Sumber Uang?

1343 Words
“Terimakasih sudah membantu saya, Pak!” Olivia sangat berterimakasih pada security keamanan gedung apartemen yang dia tinggali. Dia tersenyum ramah sekali, karena memang dia yang minta bantuan. Jika bukan, mana mungkin Olivia akan memberikan senyuman manisnya secara cuma-cuma. Gadis itu tidak bisa mengangkat galon minuman yang sudah dia pesan. Seharusnya memang ada yang mengantarnya langsung ke unitnya. Tapi karena Olivia tidak sabar dan kehausan parah, terpaksa dia turun untuk mengambil galon minuman pesanannya tersebut. Berpikir jika dia kuat, melihat banyak wanita yang kuat mengangkatnya juga. Tapi ternyata dia tak sekuat itu. “Galon sialan!” serunya kesal sambil menendangnya pelan. Meski kesal, tetap saja takut jika jari kakinya kesakitan. “Jika saja tenggorokanku tidak mengering, aku tidak akan mungkin mengambilmu sendiri!” lanjutnya menghardik galon minuman yang tidak bergerak sama sekali. Masih terbayang betapa malunya tadi Olivia, saat menyeret galon minuman tersebut. Tapi beruntung ada security yang baik hati dan membantunya. Olivia sudah mulai menghemat uang, setelah satu minggu full makan di restoran mewah. Bukan hanya itu, dia juga banyak berbelanja set pakaian kerja, tas, dan juga sepatu. Meski harganya di bawah harga-harga barangnya yang lain, tetap saja masuk dalam range harga yang sangat mahal. Sebenarnya, gadis itu kebablasan saat berbelanja. Hobi comat-comot tanpa menghitung terlebih dahulu total kotor dari semua barang yang diambil. Alhasil, saat membayar tentu sangat menguras isi dompetnya. Jangan ditanya menyesal atau tidak, tentu saja dia menyesal. Tapi gengsi tetap berada di tahta yang paling tertinggi. Bisa saja dia mengurangi barang belanjaannya, tapi Olivia tidak melakukan itu. Katanya gengsi, malu jika belanja sampai dikurang-kurangi agar uangnya cukup. Hal itu tidak berlaku bagi Olivia. Gadis itu duduk termenung sambil menikmati burger yang dia beli sepulang berbelanja. Makan rasanya kurang nikmat jika sambil merenung memikirkan uangnya yang benar-benar sudah hampir habis. “Benar juga apa kata Alfredo. Aku memang ratunya pemborosan.” monolognya, mengingat perkataan Alfredo mengenai dirinya yang suka menghabiskan banyak uang. Kepala Olivia jadi pusing sendiri. Dia benar-benar tidak bisa menghemat uang dengan baik. Dia menatap botol wine yang sudah terbuka. Seketika dia kembali menyesal. Ya, menyesal karena sudah membeli sebotol wine dengan harga yang fantastis. Tapi memang soal rasa tidak perlu diragukan lagi. Sangat lezat, dan yang membuatnya mahal karena usianya yang sudah lama. “Gila, aku bisa gila lama-lama jika begini.” serunya lagi, sembari mengunyah makanannya. “Aku mungkin masih bisa berhemat untuk makan setiap harinya dengan membeli burger, ayam goreng, atau apalah itu. Tapi masalahnya, mau sampai kapan aku begini terus?! Uangku pasti akan habis juga.” Olivia melempar kepalanya ke belakang dengan keras. Benar-benar hampir frustasi dia memikirkan keuangan yang sudah mulai menipis. Mulutnya memang sering mengatakan masih bisa berhemat, tapi sayang, realitanya tidak begitu. Olivia mana bisa menghemat keuangan? Untuk makan saja minimal burger, kentang goreng, dan ayam. Mungkin juga bisa ramyeon, tapi Olivia tidak akan bisa kenyang jika hanya makan satu. Minimal dua bungkus. “Ah sial! Aku benar-benar tidak mau hidup melarat begini! Aku ingin uang yang banyaaak!!” teriaknya dengan keras. Detik berikutnya dia menangis. Baru kali ini ada orang yang menangis karena tidak mau hidup melarat. Masih ada sisa uang yang mungkin bagi orang biasa-biasa saja itu banyak jumlahnya. Tapi bagi Olivia itu benar-benar sedikit. Sangat membuat Olivia berdebar tidak karuan. Ya, berdebar takut benar-benar melarat. “Kenapa jadi ada rasa asin burgernya? Hiks..” herannya sambil sesenggukan. Tidak sadar jika burger yang ada di depan mulutnya terkena tetesan air matanya sendiri secara tidak sengaja. Burgernya pun kini diperhatikan sampai diputar berkali-kali. Mencari sesuatu yang mendadak membuatnya terasa sedikit asin. Begitulah sisi Olivia yang tak diketahui orang lain selain orang terdekat. Tentu saja Alfredo termasuk yang mengetahuinya. Olivia ini unik. Bisa galak, bisa badas, bisa mendadak bertingkah konyol, dan bahkan bisa merengek layaknya anak kecil seperti saat ini. “Ah, persetan dengan burger!” +++ Olivia berangkat pagi-pagi sekali hari ini ke kantor. Entah mendapatkan mukjizat dari mana, gadis itu bisa berangkat sepagi ini. Biasanya dia selalu datang di waktu yang mepet. Bahkan di hari pertama kerja saja, dia datang terlambat. “Wow, suatu kemajuan yang bagus, kawan!” seru Jemma, begitu melihat Olivia sudah duduk di kursi kerjanya. Olivia hanya memutar bola matanya malas. Meski sudah mulai terbiasa dengan Jemma, tetap saja dia suka tiba-tiba merasa risih karena memang mulut Jemma selebar itu. “Sepertinya ada yang salah dengan kepalamu. Semalam terantuk meja atau kursi? Atau mungkin dinding?” “Tidak jelas kau!” sahut Olivia malas. “Oh, atau jangan-jangan setelah kemarin tau bagaimana rupa Mr Phoenix yang tampan, kau mendadak berubah menjadi karyawan yang rajin ya?” “Jangan asal menuduh begitu.” sahut Olivia dengan cepat. Dia benar-benar tidak mau jika ada yang mendengar dan beranggapan bahwa itu benar. “Aku berangkat ke kantor sepagi ini juga karena semalam susah tidur.” ujarnya beralasan. Jemma mendecih begitu mendengar balasan dari Olivia. Seperti sudah hafal dengan gerak-gerik orang yang sedang membual. Tapi Jemma akhirnya mengangguk mengiyakan saja, sebab ekspresi Olivia terlihat sekali perubahannya. “Hai Jemma!” Sang pemilik nama, begitu juga Olivia lekas menoleh. Seorang wanita sekitar berusia 35 tahun itu tampil begitu seksi dengan setelan rok kerjanya. Olivia bahkan sempat melongo dibuatnya karena terkejut. “Oh hai Miss Lian!” balik Jemma, menyapa Lian yang berstatus sebagai salah satu staff keuangan di perusahaan tersebut. Gayanya yang unik dan tampilannya yang seksi memang sering menjadi topik hangat. Apalagi jika soal kasus perselingkuhannya dengan salah satu pemilik saham di perusahaan tersebut. “Astaga, apa dia tidak sadar diri dengan bentuk tubuhnya sendiri?” seru Olivia yang terheran-heran. “Terlalu memaksakan kehendak.” “Kau tau dia siapa?” tanya Jemma tiba-tiba. Yang mana sebenarnya adalah pertanyaan yang tersirat. “Ck! Kau sedang mencoba untuk mengujiku? Jelas-jelas dia Miss Lian. Salah satu staff keuangan. Memangnya siapa lagi,” jawab Olivia. Dia benar-benar hafal dengan banyak nama-nama staff yang ada di perusahaan tersebut. Tapi memang sayangnya, dia tidak akrab dengan karyawan-karyawan lainnya. Hanya akrab dengan Jemma saja. Dan Olivia pun sudah merasa cukup akan hal tersebut. “Semua karyawan yang ada di sini juga tau siapa dia. Tapi ini soal rahasianya. Kau ingin tau tidak?” Olivia menaikkan sebelah alisnya dan lekas menyahut, “Rahasia apa?” “Soal hubungannya dengan salah satu pemilik saham di perusahaan ini.” jawab Jemma sedikit berbisik. “Maksudnya? Bicara yang jelas. Jangan setengah-setengah. Aku benar-benar tidak paham.” “Miss Lain itu wanita simpanan pria yang sudah beristri.” “Yang benar saja? Kau ini dapat info yang seperti itu dari siapa, Jemma?” Olivia benar-benar tidak habis pikir pada Jemma yang suka berbicara asal. “Jangan mengada-ngada begitu.” “Astaga Olivia, siapa juga yang mengada-ngada? Justru ini sudah menjadi rahasia umum di perusahaan soal dia yang menjadi seorang simpanan. Makanya, kau bisa lihat kan gayanya yang unik itu? Pakaiannya juga mahal-mahal. Pokoknya sangat mencolok sekali. Bahkan di awal-awal dia tidak terlalu mencolok, biasa saja. Tapi setelah jadi simpanan itu, dia benar-benar berubah drastis. Terlalu glamour. Tapi aku akui sih, mentalnya benar-benar kuat. Padahal dia hanya seorang simpanan.” “Wow, aku benar-benar tidak menyangka. Memang apa yang ada di dalam pikirannya sampai harus mau-mau saja dijadikan simpanan?” “Yang ada di dalam pikirannya tentu saja uang, Olivia. Dia begitu pintar, sampai memanfaatkan orang itu sebagai sumber keuangannya. Bayangkan saja, gaji selama bekerja utuh. Semua pengeluaran ditanggung dan bebas untuk meminta apa saja. Jadi ya menurutku dia benar-benar pintar.” “Tapi tetap saja kan, perselingkuhan tidak dibenarkan. Apalagi menjadi seorang simpanan.” Jemma sontak tertawa mendengar ucapan Olivia soal perselingkuhan yang tidak dibenarkan. Itu memang benar. Tidak ada yang salah juga dengan perkataan Olivia. “Untuk orang tertentu pasti akan dibenarkan. Karena pertama, dia memang butuh uang. Atau yang kedua, terpaksa karena cinta. Tapi kebanyakan memang memilih menjadi seorang simpanan ya karena dia butuh uang. Siapa sih yang tidak mau mempunyai sumber uang sendiri?” Olivia sontak terdiam mendengar balasan dari Jemma. Memikirkan sesuatu yang mendadak muncul dan cukup menganggu di kepalanya. “Woi! Kenapa jadi diam saja?” Jemma memukul Olivia yang tiba-tiba saja diam. “Kenapa? Mulai kepikiran ada minat untuk mencari sumber keuangan?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD