Pernikahan
Aku Tania Hapsari 22 tahun, akhirnya sah menjadi seorang istri dari Drake Aditama Meier 30 tahun pria tampan dengan netra biru, keturunan Belanda-Jawa. Drake adalah seorang CEO dari Meier Company yang bergerak di bidang property dengan banyak cabang perusahaan yang tersebar diberbagai kota besar di Indonesia.
Kami menikah karena dijodohkan, ayahku Arsyandi Wiyata dan ayah Drake, Gilbert Meier bersahabat semenjak mereka sama-sama duduk di bangku SMU. Mereka ingin membuat persahabatan mereka agar menjadi lebih dekat.
Mungkin, orang-orang akan berfikir ini adalah pernikahan karena kesepakatan bisnis. Karena daddy Drake, Gilbert Meier bersedia menanamkan modalnya di perusahaan ayahku yang sedang mengalami kesulitan.
Aku sama sekali tidak mengenal seorang Drake, secara pribadi. karena dirinya selalu menghindari pertemuan kedua keluarga dengan berbagai alasan. Aku tidak mengetahui apakah ia menyetujui atau menolak rencana pernikahan ini. Sungguh ironis bukan, aku tidak pernah bertegur sapa dengan suamiku sebelum kami mengucapkan janji suci pernikahan.
Jadilah diriku hanya mengenal dirinya melalui televisi dan majalah bisnis yang memuat berita tentang kesuksesan dirinya sebagai pengusaha muda. Itupun hanyalah informasi yang bersifat umum, hal yang kuketahui mengenai dirinya hanyalah informasi yang sama seperti orang lain ketahui
Aku mendapatkan kesempatan untuk bertemu dan berbicara dengan Drake, pada saat pertunangan kami. Dimana ia menghadiri acara pertunangan kami dengan wajah yang dingin. Bahkan ia, tidak merasa perlu untuk berlama-lama berada di sisiku pada saat pesta pertunangan kami.
Begitu ia memasukkan cincin ke jari manisku, iapun berlalu pergi meninggalkan diriku sendiri menghadiri pesta pertunangan kami. Aku hanya dapat menahan sesak di d**a, kuabaikan rasa malu dan sakit hatiku setelah kepergian Drake. Aku tidak ingin membuat kedua orangtuaku bersedih, cukup diriku saja yang merasa tersakiti.
Pertemuanku yang kedua kalinya adalah saat kami harus melakukan fitting baju pengantin kami sebulan yang lalu. Kembali dapat kurasakan keengganan Drake saat melakukan fitting. Dengan tanpa rasa bersalah ia datang terlambat ke butik dan pulang duluan. Ia sama sekali tidak menyapaku. Dapat kurasakan tatapan pegawai butik yang memandang kasihan ke arahku.
Aku mulai dilanda keraguan untuk meneruskan rencana pernikahan kami. Namun, mengingat kedua orang tuaku yang sangat mengharapkan pernikahan ini terlaksana, membuatku abai dengan bisikan nuraniku yang enggan untuk meneruskan rencana pernikahan karena perjodohan ini.
Dan kini, disinilah kami akhirnya, bersanding di Ballroom Meier Hotel, hotel bintang tujuh milik keluarga Meier, menjadi tempat resepsi pernikahan kami. Tempat pesta pernikahan kami di hias begitu indah dengan bunga berwarna-warni. “Akankah pernikahanku seindah bunga-bunga ini,” tanyaku dalam hati, sambil menatap miris ke arah Drake. Pria berhati es, meski ia telah sah menjadi suamiku, tetapi ia enggan untuk berbicara denganku.
Kami berdiri di atas panggung yang telah dipersiapkan untuk menyambut tamu undangan yang datang. Senyum indah menghias wajahku. “Apakah, aku bahagia?, tentu saja aku bahagia, ini hari pernikahanku, bukan?,” tanyaku batinku mencoba meyakini kalau aku berbahagia dengan pernikahan ini.
Namun, berbanding terbalik dengan diriku, Drake tampak berdiri kaku dengan tampang yang dingin, tidak terlihat senyuman di wajah tampannya. Drake sama sekali tidak menyembunyikan ketidaksukaannya dengan pernikahan ini.
Teman-teman Drake datang menyapa kami, untuk mengucapkan selamat. “Hi, bro, siapa yang menyangka kamu akhirnya menikah juga, dan kau mengejutkan kami semua ketika kami menerima undangan pernikahanmu dan mengetahui nama yang tertera di undangan bukanlah Jessica.”
“Hi, Dave, mengapa kau bicara, seperti itu!” ucap teman Drake kepadaku.
“Kamu jangan masukkan ke dalam hati, ya!, ucapan asal pria ini.”
Pria itu kemudian mengulurkan tangannya ke arahku, “Perkenalkan namaku Andi, dan pria yang asal bicara ini adalah Dave, dan pria yang kemeja biru itu namanya adalah Tomi. Kami semua adalah sahabat suamimu pada saat kami sama-sama kuliah di Harvard.”
“Tidak apa, Andi aku tau dia hanya bercanda, senang berkenalan dengan sahabat-sahabat suamiku.”Aku pun kemudian terlibat obrolan seru dengan mereka, sementara suamiku hanya diam saja tanpa mau terlibat dengan obrolan kami. Sesekali kulihat ia melihat ke arah jam tangannya.
“Apakah Drake menunggu seseorang?, mengapa ia selalu melihat ke arah jam tangannya?,” tanyaku dalam hati.
“Kami harap kalian berdua akan segera memberikan kami keponakan yang lucu dan banyak. Oh ya, Drake kami menghadiahkanmu obat kuat, agar kau tidak perlu takut menjadi loyo, dijamin kamu akan merasa perkasa sepanjang malam, kata Tomi bercanda.”
“Aku tersipu malu, mendengar candaan Tomi, sementara Drake matanya melotot marah ke arah Tomi.
Melihat tatapan Drake seperti itu, Adi kemudian dengan bercanda, berkata, “Ayolah, Drake jangan kau tatap Tomi seperti itu, lihatlah tubuhnya menjadi gemetaran dan ia hampir terkencing di celana.”
Kami semua tertawa, mendengar candaan Adi, sementara Drake tetap dengan tampang dinginnya tidak tersenyum sedikitpun dengan candaan teman-temannya.
Kemudian derai tawa teman-teman Drake mendadak berhenti, dapat kurasakan suasana menjadi tegang dan canggung diantara Drake dan teman-temannya. Mereka semua saling menatap dan seakan dikomando mereka menatap ke arahku yang...entahlah,seakan-akan mereka mengasihani diriku.
Suasana yang tadinya dipenuhi dengan candaan dan banyolan tema-teman Drake, mendadak menjadi berubah. Dan sosok yang membuat suasana berubah itu hadir dalam bentuk sosok wanita muda yang datang melalui pintu masuk ballroom.
“Siapakah wanita itu?, mengapa kedatangannya mampu mengalihkan perhatian mereka semua. Bahkan dapat kulihat Drake menatap begitu intens ke arah wanita tersebut, kataku dalam hati.
Wanita dengan gaun merah maroon dan high heels itu berjalan semakin mendekat kearah kami. Aku tertegun menatap kearah wanita itu, yang menatap marah ke arahku.
“Mengapa wanita itu memandang ke arahku dengan penuh emosi?, apa yang telah kulakukan hingga membuatnya menjadi marah. Siapakah sebenarnya wanita itu,” bisik hatiku penuh dengan tanda tanya.
Tindakan Drake membuatku terkejut. Ia dengan langkah pasti dan mantap berjalan menuju ke arah wanita tersebut. Kejadian berikutnya membuatku terpekik kaget, tidak percaya. Kubekap mulutku dengan kedua tangan, untuk menahan menahan teriak keterkejutanku.
