Hubungan Tidak Sehat

1112 Words
Phoenix menenggak minumannya hingga tandas, menjadikannya sebagai gelas terakhir untuk malam ini. Dia sedang tidak ingin mabuk dan berakhir berantakan setelahnya. Beberapa wanita dengan pakaian super ketat datang menggoda, tapi Phoenix selalu menepisnya. Membuat wajah para wanita itu dihujani oleh kekecewaan karena ditolak berulang kali oleh Phoenix. Bukan sekali dua kali Phoenix datang ke klub malam seperti saat ini. Dia sering datang ke tempat hiburan malam tersebut bersama Jose Luis. Berteman sejak berada di bangku kuliah, membuat keduanya dekat dan berteman baik. Dan ujung-ujungnya, Jose bekerja di perusahaan milik Phoenix. Jadi tidak heran jika kedekatan mereka sangat terlihat. “Kau bisa pergi, Jose. Tidak perlu menemaniku di sini. Santai saja, aku sedang tidak ingin mabuk malam ini.” Jose mendecih singkat. “Aku mungkin bisa percaya padamu jika tidak akan mungkin mabuk. Tapi aku tidak percaya dengan semua wanita yang ada di sini. Jika aku meninggalkanmu sendirian di sini, bisa-bisa kau dibawa kabur oleh salah satunya.” “Ck! Konyol sekali. Tidak ada yang bisa membawaku kabur.” sahut Phoenix remeh. Memang siapa juga yang mau membawanya kabur? Memangnya ada yang kuat memapahnya? Mengingat tubuhnya yang begitu berat. “Hei! Jangan suka meremehkan begitu, kawan. Siapa tau memang ada wanita nekat yang berusaha untuk membawamu pergi. Kau tau sendiri kan jika mereka-mereka suka padamu?” “Kau benar-benar sok tau sekali.” “Bukan sok tau, Mr Phoenix Leonard Cyrill. Tapi memang aku tau. Kau bahkan bisa membaca dari cara mereka menatapmu. Sumpah demi apa pun, mereka terlihat ingin sekali kau bungkus.” Hal ini sudah sering Phoenix dengar dari mulut Jose. Bahkan hampir setiap kali mereka singgah di klub malam tersebut. Jadi, karena sudah sering mendengar pun, Phoenix juga nampak biasa saja. Sudah tak terkejut lagi. “Serius Nix, kenapa kau tidak coba saja sekali-kali jajan? Bungkus yang cantik dan cobalah bersenang-senang.” Phoenix sontak menatap Jose dengan atensi yang sangat penuh. Jujur saja, saran tersebut membuat pria itu terkejut. “Kau sudah lama tidak bermain dengan istrimu kan?” tanya Jose dengan tubuh yang sedikit di condongkan ke arah Phoenix. “Audie sempat menyinggung soal dia yang sudah kau anggurkan lebih dari tiga bulan. Benar begitu?” “Dia bilang begitu padamu?” tanya Phoenix to the point, dan raut wajahnya benar-benar terlihat datar. Jose sontak menggelengkan kepalanya. Meski dia mengenal Audie, dia tak pernah berinteraksi secara sering. Audie hanya menghubunginya jika menanyakan soal Phoenix saja. “Mana pernah istrimu menghubungiku hanya untuk curhat soal permasalahan rumah tangga kalian? Tentu saja di sosial media. Bukankah sudah sering aku beritahu jika dia kerap kali membuat tweet?” Wah, mendengar itu, Phoenix sontak tertawa miris. Bahkan hal yang sangat bersifat privasi pun di umbar oleh istrinya. Phoenix sampai tak bisa berkata-kata lagi sekarang. “Kenapa tidak sekalian saja dia mengumbar foto telanjang suaminya sendiri di sosmed? Benar-benar keterlaluan!” Phoenix terlihat sangat marah. Yang tadinya ingin berhenti minum, kini justru menghabiskan minuman yang ada di dalam gelas milik Jose. Dia benar-benar tak habis pikir pada kelakuan Audie. Selalu saja membuat kepalanya hampir pecah. Ada saja yang diperbuat sampai membuatnya muak. Ingin sekali membanting ponsel Audie jika wanita itu masih terus-terusan bertindak sesuka hati begitu. Apa bagusnya membuat tweet soal problem dalam rumah tangganya sendiri? Orang gila mana yang bisa seperti itu? “Nix, tapi serius, kenapa Audie jadi seperti itu? Maksudku, dia benar-benar jadi sering meng-update apa pun. Sebentar-sebentar memujimu, tapi beberapa waktu kemudian juga menjelekkan mu. Aku jadi bingung dengan istrimu itu.” “Jangankan kau, aku yang suaminya saja tidak mengerti dengan pikirannya. Aku bahkan bertanya-tanya, apakah dia masih punya otak atau tidak. Jika masih, aku heran kenapa otaknya sama sekali tidak berfungsi lagi? Benar-benar gila!” Jose tertawa melihat betapa kesalnya Phoenix saat ini. Hal itu tentu saja menarik perhatian Phoenix yang langsung menatap malas ke arah Jose. Tapi jujur saja, meski Jose tertawa mengetahui hubungan Phoenix dan Audie sedang tidak baik-baik saja, dia justru turut khawatir dan prihatin. Meskipun sebenarnya dia jauh lebih kasihan jika Phoenix masih terus mempertahankan rumah tangganya bersama Audie. Karena memang benar-benar terlihat sudah tidak sehat lagi. Walau memang jika dipikir-pikir sangat sayang sekali, sebab pernikahan mereka juga belum genap satu tahun. “Pasti ada penyebab mengapa kalian bisa serenggang ini, iya kan? Tidak mungkin hanya masalah Audie yang seperti remaja puber yang suka membuat status di sosial media atau mengumbar semua kehidupan pribadi. Pasti ada alasan lainnya kan, Nix?” Phoenix tak menyahut. Memilih acuh, dan Jose paham akan keterdiaman Phoenix. Dia tidak akan pernah memaksa jika temannya itu tidak mau menceritakan apa-apa. “Oke-oke aku paham, Nix. Aku tidak akan bertanya soal alasan kalian menjadi begini. Tapi jika boleh memberi saran, aku akan memberimu saran yang terbaik.” Phoenix menoleh, dan reaksi itu dianggap oleh Jose sebagai ketertarikan untuk mendengar saran darinya. Maka dari itu, Jose mulai angkat bicara. “Coba saja kau perbaiki semuanya dengan Audie. Aku yakin, kalian butuh menghabiskan banyak waktu bersama. Cobalah mengobrol dari hati ke hati. Atau coba pergi liburan bersama. Sekalian saja anggap sebagai honeymoon kedua. Siapa tau jika nanti Audie hamil, hubungan kalian bisa kembali membaik.” “Tidak.” sahut Phoenix dengan cepat. “Tidak akan. Aku tidak bisa punya anak sekarang. Tidak sekarang.” Jose mulai menaikkan sebelah alisnya bingung. “Kenapa tidak bisa punya anak sekarang?” Bukannya mendapatkan jawaban, Jose justru mendapatkan tatapan tajam dari Phoenix. Benar-benar kelihatan tidak suka sekali ditanya-tanya begitu. “Santai saja, Nix! Astaga, itu biji matamu sudah hampir keluar. Aku hanya bertanya saja.” “Pertanyaanmu sangat menggangguku, sialan!” Jose mendecih pelan, namun tiba-tiba kepikiran sesuatu dan kembali menyeletuk, “tapi seriusan, Nix, memangnya kau tidak takut karatan ya? Bukannya sudah tiga bulan kau tidak bermain dengan istrimu? Kuat juga ya kau menahan diri? Tidak pening itu kepala atas dan bawahmu?” Jose—orang yang suka bicara ceplas-ceplos tanpa rasa takut, berteman dengan Phoenix yang gampang sekali marah dan emosi. Benar-benar pertemanan yang klop sekali. “Mulutmu sepertinya butuh di asah lagi, Jose.” sahut Phoenix sarkas. Tapi memang dasarnya Jose kepala batu dan muka tembok, sarkasan pun tidak berarti bagi pria itu. “Tidak perlu khawatir soal itu, kawan. Setiap hari juga mulutku di asah. Coba kau saja sana. Milikmu sepertinya butuh diservice. Aku khawatir kau jadi lupa di mana letak lubang jika kelamaan tidak di asah.” Mulut Jose bisa saja tajam setajam silet, seperti saat ini. Karena ucapan Jose, rahang Phoenix jadi mengetat. Terlihat sekali jika kesal pada ucapan Jose. “f**k! Sialan kau Jose!” Bukannya merasa bersalah dan minta maaf, Jose justru semakin gencar meledek Phoenix. “Hati-hati impoten!” Tawa Jose semakin mengeras, begitu mendengar segala umpatan kasar keluar dari mulut Phoenix. Sepuas itu Jose membuat Phoenix kesal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD