Eps. 02. Rekayasa Licik

1205 Words
Aryan membuang napas kasar, dan dengan penuh amarah menatap nanar terhadap dua orang di hadapannya. "Apa-apaan ini? Perbuatan kalian tak ubahnya seperti binatang!" Tersulut emosi tak tertahankan, umpatan dengan kata-kata kasar itu terlontar begitu saja dari mulut Aryan. Dia sama sekali tidak menduga, istri yang begitu dia cintai dan percaya selama ini, ternyata berani bermain api dan kini tertangkap basah tepat di depan matanya. "Aryan?!" Pria bernama Dion yang posisinya sedang berada di atas kasur dan masih menindih tubuh Alya, langsung tersentak kaget bukan kepalang. Secepat kilat dia mencabut miliknya dari raga wanita itu dan menyambar handuk untuk menutupi tubuh bugilnya. Sama halnya dengan Dion, Alya pun tak kalah terkejut. Dia ikut bergegas turun dari atas ranjang sambil memunguti bathrobe yang berserakan di lantai. "Cih! Benar-benar memalukan! Kalian berdua manusia tidak tahu malu!" Wajah Aryan kian merah padam dan matanya pun terlihat menyala. Dengan bibir yang bergetar semakin hebat dia terus mengumpat mengucapkan kata-kata kotor. Kedua tangan Aryan mengepal, kakinya bergerak begitu saja mendekati Dion dan tanpa aba-aba langsung mengarahkan tinjunya di wajah pria yang sebenarnya adalah sahabat baiknya itu. "Aarggh!" Dion seketika tersungkur ke lantai kamar itu, sambil meringis memegang rahangnya yang sudah pasti terasa sangat sakit akibat bogem mentah dari tangan Aryan. "Sahabat macam apa kamu, Dion? Perbuatan kalian sungguh menjijikkan! Malam ini aku pasti akan membunuhmu!" Aryan semakin tak mampu menahan amarah. Tak puas hanya memukul sekali, Aryan kembali menarik pundak Dion dan memberi hantaman kedua, bahkan lebih keras dari sebelumnya. "Aaarghh!" Sekali lagi Dion mengerang dan tubuhnya jatuh terjerembab ke permukaan lantai. Darah segar kini juga terlihat menetes dari hidung serta ujung bibirnya. "Hentikan, Aryan! Cukup! Jangan pukul Dion lagi!" Alya yang saat itu sudah berhasil menutup tubuhnya dengan bathrobe, langsung menahan tangan Aryan. Dia ingin mencegahnya agar tidak memukul Dion lagi. Sontak Aryan membalikkan badannya sambil melepaskan secara kasar tangan Alya yang memegang erat tangannya tersebut. Aryan menatap Alya dengan sorot mata sangat tajam. "Kamu dan Dion sangat keterlaluan! Kalian berdua berselingkuh di belakangku dan aku tidak bisa terima dengan semua ini, Alya!" Mulut Aryan berdesis dan membentak sengit. Hati pria mana yang tidak akan meradang, ketika mengetahui fakta bahwa istri yang begitu percaya dan sangat dia cintai, terang-terangan berselingkuh di hadapannya Plaakk! Tak kuasa menahan segala amarah yang membuncah dalam jiwanya, tangan Aryan terangkat begitu saja dan dengan sangat kasar menampar pipi Alya. "Aaargh!" Alya meringis sambil menyentuh pipinya yang seketika terasa panas, akibat tamparan keras dari tangan Aryan. Mata Alya tampak berkaca-kaca. Sambil terus memegang pipinya, dia menatap Aryan dan berucap memelas, "Maafkan aku, Aryan. Aku bisa jelaskan semuanya padamu." Alya menitikkan air mata buayanya, mencoba menutupi rasa gugup dan juga panik, karena sudah tertangkap basah dan semua rahasianya bersama Dion, kini telah dibongkar sendiri oleh suaminya. "Tidak ada yang perlu dijelaskan, Alya! Pengkhianatan kalian tidak akan pernah bisa aku maafkan!" Aryan kembali menaikkan tangannya hendak memukul Alya untuk kedua kalinya. "Jangan coba-coba menyakiti Alya, Aryan!" Dari arah belakang, Dion kembali bangkit dan menahan tangan Aryan. Sambil menyeka darah yang masih membekas di ujung bibirnya, Dion ikut memberi tatapan tajam, seolah menegaskan tantangannya kepada Aryan. "Aaah, kurang ajar!" pekik Aryan seraya melepaskan tangan Dion dengan kasar. Tanpa basa-basi, Aryan kembali melayangkan tinjunya. Tak ingin memberi kesempatan Dion untuk berkelit dia menghajar sahabatnya itu habis-habisan. Lagi-lagi tubuh Dion jatuh terjerembab ke permukaan lantai kamar itu, dengan darah segar yang terus menetes semakin banyak dari hidung serta mulutnya. "Aku benar-benar akan menghabisimu malam ini, Dion!" Aryan masih belum puas. Dengan tangan yang masih gemetar hebat, Aryan mengangkat pundak Dion, hendak memukulnya lagi tanpa ampun. "Tidak! Jangan pukuli Dion lagi, Aryan!" Di saat yang sama, Alya berteriak. Karena sangat ketakutan dan tidak terima Aryan memperlakukan Dion dengan kasar, tangan Alya spontan bergerak meraih sebuah guci keramik hias, berukuran besar yang ada di sudut kamar itu. Dengan cepat dia bergerak mendekati Aryan dan berdiri tepat di belakangnya. Praakk! Sekuat tenaga, Alya menghantamkan guci itu tepat di kepala Aryan, hingga guci itu pun hancur berkeping-keping. "Aaarghh!" Aryan meringis, memegang kepalanya. Seketika pandangannya berkunang dan tubuhnya langsung lemas, jatuh tersungkur ke lantai kamar itu. Darah segar pun membanjiri lantai kamar, berbarengan dengan tubuh Aryan yang ambruk, tak sadarkan diri. "Dion!" Alya melemparkan pecahan guci yang masih ada di tangannya ke lantai dan bergegas menghampiri Dion, yang perlahan mulai berusaha bangun dari tempatnya terjatuh. "Dion, kamu tidak apa-apa?" Alya merangkul pundak Dion dan membantunya bangun. "Aku tidak apa-apa. Tapi apa yang terjadi dengan Aryan?" Dengan tertatih, Dion melangkah mendekati Aryan yang sudah terkulai lemah di permukaan lantai. Dion lalu berjongkok di sebelah tubuh Aryan serta meletakkan telunjuknya di bawah hidung Aryan, memastikan bahwa pria itu masih bernafas atau tidak. "Bagaimana Aryan, Dion? Apa dia masih bernafas?" Tangan Alya tremor. Bibir dan sekujur tubuhnya pun ikut gemetar hebat. Keringat dingin seketika membasahi keningnya, sangat takut tatkala menyaksikan Aryan bersimbah darah dengan tubuhnya yang tampak sudah tidak bergerak lagi. "Aryan masih hidup, Alya. Dia masih bernafas." Dion membalik tubuh Aryan dan membawanya dalam posisi menengadah, terlentang di lantai. "Apa yang harus kita lakukan, Dion? Aryan sudah tahu tentang hubungan kita. Bagaimana nanti kalau dia sudah sadar?" Alya menutup mulut dengan kedua tangannya, semakin tak dapat menyembunyikan rasa cemas. Dion terdiam dan menghela nafas dalam-dalam. Dia pun merasakan kekhawatiran yang sama. Setelah semua rahasiannya terbongkar, Aryan pasti tidak akan diam dan sudah pasti juga berniat menghukumnya. Bahkan, nyawanya pun bisa saja jadi taruhan. "Cepat lakukan sesuatu, Dion! Kalau sampai Aryan sadar, dia pasti akan mempermalukan dan bisa jadi saja akan melenyapkan kita berdua." Alya terisak. Dia tidak berani membayangkan seperti apa kemarahan Aryan nantinya, setelah mengetahui semua tentang dirinya bersama Dion. "Selain itu, kalau orang-orang tahu akan kejadian malam ini, bagaimana dengan nasib kita, Dion?" cetus Alya semakin cemas. "Tenanglah, Alya. Aku tidak akan membiarkan semua itu sampai terjadi." Sejenak Dion terdiam dan menekan keningnya. Kini dia berusaha memutar otaknya, memikirkan cara untuk bisa mengatasi semua permasalahannya. "Aku tahu! Sebelum Aryan menghabisi kita berdua, kitalah yang akan melenyapkannya terlebih dahulu!" Dion berdecak sengit. Setelah beberapa saat berpikir, dia merasa menemukan sebuah ide brilian untuk bisa menyingkirkan Aryan. "Tapi apa yang akan kamu lakukan, Dion?" Alya menunjukkan raut wajah tidak sabar, ingin segera mengetahui apa yang akan Dion lakukan terhadap Aryan. "Aku akan buat Aryan tidak pernah kembali lagi. Dia akan hanya tinggal nama saja ... " Sambil mengulas sebuah senyum licik, Dion lalu membeberkan semua rencana kepada Alya. "Apa kamu yakin dengan rencana ini, Dion?" Alya mengernyitkan dahi dan ekspresi ragu terlihat jelas di wajahnya. "Aku dan anak buahku akan melakukannya dengan sangat rapi dan berhati-hati, Alya. Percayalah ... aku akan buat semua orang mengira bahwa ini adalah sebuah kecelakaan tunggal." Senyum licik itu kian mengembang di bibir Dion. Dia sangat yakin akan rencananya. "Aku takut, Dion. Aryan bukan orang biasa. Semua yang terjadi pasti akan mengudang perhatian media masa dan menjadi sorotan publik." Alya masih menunjukkan keraguannya. "Semua ini perkara mudah, Alya. Aku tahu cara mengatasi semuanya. Dalam hal ini, kamu yang harus bisa memainkan peran agar semua orang tidak curiga terhadap kita." Dion kembali menjelaskan lebih detail tentang rencana jahatnya kepada Alya. Dia lalu mengambil ponselnya dan sibuk menghubungi beberapa orang anak buahnya. Suatu keberuntungan karena malam itu Alya sudah meliburkan semua pelayan di rumah itu, sehingga dengan mudah Dion dan Alya bisa meluruskan rencana jahatnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD