang, Azura dibuat ketar-ketir karena di tempat parkir depan hotel tempatnya bekerja, sudah ada Sendar. Sendar terjaga di depan pajero sport putih milik pria itu. Sendar benar-benar nekat datang hanya demi bertemu dengannya. Sesekali, Sendar yang tampak gelisah, menatap arloji silver yang menghiasi pergelangan kiri pria itu.
Tak mau ketahuan, Azura melipir, menggunakan tote bag-nya untuk menutupi wajah menghindari Sendar. Tak lupa, Azura sengaja menyempil di antara karyawan lain yang kebetulan lewat akan pulang layaknya Azura.
Tuhan … hamba mohon. Jauhkanlah hamba dari orang yang hanya akan menyakiti hamba. Orang-orang tidak berguna seperti Sendar! batin Azura yang masih kerap melirik Sendar.
Sendar yang kali ini mengenakan kemeja lengan panjang warna putih disingsing hingga siku, masih terjaga di depan pajero putihnya. Azura buru-buru mengeluarkan ponselnya dari tote bag-nya, ketika menyadari Sendar mengeluarkan ponsel dari kantong kemeja. Azura buru-buru membuat ponselnya dalam mode hening.
“Ya ampun si Azura sebenarnya ke mana, sih? Dia pikir, aku tergila-gila kepada dia?” uring Sendar.
Azura yang mendengarnya langsung emosi. Azura yang kali ini menggelung modern rambutnya, refleks berhenti melangkah dan tak lagi nyempil pada karyawan lain demi menghindari Sendar. Juga, Azura yang tak lagi menutupi sebagian wajahnya menggunakan tote bag. Sebab kini, andai saja kemarahan bisa menimbulkan seseorang memiliki taring bahkan tanduk, pasti kenyataan itu sudah menimpa Azura.
Rasanya, Azura yang sampai merremas tote bag yang didekap, ingin menerkam Sendar hidup-hidup, detik itu juga. Hanya saja, ketika Azura baru saja melangkah dan bermaksud menghampiri Sendar, seseorang justru mencekal kerah bagian belakang, kemeja lengan panjang warna jingga yang Azura kenakan.
Azura refleks menoleh dan mendapati Danian sebagai pelakunya. Danian membawa paksa Azura masuk ke mobil range rover hitam milik Danian. Di tempat duduk penumpang sebelah tengah, Azura bergegas geser dan duduk di dekat pintu demi menjaga jarak dari Danian.
Sebuah map warna kuning yang sedari awal Danian tenteng, Danian lempar ke pangkuan Azura, dengan kasar.
“Baca dan tanda tanganilah. Baca baik-baik agar kamu paham karena aku tidak mau kamu terus merasa dirugikan!” tegas Danian dan hanya sesekali melirik Azura.
Azura menatap tak mengerti Danian kemudian berganti pada map di pangkuannya.
“Besok saya harus ke luar negeri. Saya ada urusan penting. Jadi hari ini juga, kita harus membereskan masalah kita!” lanjut Danian.
Apakah ini masih berkaitan dengan kejadian malam itu? pikir Azura yang semakin tak mengerti sekaligus penasaran.
Surat Perjanjian ….
Belum apa-apa, Azura sudah tersenyum getir. Dan makin ia membaca surat tersebut lebih jauh, senyum sarkastis justru menghiasi wajahnya. Apalagi keberadaan cek kosong yang sampai menjadi bagian terakhir dari lembar surat perjanjian yang harus Azura tanda tangani.
Azura refleks melirik sengit Danian.
“Tulis berapa banyak uang yang kamu mau. Dan andaipun kemungkinan buruk, kamu sampai hamil, itu sudah bukan menjadi urusanku!” tegas Danian dan kali ini sama sekali tidak melirik Azura lagi.
Azura menyeringai getir. Ia menggeleng tak habis pikir, kemudian menggunakan pulpen yang sudah tersedia di sana, untuk menandatangani surat perjanjian yang Danian berikan.
Kali ini, Danian juga tersenyum getir ketika pandangannya mendapati Azura sampai mengisi cek yang ia selipkan. Hanya saja, ulah Azura yang tiba-tiba menarik dasi Danian, kemudian menepukkan tangan kanan berisi cek pada kening Danian, sukses membuat pria itu syok. Danian sampai tak bisa berkata-kata dan membiarkan Azura pergi dari mobilnya, begitu saja.
Dia … wanita itu … kenapa Azura Anatasya Putri begitu bar-bar! umpat Danian dalam hatinya.
Cek yang Azura tempelkan dengan kasar di kening Danian, terjatuh. Betapa kagetnya Danian karena yang tertulis di sana bukan nominal, melainkan kata-kata, lebih tepatnya kalimat.
Aku tidak butuh uangmu! Yang aku butuhkan hanyalah harga dirimu! Mati saja kamu jika ujung-ujungnya hanya ingin menindasku! Sudah kukatakan aku ingin fokus bekerja! Masih saja membuat gara-gara!
Namun, ketika Danian memastikan surat perjanjian mereka, ternyata Azura telah menandatanganinya.
Wanita itu … sebenarnya, apa yang dia mau? pikir Danian sambil melepas kepergian Azura dan kali ini benar-benar hilang dari pandangannya.
“Aku bukan wanita lemah. Jadi jangan pernah meremehkanku!” tegas Azura yang kemudian menghampiri salah satu tukang ojek di sana.
Azura pulang menggunakan jasa ojek online yang sebelumnya sudah Azura pesan.
Bersambung ....