Olimpiade

1397 Words
Pagi itu begitu sibuk. Perkuliahan sudah masuk minggu – minggu libur semester. Tapi masih banyak mahasiswa pendidikan matematika yang hilir mudik di kampus. Ya, mereka sedang mempersiapkan olimpiade matematika besok. Segala hal sedang diteliti. Konsumsi, MC, ruangan, lembar soal, juri, dan sebagainya. Ara dan teman – temannya terlihat begitu fokus mengemas bingkisan untuk para pemenang. Menghias uang pembinaan di figura – figura foto. Berkas – berkas untuk sponsor sudah diserahkan. Tapi masih banyak hal yang harus mereka kerjakan.  Hingga siang tiba mereka masih saja berkutat dengan perintilan – perintilan yang memang harus diteliti sedetail mungkin. Tata letak ruangan, Id card meja peserta, tempat sampah, hingga pensil, penghapus dan rautan pun mereka sediakan di masing – masing kelas.  Setiap tahun acara olimpiade selalu berlangsung di minggu – minggu libur semester. Karena membutuhkan ruangan yang banyak untuk pelaksanaannya. Kalo dilaksankan pas ada jam kuliah, bisa keteter dan bisa – bisa ruangannya kurang. Tahun itu adalah tahun ke – 11 olimpiade matematika dilaksanakan. Tapi itu adalah olimpiade kedua yang mereka panitiai.  Sianh berlalu, bulan telah berada diperduannya. Bintang – bintang juga mulai gemerlapan. Mereka pun masih berkutar dengan kesibukan olimpiade. Tugas terbesar yaitu dekorasi gedung acara. Mulai dari masang Banner, menata meja dan kursi untuk tamu undangan dan peserta beserta gurunya, menata pendingin ruangan, letak bunga – bunga di pentas, bahkan letak sound system pun mereka arahkan. Karpet sudah digelar, bunga sudah ditata, microfon pun sudah disiapkan.  Namun, Fira sebagai koordinator sie dekorasi masih berada di basecamp. Sama sekali belum menengok hasil kerja panitianya. Jam sudah menunjukan pukul 23.00 WIB. Sudab hampir tengah malam, dan mereka masih melek menyelesaikan segala macam perintilan untuk besok. Fira mengajak Ara untuk melihat gedung acara. “Ra, ke gedung yuk.” “Males ah, baru aja aku kesana. Lagian disana juga uda ada nesa.” “Ya tapi kan.” “Apa? Takut? Yasudah ayok.” “Makasih.” Ucap fira sambil menggandeng tangan Ara. Mereka berjalan menyusuri koridor. Jadi posisi gedung acara ada disebelah timur lapangan upacara. Sedangkan basecamp ada disebelah barat lapangan upacara. Ya namanya malem hari, mana ada kampus yang sengaja menghidupkan semua lampunya. Boros yang ada. Alih – alih hemat, tapi tempat itu menajdi terlihat seram dimalam hari karena sedikitnya penerangan di lapangan upacara. Mereka berjalan beriringan. Fira memetik sebuah daun dari suatu tanaman yang ada dipinggir lapangan. “Kalo ada 100 orang kayak kamu nih fir. Abis udah ini taneman.” Ucap Ara menegurnya. “Hehe. Iya ga lagi – lagi deh.” Ara menelankan jalannya, memastikan aroma yang sedang diciumnya. “Ehm koen.” Ucap Ara. Sontak Fira langsung berlari terbirit – b***t sambil meneriakan nama ara. “Araaaaaaaaaaaa.” Ara yang ga nyangka temannya iti bisa sepenakut itu hanya melangkah seperti sebelumnya. Fira sudah meninggalkan dirinya jauh dibelakang. Tapi Ara tetap enjoy saja dengan langkah santainya. Dari kejauhan Ara melihat temannya diinterogasi oleh anak – anak yang ada di gedung. Sesampainy Ara di gedung, Fira langsung berhanbur ke arah Ara. “Aduh maaf nih, aku takut yaudah lari. Kamu gapapa?” “Gapapa, santai aja.” “Beneran gapapa? Kok kamu bisa setenang itu soh tiba – tiba ada bau kentang kukus. Kamu tau kan mitosnya kalo ada bau kentang tuh ada...” “Ada apa?” “Ya pokoknya ada demitnya lah. Gamau aku ngucapnya, ntar malah kecium lagi baunya.” “Hahahaha, ternyata cuma segitu?” “Ya mau gimana, tiba – tiba aja kecium bau itu. Ya kaburlah.” “Uda ditemenin, malah ditinggal.” “Nah kamunya ngapain ga lari juga?” “Ya udah biasa sih. Mau gimana dong? Lari? Capeklah.” “Sesuka dirimu saja udah.” “Hahahaha. Lain kali ga usah lari. Santai aja.” “Santai gundulmu. Terus kalo tiba – tiba muncul gimana?” “Ya selow aja, tetep jalan. Pura – pura aja ga liat.” “Pura – pura ga liat, yang ada aku pingsan liat yang begituan.” “Kalo kamu pura – pura ga liat. Dia bakalan ga ganggu. Percuma ganggu orang yang ga bisa liat. Semacam percuma berjuang kalo cuma sendirian, yang sananya ga ngerasa.” “Lah malah curhat. Hahaha.” “Hahahaha engga, kan aku ngasih contoh perumpamaan aja.” “Halah ngeles mulu.” “Jadi gimana? Uda beres semua kan?” “Udah iya uda sip, tinggal masukin ikan aja besok pagi.” “Bikin kolam portabel tuh susah dan ribet plus berat pula bawanya.” “Ahahaha, sabar ya. Kan sekalian ngasah kemampuan. Bikin gerabah.” “Heleh, gerabah mah beda atuh. Ini namanya ya kolam lempung, bukan gerabah.” Fira puas dengan hasil kerja tim nya, ga sia – sia mereka berhari – hari membuat kolam lempung. Dengan arsitek semua orang. Siapa ada ide ya itu dituangin ke desain kolamnya. Jangan dibayangin kolam ikan yang bagus dengan air yang mengalir deras. Ini tuh kolam ikan dari tanah liat atau lempung. Yang dibentuk sesuka hati mereka aja. Mau ada gunung ditengahlah, ada air terjunnyalah, ada ikannya lah. Riweh deh pokoknya. Seharian itu pula. Ara tak menghiraukan hapenya. Ada beberapa chat dari Luffi. Karena tak kunjung terbalas, Luffi yang memang sedang libur kerja sengaja menspam chat Ara. Ara yang sudah bersiap tidur membuka hapenya. Ada puluhan notifikasi, semuanya dari Luffi. Ada banyak spam chat, dan semuanya pun dari Luffi. Ada rasa menyesal dia tak segera membuka hapenya dari tadi. Sejam yang lalu Luffi masih off. Tapi dia masih dsibukkan dengan urusan perkolaman. Tuing. “Uda aktif nih?” “Kemana aja? Read. “Aduh maaf ya, lagi sibuk banget seharian.” “Sibuk ngapain?” “Besok ada acara olimpiade di kampus. Banyak banget yang mesti diurus.” “Besok? Kok jam segini masih melek?” “Ini udah persiapan tidur kok. Temen yang lain juga masih banyak yang melek. Nyiapain berkas buat besok.” “Lah katanya mau tidur. Kok ada temennya? Tidur sama temen? Cewek apa cowok? Tidur dimana? Dirumahmu? Dirumah dia?” “Ah elah, banyak banget nanyanya. Satu – satu dong.” “Ya gimana ga banyak tanya, enak banget itu temenmu bisa sampe jam segini bareng sama kamu. Seharian ga ada kabar. Eh sekarang mau tidur sama teman.” “Yaiyalah tidurnya kan ramean. Ini di mushola kampus.” “Lah kok ga pulang?” “Uda kemaleman, sekalian aja besok pagi.” “Ntar ibuk nyariin loh.” “Uda ijin.” “Kok ga ijin sama aku?” “Emangnya perlu ya?” “Ya kan biar ga gabut aku seharian. Aku tadi tuh libur. Ngubungin kamu malah ga dibales – bales. Ditelponin juga ga diangkat.” “Lah yang banyak misedcall tadi tuh kamu?” “Iya, disimpen ya nomerku.” “Untung tadi ga diangkat sama temenku. Kalo sekali lagi tadi kamu telpon. Paling sudah dimaki – maki kamu sama