Aurora dan Yohan berjalan bersama menuju cafe dalam gedung itu dimana Aresta sudah menunggunya, namun ketika mereka berdua sampai, Aresta justru tak ada di tempat itu sehingga Aurora kelimpungan mencarinya, Aurora pun teringat bahwa sejak tadi dia tak membuka ponselnya karena larangan merekam saat Sunshine tengah berlatih.
Dia pun membuka ponselnya dan melihat beberapa pesan masuk dari Aresta yang mengatakan bahwa dia kembali ke hotel karena kekasihnya mengajak melakukan panggilan Video, entahlah mengapa dia perlu kembali kesana? Padahal panggilan video kan bisa dilakukan dimana saja?
“Ada apa?” tanya Yohan.
“Teman aku ternyata sudah kembali ke hotel,” jawab Aurora.
“Ya sudah aku antar kamu ke hotel tempat kamu menginap sekalian aku pulang,” ucap Yohan.
“Nggak perlu, Oppa. Aku bisa naik bus atau taksi,” tolak Aurora secara halus.
“Nggak apa-apa, ayok aku antar,” ucap Yohan, Aurora pun tak bisa menolaknya dan mengikuti langkah Yohan menuju parkiran basement gedung tersebut. Rupanya pria itu menyetir mobilnya sendiri. Aurora memang tahu dari beberapa wawancara bahwa Yohan sering berkendara sendiri dan lebih menyukai itu, terkecuali pada beberapa kesempatan dia akan menggunakan supir pribadinya yang berada di bawah naungan perusahaan.
“Yakin nggak mau ikut aku ke apartmen?” tanya Yohan. Aurora tampak menimbang sesuatu, hari masih cukup sore.
“Boleh deh, tapi nanti aku pulang ya,” ucap Aurora.
“Iya, kita kan bisa ngobrol, aku akan memasak sesuatu untuk kamu,” terang Yohan yang memang menyukai memasak itu.
“Wah, sebuah kehormatan,” ucap Aurora seraya tersenyum senang.
Setelah hampir setengah jam berkendara, mereka pun sampai di parkiran basement apartmen Yohan. Apartmen itu memang cukup mewah, wajar saja karena ditempati banyak orang dengan penghasilan di atas rata-rata.
Yohan mengajak Aurora naik ke lift menuju lantainya, ketika pintu apartmennya terbuka seekor anjing kecil berwarna cokelat jenis pomeranian mini, langsung menggonggong sambil mengibaskan ekor kecilnya, sangat mungil.
“Popo, sudah menunggu appa?” tanya Yohan sambil menggendong anjing bernama Popo itu sehingga Aurora tertawa, Yohan memang telah lama memelihara anjing itu dan terlihat sangat menyayanginya, bahkan dia berkata bahwa Popo adalah anaknya.
“Yok masuk,” ajak Yohan. Aurora mengekor Yohan dan memperhatikan ke sekeliling apartmen mewah itu, ukurannya sangat luas, jendela-jendela besar yang tertutup gorden transparan membuat ruangan itu tampak semakin terang, ada sofa besar di dekat jendela itu, juga piano berwarna putih yang sering dimainkan oleh Yohan saat membuat lagu.
Pandangan Aurora beralih ke foto besar di ruangan itu, foto kedua orang tua Yohan dengan Yohan yang masih sangat kecil, mereka tampak bahagia sebelum insiden itu, insiden yang membuat Yohan hampir ikut menghabiskan nyawanya sendiri.
“Aku mandi dulu ya,” ucap Yohan, meletakkan Popo di lantai. “Popo temani Aurora ya,” ujar Yohan kepada Popo. Aurora pun tersenyum dan berjongkok, mengusap kepala anjing mungil yang sangat lucu itu. Anjing itu mengibaskan ekornya seraya menjulurkan lidahnya, sangat menggemaskan.
Yohan meninggalkan Aurora yang kini duduk di sofa sambil memangku Popo dan membelai bulu halusnya. Tampaknya Yohan benar-benar mencintai anjing itu dan merawatnya dengan baik.
Tak berapa lama, Yohan keluar dari kamarnya, mengenakan baju santai dan menuju dapur, diikuti oleh Aurora.
“Aku buat tteokbokki ya?” ujar Yohan.
“Mau aku bantu?” tanya Aurora.
“Hmmm, potong sayurannya saja,” ucap Yohan seraya menyodorkan sawi putih dan beberapa bahan pelengkap untuk dipotong oleh Aurora.
Yohan memang sangat ramah, dia juga berbicara banyak hal kepada Aurora, yang membuat Aurora merasa nyaman berada di dekat idol favoritnya itu.
Mereka menikmati hidangan itu sampai matahari terbenam dan pindah duduk ke Sofa, Yohan mengambil sebuah gitar dan juga membawa satu buah buku dan menyodorkannya ke Aurora.
“Ini apa?” tanya Aurora, membuka buku bersampul putih itu.
“Aku lagi coba buat lagu, tapi liriknya belum ada yang pas, kamu kan penulis, barangkali ada inspirasi yang bisa dituangkan ke lagu aku,” ucap Yohan seraya terkekeh, Aurora pun membuka lembar demi lembar hingga berhenti di bagian yang penuh coretan, sepertinya di lagu itu Yohan yang merasa paling kesulitan.
“Ini?” tanya Aurora, Yohan pun mengangguk.
“Coba mainkan dulu nadanya seperti apa?” tanya Aurora, Yohan pun memetik gitarnya dan bersenandung dengan ucapan nananana karena dia yang belum mendapatkan lirik yang pas dari lagu bernuansa ballad tersebut.
“Lagu ini kayaknya cocok sama aliran musik Austin,” kekeh Aurora yang disetujui Yohan, memang Austin menyukai lagu ballad atau pop beraliran slow. Dia sering melakukan solo vokal dan lagunya dijadikan soundtrack drama korea.
“Iya memang agak mellow, sudah terpikirkan belum liriknya?” tanya Yohan.
“Kamu main sekali lagi sambil aku coba buat lirik bagaimana?” tanya Aurora.
Yohan pun memetik gitar itu dan menatap Aurora yang sudah memegang pulpen dan buku milik Yohan.
“Biarkan bintang menjagamu di malam ini, sunyi yang kamu rasakan perlahan akan sirna, lepaskan semuanya, maafkan masa lalumu. Pejamkan mata dan rasakan betapa banyak yang mencintai kamu, dunia ini indah, jangan pernah menyerah,” senandung Aurora mengikuti musik, mata Yohan tampak berbinar dan ikut menyanyikannya dengan kata-kata yang dituliskan Aurora di buku itu.
“Judulnya apa ya?” tanya Aurora.
“Bintang,” ucap Yohan membuat Aurora terkekeh.
“Kenapa?”
“Nama keduaku artinya bintang, ya Lunetta adalah bintang,” ucap Aurora.
“Wah pas sekali,” ucap Yohan.
“Kamu lagi memikirkan apa saat membuat lagu ini?” tanya Aurora.
“Aku rindu sama orang tua aku, seandainya mereka bertahan sebentar lagi ... mereka pasti akan sangat bahagia, hidup tanpa kekurangan apapun,” ucap Yohan sambil menunduk. Aurora mengusap bahu Yohan seolah menenangkannya. Rasanya sangat sedih dan dia tak bisa menceritakan ini ke orang lain, yang orang tahu adalah dia pria yang sangat kuat.
“Mereka juga sudah bahagia disana, Oppa. Tak merasakan sakit lagi,” ucap Aurora yang memang sedikit tahu mengenai penyebab mereka mengakhiri hidup mereka.
“Dua puluh tahun lalu, yang orang tahu ... mereka mengakhiri hidup mereka karena penyakit yang diderita ibu, mereka tak tahu bahwa kedua orang tuaku menyerah mencari uang. Perekonomian kami sangat sulit, ibu yang sakit membuat ayah berhutang cukup banyak ke rentenir, rumah disita dan kami harus meninggalkannya saat itu juga. Ketika aku sekolah, aku diberi kabar dari pihak sekolah bahwa kedua orang tuaku sudah meninggal, rasanya dunia aku ikut runtuh, mereka adalah orang yang paling tegar yang aku tahu, namun mengapa mereka pergi tanpa mengajak aku? Meninggalkan luka yang dalam dan hutang yang besar,” ucap Yohan seraya mendongak agar air itu tak menetes turun dari matanya.
Aurora memegang tangan Yohan yang bergetar, dia pun baru tahu tentang ini dari mulut Yohan langsung.
“Setelah itu aku hidup berpindah-pindah dari bibi yang satu ke bibi yang lain, hingga aku ditawari audisi dengan ST Entertainment, setahun sebelum lulus sekolah menengah, dan ternyata aku lolos. Setelah itu aku tinggal di asrama. Mulai ikut shooting beberapa acara menjadi figuran, berlatih menyanyi dan menari hingga beberapa tahun kemudian aku mulai debut dan bisa mencicil hutang yang ditinggalkan mereka, aku hidup dengan sangat hemat, makan sehari hanya satu kali untuk menghemat pengeluaran agar aku cepat melunasinya, sekarang ... disaat semua telah membaik, tak ada orang yang dapat kubagi kebahagiaan, kesedihan,” ucap Yohan.
“Suatu saat nanti, kamu akan menemukan seseorang yang bisa kamu bagi dalam suka dan duka, yang akan selalu mendampingi kamu, cinta sejati kamu,” ucap Aurora. Yohan memindahkan gitar dari pangkuannya dan merentangkan tangannya.
“Boleh peluk?” tanya Yohan dengan mata puppy eyes miliknya. Aurora pun mengangguk. Yohan memeluknya dengan sangat erat dia bahkan meneteskan air mata. Dia telah lama menahan kesakitan ini tanpa berniat berbagi terutama kepada anggota Sunshine, dia tak mau mereka ikut merasakan kesedihan yang dirasakan Yohan sehingga kurang konsentrasi dalam grup mereka, yang mereka tahu, Yohan adalah sosok lelaki kuat, tegar dan juga ceria yang mampu menghibur siapapun dan Yohan ingin mereka hanya mengingat sosok itu untuknya.
Tanpa mereka tahu, Yohan berjuang keras meski sering diperlakukan tak adil pada masa dahulu, jika dia mengisi acara dan menjadi pembawa acara karena dia mencoba bertahan untuk mengumpulkan uang. Dia sering diremehkan, dipandang sebelah mata, tak jarang dia selalu diberikan makanan yang tak mereka makan untuk Yohan bawa pulang karena mereka tahu Yohan orang yang hemat, padahal Yohan melakukan itu untuk menyambung hidupnya, karenanya dia selalu mengambil air mineral yang belum dibuka, atau cemilan yang tak sempat dimakan para artis. Sedih memang, dia sering menangis di toilet karena hal itu, namun dia mencoba kuat, dia tak mau menyerah dengan keadaan.
“Aku tahu rasanya berat, berat sekali ketika kamu memanggul seluruh beban. Mulai sekarang, kamu bisa menceritakan ke aku, aku akan menjadi teman kamu,” ucap Aurora sembari mengusap punggung Yohan yang terisak. Yohan melepas pelukannya, hingga Aurora mengambil tissue dari meja dan memberikannya, Yohan menyeka air mata dengan tissuenya.
“Aku terlihat cengeng ya? Entah mengapa rasanya nyaman menceritakan ini kepada kamu,” ucap Yohan. Aurora tersenyum dan menunduk.
“Mungkin karena kamu punya feeling yang kuat, bahwa kita mempunyai sedikit kesamaan,” ucap Aurora.
“Kesamaan?”
“Ya, kedua orang tua aku juga meninggal, sesaat setelah aku lulus sekolah menengah, mereka meninggal dalam waktu berdekatan, duniaku pun ikut hancur karena mereka meninggalkan hutang yang cukup besar, rumah dijual, begitu pula kendaraan dan sebagainya, aku keluar dari rumah itu hanya membawa satu tas berisi baju dan surat berharga milikku, aku tak mempunyai banyak keluarga, mereka tinggal sangat jauh dan seolah tak peduli sehingga aku memutuskan mencari kost dari tabungan sekolahku yang tak seberapa, dan mulai melanjutkan hidup, kuliah sambil bekerja, menjadi penjaga kantin, menjual pernak pernik atau apapun asal aku bisa membayar kuliah.”
Aurora menoleh ke arah Yohan yang memperhatikannya lekat, “saat itu adalah masa tersulit dalam hidupku, yang biasa hidup dimanja oleh kedua orang tua, namun aku menyadari bahwa waktu terus berlalu dan bumi terus berputar, aku harus mampu menghadapinya, aku harus kuat agar terus bertahan hidup, tahun berikutnya sudah lebih baik, aku mulai bisa mengatur pengeluaran dan pemasukan, aku mulai menata hidupku lagi dan kembali menulis sebagai hobiku, sampai aku bertemu dengan Starreads dan bisa mewujudkan impianku yang tertunda.”
Yohan memegang tangan Aurora dan mengangguk, “kamu wanita kuat, benar ucapan kamu bahwa kita memiliki kesamaan,” ucap Yohan. Aura mengangguk dan mengambil tissue, menyeka sudut matanya yang berair dan tersenyum lebar ke arah Yohan.
“Karena itu, lepaskan masa lalu kamu, mengingatnya tentu bukan perbuatan buruk, namun jangan membelenggu kamu, oke?” ucap Aurora seolah menasehati. Padahal usianya jauh dibawah Yohan, memang benar pepatah bahwa wanita lebih cepat dewasa. Mungkin itulah yang saat ini terjadi diantara Aurora dan Yohan. Membuat mereka semakin nyaman meski baru mengenal. Aurora semakin menyukai Yohan. Menurutnya, Yohan adalah pria paling baik dan berhati lembut. Sebuah rasa kagum yang berubah menjadi cinta dan hanya diketahui olehnya.
***