Bagaimana aku tidak terkejut Drake dihadapan semua orang di pesta pernikahannya sendiri, memeluk dan mencium mesra wanita lain yang bukanlah mempelai wanitanya .
Pemandangan itu membuat sungguh membuat hatiku merasa sakit, hingga tanpa kusadari air mataku menetes dengan sendirinya. Sementara sahabat-sahabat Drake melihat ke arahku dengan tatapan iba.
Dengan pandangan yang buram tertutup air mata, ku lihat wanita itu menangis di pelukan Drake. Drake memeluk dan menenangkan wanita itu, dikecupnya kening sang wanita.
“Inikah makna keengganan hatiku untuk meneruskan pernikahan karena perjodohan ini. Ya Tuhan!, harusnya aku tidak mengabaikan bisikan hati nuraniku yang ingin membatalkan perjodohan ini.”
Jujur, sebenarnya aku menolak dijodohkan dengan Tania oleh kedua orang tuaku. Aku telah memiliki kekasih yang sangat kucintai. Hubungan kami telah terjalin lima tahun lamanya.
Aku telah menceritakan tentang perjodohanku dengan Tania kepada kekasihku, Jessica.
Namun, kuyakinkan kepadanya kalau hubungan kami tidaklah akan berubah. Aku akan mencari sara agar dapat menceraikan Tania secepatnya, setelah kami menikah, janjiku pada Jessica kekasihku.
Hari ini adalah pesta pernikahanku, aku berpesan kepada Jessica agar jangan datang ke pesta pernikahanku, karena aku tidak ingin membuatnya terluka.
Namun, aku tidak menyangka kalau Jessica kekasihku akan datang ke pesta pernikahanku. Kedatangannya sungguh mengejutku, tanpa perduli apapun segera kuhampiri Jessica, kupeluk Jessica dan kucium dirinya. Kuharap dengan pelukan yang kuberikan dapat mengobati rasa sakit hati dan kecewa yang dirasakannya.
Kuacuhkan teriakan terkejut Tania, juga bisik-bisik tamu undangan yang menghadiri pesta pernikahanku dengan Tania. Yang kuperdulikan hanyalah kesedihan kekasihku.
Pov Jessica
Di dalam pelukan Drake, aku menangis terisak-isak. Ku pukul d**a bidangnya dengan kepalan tanganku. “Tega sekali kau, Drake!!!, ,mengkhianati cinta kita. Mengapa kau tega melakukan ini padaku, Drake!!.
Meskipun sebelumnya Drake telah memberitahukan kepadaku, kalau ia dijodohkan dengan putri dari sahabat orang tuanya. Namun, tetap saja aku merasakan rasa sakit dan cemburu.
“Aku mencintaimu, Jess!, jangan pernah kamu ragukan itu, hanya kaulah satu-satunya kekasih dan wanita yang kucintai, bukan perempuan jalang yang menjadi istri....” Belum sempat Drake menyelesaikan kata-katanya, tiba-tiba saja.
Bugh...bugh...Gilbert, ayah Drake, Gilbert dengan penuh emosi dan amarah menampar sang putra. “Beraninya kau mempermalukan dan menyakiti istrimu, pikirmu apa yang kau lakukan, hah!!!” bentak Gilbert.
“Apakah kamu sadar ini adalah pesta pernikahanmu?, mengapa kamu tidak menghormati kami sebagai orang tuamu?,” bentak Gilbert kepada Drake.
“Dan kau!!!,” tunjuk Gilbert kepada Jessica, dasar wanita tidak tahu malu, beraninya kamu datang dan mengacaukan pesta pernikahan putraku!. Kau puas, hah mempermalukan kami semua!.” Bentak Gilbert dengan penuh emosi kepada Jessica.
Arsyandi, ayah Tania memanggil petugas keamanan hotel untuk mengusir Jessica ke luar dari ballroom.
Petugas keamanan pun dengan bergegas datang menghampiri Jessica, lalu memerintahkannya agar segera pergi. Petugas keamanan itu kemudian menarik tangan Jessica paksa .
Drake memukul petugas keamanan tersebut, “Berani kamu menyentuh kekasihku, kamu saya pecat!, tidak ada yang boleh mengusirnya, dia adalah kekasihku!.” Bentak Drake.
Tania terpaku ditempatnya berdiri, mendengar teriakkan Drake. Hatinya bagaikan diiris sembilu mendengar pernyataan Drake tentang arti wanita itu. Dalam sekejap pesta pernikahanku hancur berantakkan, hanya karena kehadiran wanita itu. Ucap Tania dengan lirih.
Ia kemudian terduduk di lantai, matanya menatap ke arah Drake yang berusaha melindungi kekasihnya dari usiran dan siapa saja.
“Bawa pergi wanita itu!,” perintah Gilbert kepada petugas keamanan yang tidak jadi membawa paksa Jessica.
Arsyandi ayah Tania berucap, “Dasar wanita rendahan, tidak tahu malu. Berani kamu menghancurkan pesta pernikahan putriku.”
“Cepat kalian bawa keluar wanita tidak tahu malu ini!, kalian tidak perlu takut, tidak akan ada yang memecat kalian.” Perintah ayah Tania kepada petugas keamanan.
Drake merasa marah dan geram kepada ayah Tania, Arsyandi karena mengusir paksa dan menghina Jessica. Dilangkahkan kakinya untuk menyusul Jessica.
“Selangkah lagi, kau berjalan menyusul wanita itu, maka daddy akan pastikan namamu tidak akan terdaftar sebagai ahli waris, daddy juga tidak akan mengakuimu sebagai anak.
Akan daddy serahkan seluruh harta warisanku kepada sepupumu, Daniel. Ayah juga akan memastikan namamu berada dalam daftar hitam, tidak akan ada satu orangpun yang bersedia dan berani untuk menolongmu. Ancam Gilbert kepada Drake.
Gilbert kemudian mengumumkan kepada para undangan, bahwa pesta pernikahan ini telah berakhir, ia juga meminta maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi.
“Saya peringatkan kepada kalian semua, apabila saya mendengar dan menemukan ada pihak yang menyebarkan video dan foto mengenai kejadian ini, akan saya pastikan orang tersebut akan menjadi sengsara dan merasa menyesal.” Ancam Gilbert kepada semua orang yang hadir.
Gilbert dengan segala kekayaan dan kekuasaan yang dimilikinya, dapat berbuat apa saja, yang orang lain tidak dapat lakukan.
Drake mengepalkan kedua jari tangannya, dengan amarah tertahan ia berkata. “Oke Dad, aku menuruti perintahmu, untuk saat ini.” Ucapnya dengan gigi di gemeretakkan.
Kemudian Drake berjalan menghampiri Tania, dicengkeramnya pergelangan tangan Tania dengan kasar hingga meninggalkan bekas berwarna merah. Ditariknya Tania dengan kasar hingga terbangun dari duduknya di lantai.
Tania yang mengenakan gaun panjang dan high heels, merasa kesulitan mengikuti langkah kaku Drake yang panjang dan cepat. Dengan terseok-seok. diikutinya langkah kaki Drake, dilepasnya heels yang dikenakannya, hingga ia berjalan tanpa alas kaki.
“Tolong Drake!, pelankan jalanmu, aku kesulitan mengikuti langkah kakimu.” Rintih Tania, sambil menahan rasa sakit di pergelangan tangannya akibat cengkeraman tangan Drake yang kasar.
“Kamu pikir aku peduli!, kau berjalan terseok atau bahkan merangkak sekalipun aku tidak peduli, kau dengar apa kataku, aku tidak peduli!.” bentak Drake kasar.
Mereka kemudian masuk ke dalam lift yamg membawa mereka menuju ke lantai 5, tempat dimana kamar honeymoon telah dipersiapkan untuk mereka menginap.
Setibanya di depan kamar mereka, Drake membuka pintu kamar dengan kasar, hingga menimbulkan bunyi nyaring.
Bruk...bunyi pintu dengan kasar terbuka. Drake lalu mendorong Tania hingga ia terjatuh ke lantai, dan menyenggol meja yang menyebabkan vas bunga yang ada di atas meja tersebut terjatuh dan menimpa kepala Tania hingga berdarah.
Tania merintih kesakitan, di rabanya kepalanya yang terluka dan dilihatnya jarinya berdarah. Dengan rasa pusing dan sakit di badannya akibat membentur lantai yang keras, Tania memaksakan dirinya untuk berdiri. Dilangkahkan kakinya menuju kamar mandi, di ambilnya betadine untuk mengobati luka dikepalanya.
Drake bergeming ditempatnya. Ia hanya menonton Tania berjalan dengan tertatih, tak ada niat sedikitpun dihatinya untuk membantu Tania.
“Mengapa semua harus menjadi kacau seperti ini!” rutuk Drake. Kemudian diambilnya minuman keras yang tersedia, diminumnya segelas minuman keras dalam sekali teguk.
Tania berjalan keluar dari kamar mandi dengan perlahan. Darah telah berhenti mengalir dari kepalanya. Di lihatnya Drake dengan rasa takut. Dilangkahkan kakinya menuju ke arah pecahan vas bunga, kemudian di bersihkannya pecahan tersebut. Setelah selesai Tania beranjak menuju ke tempat tidur, ia ingin mengistirahatkan badannya yang terasa sangat lelah.
Tania melihat ke arah tempat tidur mereka yang dihiasi dengan bunga mawar, yang menimbulkan aroma wangi menyegarkan. Tania tersenyum miris, “Bunga ini sangat indah, tapi tak seindah awal pernikahanku.” Gumam Tania dalam hatinya.
Drake bangkit dari duduknya, lalu dihampirinya Tania.
“Kau tidur di sofa!, aku tidak ingin tidur satu ranjang denganmu,” kata Drake dengan dingin dan tanpa perasaan.
“Baiklah, aku akan tidur di sofa.” Sahut Tania. Ia kemudian membawa bantal dan selimut menuju ke arah sofa yang ada di kamar honeymoon mereka berdua.
Sungguh ironis pikir Tania, mereka tidur di kamar bulan madu, seharusnya mereka menjalani malam pertama mereka sebagai suami istri. Namun, yang ada mereka bertingkah layaknya dua orang asing yang saling membenci dan terjebak harus berada dalam satu ruangan yang sama.
Karena merasakan kelelahan fisik dan hatinya, dalam sekejap Tania terlelap dalam tidurnya.
Dari tempatnya berbaring Drake menatap marah ke arah Tania yang sudah terlelap. “Sialan wanita itu, dengan enaknya ia tertidur.”
Drake kemudian berjalan mendekat ke arah sofa tempat Tania berbaring. Dicengkeramnya dagu Tania dengan kasar. Dengan suara mendesis diperingatkannya Tania.
“Akan kupastikan kau menderita!, karenamu kekasihku menangis dan terluka. Kita memang suami istri di mata kedua orangtua kita, tapi bagiku kau hanyalah ja**ng yang harus kunikahi demi harta warisan.”
“Aku tidak akan memutuskan hubungan dengan kekasihku, dan aku tidak perduli kau setuju atau tidak dengan keputusanku.” Ucap Drake kasar.
Tania mendongak ke arah Drake, dengan suara lirih ia berkata, “Kalau kau sudah mempunyai kekasih mengapa kau setuju untuk menikah denganku!, harusnya kau batalkan saja pernikahan ini.”
“Kau hanya memikirkan perasaan kekasihmu, apakah kau tidak memikirkan perasaanku sedikit saja. Aku juga merasa terluka dan sakit hati. Suamiku dengan terang-terangan mengakui kalau ia mencintai wanita lain.”
“Kau pikir aku tidak punya hati!,” sahut Tania kepada Drake.
“Aku tidak perduli dengan perasaanmu, aku hanya perduli dengan kekasihku saja. Mengapa aku harus peduli denganmu, bagiku kau bukan siapa-siapa.
Kemudian Drake beranjak ke luar dari kamar bulan madu pernikahannya. Di tutupnya pintu kamar hingga menimbulkan bunyi yang keras.
Drake masuk ke mobil miliknya, dengan kecepatan tinggi dilarikannya mobil itu menuju ke club malam, milik sahabatnya, Tomi.
Ternyata Tomi, Andi, dan Dave, telah berkumpul di situ. Mereka terlihat sedang ngobrol-ngobrol ditemani dengan minuman keras.
“Lihatlah pengantin baru kita ini, bukannya berbulan madu dan ena-ena dengan istrinya, dia malah mengunjungi kita disini. Apakah kau terlalu mencintai kami, bro!, hingga tidak sanggup berpisah sebentar saja dengan kami.” Canda Dave, yang di sambut gelak tawa oleh mereka semua.
“Drake bergidik ngeri menatap ke arah Dave, neraka membeku kalau aku jatuh cintamu denganmu Dave.”
Ia lalu duduk di sebelah Tomi. Tomi memanggil pelayan bar miliknya, “Tolong bawakan sebotol sampanye yang tersimpan di gudang!.”
“Wow, sampanye dude!, tentu saja ini hari istimewa bukan, untuk sahabat kita, yang seharusnya berbahagia. Namun, lihatlah kondisinya sungguh mengenaskan bagaikan akan maju ke meja penjagalan.” Sindir Dave kepada Drake.
“Untuk sahabatku, Drake semoga kau cepat memberikanku keponakan.” Kata Andi, kemudian mereka semua mengaminkan ucapan Andi, kecuali Drake.
Merekapun minum-minum bersama. Drake berharap dengan minum-minum ia dapat melupakan permasalahan pernikahannya. Entah sudah berapa gelas yang mereka minum.
Drake pun bangkit dari duduknya, dengan sedikit sempoyongan. Namun, ia masih setengah sadar, hingga ia merasa aman mengemudikan mobilnya sendiri. Dilangkahkannya kakinya keluar menuju keparkiran dimana mobilnya berada.
Ia masuk ke dalam mobilnya, sejenak Drake menyenderkan tubuhnya pada senderan jok mobilnya. Dihelanya nafasnya dengan berat. Kemudian dilajukannya mobilnya kearah hotel tempat istri yang tidak dianggapnya berada.
Sementara itu di apartemen mewahnya, hadiah dari sang kekasih Drake, Jessica menangis terisak. Dia merasa malu dan terhina atas perlakuan orang tua Tania dan Drake yang mengusir dan menghinanya di depan orang banyak.
“Akan kupastikan wanita itu menerima balasan dariku, akan kubuat kau menderita dan menangis. Aku berjanji akan kuhancurkan kau Ja**ng.” Ancam Jessica dalam hatinya kepada Tania.
“Bagaimanapun caranya Drake harus tetap menjadi milikku, tidak akan kubiarkan wanita itu hidup berbahagia dengan Drake,” gumam Jessica dengan kesal.
Ia lalu merebahkan badannya di atas kasur hingga tertidur, dengan bermacam rencana licik tersusun di kepala indahnya.
Tak berapa lama kemudian Drake pun tiba di kamar hotel. Dimana pengantinnya telah tertidur lelap. Jam di dinding menunjukkan pukul 03.00. Dengan langkah sedikit sempoyongan efek dari minuman keras yang diminumnya.
Drake melangkahkan kakinya ke sofa tempat Tania sedang tertidur. Dipandangnya wajah sang istri yang memang cantik, akan tetapi baginya masih lebih cantik kekasihnya, Jessica.
Drake berjongkok di sisi Tania yang sedang tidur terlelap, dipandanginya wajah cantik Tania.
“Kamu memang cantik, sayangnya aku mencintai kekasihku. Seharusnnya kita tidak menikah, hingga kita tidak saling menyakiti seperti ini,” bisik Drake lirih di telinga Tania.
Tania yang sedang terlelap merasa terusik dari tidurnya, hingga ia pun menjadi terbangun. Alangkah terkejutnya Tania, saat dilihatnya bahwa Drake berada begitu dekat dengan dirinya.
“Ddrake, aapa yang kau lakukan?, kau mabuk Drake!,” cicit Tania dengan rasa takut meliputi dirinya, karena kedekatan wajah dan tubuh bagian atas mereka yang hampir bersentuhan.
“Apa mauku, aku ingin mengambil hakku sebagai seorang suami. Bukankah ini yang kau harapkan?, agar diriku menyentuhmu bukan. Hah...katakan ini yang kau mau bukan.” Entah mengapa Drake menjadi emosi melihat Tania terbangun.
Diangkatnya tubuh Tania seperti menggotong sekarung beras, meski kesadarannya tidaklah utuh akan tetapi Drake masih sanggup untuk menggotong Tania.
Kemudian, dengan kasar di hempaskannya tubuh Tania ke atas kasur, hingga tubuh Tania terpental.
Tania cepat-cepat bangun, digeserkannya tubuhnya hingga menyentuh kepala ranjang. Dengan ketakutan ditatapnya wajah Drake.
“Please Drake!, jangan sakiti diriku. Aku akan meminta kepada ayah dan daddymu agar pernikahan ini dibatalkan.”
“Aku yakin, mereka dapat menerimanya Drake, kita tidak perlu saling menyakiti lagi. Kau bebas bersama dengan kekasihmu.”
“Apakah kau tuli hah!, kau tidak mendengar ancaman daddyku. Ia bersungguh-sungguh dengan perkataannya.
“Kau pikir bisa menghindar dariku hah, sudahlah terima saja nasibmu, akan kupastikan kau akan menderita,” ancam Drake.
Drake mencium bibir Tania dengan kasar, digigitnya bibir Tania hingga berdarah. Dirobeknya pakaian tidur Tania yang terbuat dari kain sutra tipis, lalu dilepaskannya semua pakaian yang melekat di tubuh Tania.
Dengan seringai jahat Drake menatap Tania, “penderitaanmu baru saja dimulai!.” Ja**ng.
Tania nerteriak dengan keras.
“Toloooong!!!”
“Berteriaklah!, tidak akan ada yang mendengar teriakkanmu. Lagipula aku adalah suamimu yang sah, tentu saja aku berhak untuk menyentuhmu.” Bentak Drake.
“Kau memang suamiku, dan kau berhak untuk menyentuhku. Namun, bukan dengan cara kekerasan kau menuntut hakmu padaku.”
“Sudahlah!, aku tidak perduli dengan permohonan dan air matamu,” ucap Drake.
Hati dan nuraninya benar-benar telah dibutakan. Tak dihiraukannya teriakkan kesakitan Tania, setan telah menguasai hatinya.
Setelahnya, seakan-akan tersadar dari perbuatannya, Drake memandang ke arah Tania yang menatapnya dengan tatapan mata kosong. Air mata meleleh turun membasahi wajahnya yang tapak pucat.
Tak tahan dengan tatapan mata Tania, Drake beranjak turun dari tempat tidur.
“Sialan!!!, mengapa...mengapa...ya Tuhan, apa yang telah kulakukan. Drake mengambil gelas yang ada di atas meja, kemudian dilemparnya hingga pecah dan menimbulkan bunyi nyaring.
Drake menjambak rambutnya kasar, ia merasa menyesal telah melakukan hal yang kasar kepada istrinya.
Tania terdiam dari baringnya, tubuh dan hatinya mengalami kesakitan yang bertubi-tubi. Tatapan matanya kosong, ia telah kehilangan semangat hidupnya.