dia.” “Kok bisa gitu?” “Soalnya hapeku dipinjem sama dia buat nyatet barang – barang. Tiap mau dia angkat dimatiin terus sama kamu. Ahahha.” “Kok serem temenmu.” “Ya abisan spam.” “Kan aku uda chat ga dibales, sms ga dibales yaudah telpon sekalian. Temenmu ga bilang apa kalo ada sms dari pacar.” “Apa? Pacar?” “Hehehehehe.” “Dia bilang sih, aku aja yang ga ngeh kayaknya. Sibuk banget.” “Dia bilang pacarnya telpon gitu?” “Enggalah.” “Terus?” “Ya cuma bilang ada sms. Terus agak lama bilang ada telpon.” “Terus ngapa ga disamperin temennya?” “Ya kan lagi sama – sama sibuk. Abisan siapa juga yang bakal sms apalagi telpon orang jomblo.” “Yeee, kan ada aku.” “Pret.” “Katanya kamu mau tidur?” “Iya.” “Yaudah gih tidur. Besok aku juga masih libur loh.” “Ga nanya.” “Ya aku kasih tau kamu. Biar besok aku ga dikacangin seharian kayak tadi.” “Besok malah hari H nya, ga bisa nemenin. Maaf.” “Yah. Sia – sia dong liburku. Tau gitu tadi tukeran aja sama temen.” “Ya main aja sana sama temennya.” “Ya mana bisa main. Mainan pancing yang ada.” “Kok pancing?” “Ditengah laut hiburannya ya cuma mancing.” “Kok di laut?” “Kan aku kerjanya di kapal sayang.” “Kok sayang?” “Iya dong sayang, kalo sayur kan ga enak.” “Kamu kerja dikapal?” “Iya.” “Nyupir kapal?” “Bukan, aku keneknya. Hahahaha.” “Seriusan. Mana ada kenek kapal.” “Aku kerjanya di bagian mesin, kotor – kotoran. Tiap hari bau oli. Hahaha.” “Kalo kotor kenapa emang?” “Ya kan beda sama nahkoda atau kapten kapal. Bersih, rapi, wangi, ganteng.” “Emangnya kamu ga ganteng?” “Ya ganteng dong. Tapi bau oli. Hahahaha.” “Hahahaha.” “Bau oli tapi ngangeni loh.” “Pret.” “Katanya tidur?” “Iya ini mau tidur.” “Yaudah sana tidur, ga usah dibales lagi. Taruh hapenya, istirahat. semoga sukses ya. Night dear. ♥️” “Night bear.” Off. Ara menaruh hapenya sambil ngikik pelan. Senyum menguar diwajahnya. Pasti diseberang sana dia lagi kesel karena dipanggil bear. Dia mencoba memejamkan mata, sungguh lelah yang terobati. Rindu sudah terkikis, semoga besok rindu ini tak menunggunung lagi. “Geseran.” Fira ngedusel ke tempat Ara tidur. “Astaga fir. Baru juga mau merem.” “Geseran.” “Kurang geser kemana lagi sih? Nembus tembok apa.” “Hehehe. Abisan disana uda banyak anak.” “Ya terus? Disana tuh masih lapang.” “Ogah.” “Kenapa?” “Ntar ada bau – bauan lagi.” “Ya tapi ga usah dusel disini juga fir. Sempit tau.” “Ga ada tempat lagi.” “Itu disana lapang.” “Ga ada temennya.” “Nih anak bener – bener deh ya. Minta jitak kayaknya.” Kemudian Nesa berjalan melewati mereka. Menggelar sleeping bag dan bersiap tidur. “Tuh ada Nesa. Gih sana.” “Gamau.” “Kenapa lagi? Kan uda ada temennya tuh si Nesa.” “Nesa lebih serem dari bau – bau an.” Nesa yang mendengar perkataan Fira langsung melemparkan biji salak dari sakunya yang sengaja dia kantongin. Nesa memang punya kebiasaan aneh. Mengantongi segala biji buah yang dia makan. Biasanya akan dia bawa pulang dan dikeringkan. “Aduh.” Ucap fira. “Tuh kamu liat kan? Sambil tidur aja dia bisa lempar kena orangnya.” Lanjutnya. “Hahahha. Yaudah sana tidurm jangan mepet sini sempit.” “Oke.” Mereka bertiga segera tidur. Mengumpulkan tenaga untuk besok. Sungguh membutuhkan energi yang besar untuk melaksanakan acara tersebut. Ara menutup matanya, senyum masih menghias diwajahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD