Di seberang sana terdengar suara Ayah menarik napas entah sudah yang ke berapa kalinya. Mae bisa membayangkan seperti apa raut wajah ayahnya sekarang. Alisnya yang tebal menyatu dan bibirnya yang dihiasi kumis tebal berkali-kali terbuka dan tertutup. Ciri khas ayah setiap kali beliau menahan amarah dan Mae tahu sekali apa penyebab kemarahan ayah kali ini. "Ayah tidak mengerti. Mengapa kamu baru memberitahu perihal pernikahanmu kepada ayah semalam? Itu pun calon suamimu yang menghubungi ayah? Ayah benar-benar tidak mengerti jalan pikiranmu. Kamu masih menganggap ayahmu ini tidak sih!?" keluh ayah di seberang sana. "Maafkan Mae, Ayah. Sungguh Mae tidak bermaksud mengecewakan ayah," sesal Mae. Ingin sekali hatinya menjerit untuk menjelaskan kebenarannya. Tapi dia tak sanggup. "Siapa yang