5. Lingerie

1802 Words
Arletta menggigit bibir bagian bawahnya ketika melihat pantulan dirinya di cermin yang memantulkan tubuh moleknya ketika dibalut lingerie berwarna hitam yang ia pakai sekarang. Bukan hanya sebuah lingerie, Arletta bahkan memakai jepitan bunga palsu berwarna putih di rambutnya dan memakai kalung Mutiara yang jatuh memanjang ke belahan dadanya. Arletta mengusap bahunya sendiri, lalu mengernyitkan dahi ketika menyadari penampilan dirinya begitu terbuka. Arletta baru pertama kali mencoba berbagai lingerie ini—yang bagi Arletta, percuma menggunakan lingerie, toh lingerie juga ada yang transparan dan tidak menutupi bagian inti tubuhnya. “Arletta, sudah?” Suara berat Adrian dari balik tirai dress room yang berwarna hitam pekat membuat Arletta tersentak. Arletta segera membuka sedikit tirainya dan hanya menyembulkan kepalanya. “Bentar, om.” Jawab Arletta sambil menyengir canggung. Ia berusaha menutupi tubuhnya yang kini hanya terbalut lingerie. “Kamu udah coba berapa lingerie?” Arletta berpikir sejenak. “Eumm, tiga?” “Cuma tiga?” Adrian terkekeh. “Nggak mau coba yang lain lagi.” Arletta kini menggelengkan kepalanya. “Nanti Om Adrian nunggunya kelamaan, terus bete. Lagian Arletta baru coba ini pakai lingerie, sebelum-sebelumnya nggak pernah. Jadi ngerasa aneh gitu.” “Masa sih?” tanya Adrian dan Arletta mengangguk-anggukkan kepalanya. Dan siapa sangka Adrian lalu membuka tirai lebih lebar lagi, lalu melangkah masuk kedalam dress room dengan cepat dan menutup tirainya lagi. “Om mau lihat kamu pakai lingerie.” “Om—” napas Arletta sampai terasa sesak sekarang ketika Adrian memutar tubuhnya kembali menatap cermin. “Damn it, you’re so hot Arletta.” Ucap Adrian ketika mereka berdua sama-sama menatap kearah cermin. Adrian lalu memeluk Arletta dari belakang dan mengusap perut rata Arletta. “Kamu cantik.” Arletta mengulum bibir karena menahan senyum-nya. Jantungnya berdegup lebih kencang dan pipinya merona merah begitu saja. Ia membiarkan Adrian menatap pantulan tubuh seksinya di cermin dengan pandangan berkilat. Adrian sungguh takjub melihat pemandangan indah ini. Dimana ia melihat Arletta yang masih lugu walaupun sudah tidur dengannya. Bagaimana pipi wanita di pelukannya kini merona merah dan menatapnya malu-malu dengan senyuman kecilnya. Adrian jadi gemas sendiri. Dan tubuh molek Arletta yang masih kencang serta mulus ini begitu cocok dibalut dengan lingerie warna hitam dengan stripes di sekitar pinggang dan ada rajutan berbentuk bunga-bunga yang menutupi perut rata Arletta, menutupi p****g payudaranya. Sedangkan Adrian dapat melihat dengan jelas miss v Arletta yang hanya tertutupi sehelai kain g-string. Gila. Adrian merasa panas dan miliknya dibawah sana terasa mengeras saat menatap Arletta terlalu lama dengan lingerie ini. “Lingerie ini juga kamu beli aja.” Ucap Adrian sambil menyelipkan helaian rambut Arletta kebelakang telinga. Arletta mengerucutkan bibirnya. “Tapi Arletta sudah beli banyak, Om. Harga lingerie kaya gini juga mahal banget. Padahal nggak menutupi apa-apa.” Adrian langsung dibuat terkekeh oleh ucapan polos Arletta. “Lingerie bukan untuk menutupi, baby. Tapi untuk membuat kamu makin terbuka di depan aku.” “Percuma kan, Om.” Arletta membalikan tubuh dan kini mendongak sedikit menatap Adrian dihadapannya. “Nanti juga kalau tidur sama Om, bakalan Om Adrian buka dan Arletta—” “Apa, hm?” Adrian sedikit menundukkan tubuhnya, ia mengusap punggung Arletta dengan jari telunjuknya, lalu turun hingga telapak tangan Adrian mengusap p****t Arletta. “Dan kamu bakal telanjang di depan Om?” Arletta menggigit bibir dan memejamkan mata sejenak ketika Adrian meremas-remas pantatnya. Sial, rasanya nikmat dan Arletta mulai tersangsang. “Kamu memang akan telanjang di depanku, baby. Tapi apa salahnya kalau aku ingin kamu tampil lebih seksi dan menggoda dengan lingerie-lingerie itu?” Adrian tidak bisa menahan gairahnya lagi. Ia memberanikan diri mengusap kewanitaan Arletta dari belakang. Arletta sontak terkesiap dan berjengit sambil refleks memegang kedua bahu Adrian ketika jari telunjuk Adrian masuk membelai bibir kewanitaannya dari belakang dan menyentuh klitorisnya. “Om—” Adrian membekap mulut Arletta dengan ciumannya. Karena Arletta hendak terkesiap lagi ketika jari telunjuk Adrian masuk ke kewanitaannya dan mengaduk-aduk di dalam sana. Adrian memejamkan matanya, memiringkan kepalanya ketika membuka mulut dan meraup bibir Arletta sehingga ciuman mereka makin dalam dan saling melumat. Arletta memejamkan matanya juga dan sedikit melebarkan kakinya ketika merasakan rasa penuh, geli, dan sentakan-sentakan jari telunjuk Adrian di dalam kewanitaannya. Adrian mengangkat sedikit paha kiri Arletta, membuat bibir kewanitaan Arletta makin terbuka lebar dan Adrian menambah jari tengahnya, ikut masuk mengaduk dalam kewanitaan Arletta. “Ahnn,” Arletta mendesah pelan dan tertahan dalam ciumannya dengan Adrian. Hingga Adrian melepaskan ciumannya dan menyerukkan hidung mancungnya pada leher Arletta, mengendus pelan dan mengecup lembut kemudian sembari gerakan jemari di kewanitaan Arletta yang makin cepat. Arletta mendesah pelan lagi, desahannya tertahan karena ia kini berada di tempat umum. Ia memeluk tubuh Adrian ketika merasakan kewanitaannya berkedut-kedut saat dua jari Adrian bergerak keluar-masuk, memutar dan bergerak dengan gerakan seperti mengundang. Sungguh, gairah Arletta sangat ditarik oleh Adrian. Ia tidak bisa melakukan apapun selain memeluk pundak Adrian dan membuka mulut serta mendesah tertahan. Arletta tidak mau ketahuaan bercinta di tempat umum seperti ini. “Om Adrian, aku—eumh,” napas Arletta memburu dan dadanya berdegup kencang ketika seluruh tubuhnya terasa tegang saat sesuatu begitu mendesak ingin dikeluarkan di dalam sana. “Pelan-pelan.” Bukannya pelan-pelan, Adrian malah menambah tempo kecepatan mengaduk-aduk kewanitaan Arletta dengan jemarinya di dalam sana. Hingga Arletta akhirnya memutuskan mengalungkan lengannya pada tengkuk Adrian dan menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Adrian. Arletta menundukkan kepalanya, berteriak tanpa suara dan meremas kemeja Adrian ketika pelepasannya datang saat Adrian menyentakkan keras jemarinya di dalam sana. Rasanya Arletta meledak dengan nikmat. Seluruh tubuhnya bergetar dan peluh jatuh di dahinya. Ia hanya bisa memejamkan matanya rapat-rapat dan merasakan deburan ombak menggelung tubuhnya, menyisakan rasa lemas kemudian. Napas Arletta kembali rileks. Ia menurunkan kakinya dan menggigit bibir ketika Adrian menarik keluar kedua jemarinya dan kewanitaan Arletta yang sudah basah karena cairan o*****e. Arletta kini menatap Adrian dengan pandangan kesal. “Om Adrian nggak tahu tempat!” Adrian hanya menyengir tanpa rasa bersalah dan menatap dua jarinya yang tadi mengaduk kewanitaan Arletta dan memberikan Arletta kenikmatan. “Kamu punya tissue, Arletta?” *** “Om, ini banyak banget, loh.” Ucap Arletta ketika mereka melangkah keluar dari toko lingerie dari brand ternama itu. Bagaimana Arletta tidak bilang banyak, kini ia keluar dengan tiga paper bag besar berisi berbagai macam lingerie, parfum, body lotion, sabun, dan berbagai body care lainnya. Adrian hanya melirik Arletta, Arletta tidak tahu saja jika Adrian sempat membeli dan memasukkan s*x toy kedalam paper bag Arletta. “Dan Arletta bisa beli ini semua sendiri, Om.” “Uangnya?” “Kan Om Adrian yang kasih tadi pagi. Itu banyak banget bagi Arletta kalau Om anggap itu uang jajan.” Adrian tertawa sambil merangkul pinggang Arletta ketika berjalan melewati gerai-gerai toko mewah di mall ini. “Uang jajannya kamu tabung aja, anggap aja ini hadiah dari Om karena kamu selalu bisa membuat aku puas.” Arletta terdiam, tiba-tiba saja teringat dengan Fraya yang di hina-hina Nicholas dan teman-temannya karena Fraya merupakan simpanan om-om. Lalu apa bedanya dengan Arletta sekarang? Ia bahkan bercinta dengan suami dari orang yang sudah ia anggap sebagai tantenya sendiri. Arletta sama saja simpanan seorang om-om. Seorang sugar baby untuk sugar daddy seperti Adrian. Arletta tidak tahu apa yang harus ia perbuat jika Nicholas memergokinya dengan Adrian. “Let?!” Tidak ada satu detik pikiran itu muncul, suara Nicholas dari belakang sontak membuat jantung Arletta serasa copot keluar. Ia dan Adrian kompak menoleh kebelakang, sama-sama terkejut ketika mendapati Nicholas dengan pacarnya kini menatap Adrian dan Arletta dengan aneh. Dan Adrian langsung melepaskan rengkuhan tangannya dari pinggang Arletta. Nicholas menatap curiga, lalu melepaskan rangkulan tangannya dari sang pacar dan melangkah mendekati Arletta. “Lo ngapain sama bokap gue disini?” Dan tatapan Nicholas turun ke tiga paper bag berukuran besar yang satu dibawa Arletta dan dua dibawa Adrian dalam genggaman tangannya. Nicholas bersiul menggoda, “lo beli apa nih?” “Sudah, Nic.” Adrian menepis tangan Nicholas yang hendak membuka paper bag Arletta. “Nggak usah ganggu Arletta lagi. Kamu bahkan dad suruh hari ini untuk pulang bareng Arletta, tapi kamu malah pergi sama pacarmu itu. Arletta lebih penting, kamu tahu itu?” “What the f**k?” Nicholas terkekeh. “Suka-suka gue lah. Dad sendiri ngapain disini? Bawain paper bag Arletta dari toko lingerie dan meluk pinggang Arletta waktu jalan.” “Eum, tapi toko itu nggak cuma jual lingerie, Nic.” Velove—pacar Nicholas mengintrupsi dengan nada yang entah kenapa terdengar bodoh di telinga Arletta. “Nah, bener!” Arletta tapi mendukung ucapan Velove. “Suka-suka aku dong mau beli apa. Bukan urusan, Nic!” Nicholas mendengkus. “Do i look like i care, babe? yang gue bingungin itu kalian berdua. Kenapa jalan kaya gini, bawa paper bag dari toko lingerie—” “Enggak ada apa-apa, Nic. Dad cuma menemani Arletta belanja kebutuhannya. Just it.” Adrian membela diri. Memang pembawaannya tenang, namun sebenarnya dalam hati ia sedikit cemas ketika Nicholas memergoki mereka berdua seperti ini. “Dad selingkuh sama Arletta?” tanya Nicholas dengan wajah serius dan menatap keduanya dengan pandangan menyelidik. Membuat Adrian dan Arletta langsung membuka diam. Sampai tiba-tiba tawa Nicholas pecah. “Hahaha! Geli juga gue ngebayanginnya.” Lalu Nicholas mengacak rambut Arletta. “Ya nggak mungkin lah Let, bokap gue mau sama cewek polos yang nggak tahu apa-apa kaya lo.” “Jaga ucapan kamu, Nicholas.” Ucap Adrian setelah menghela napas lega diam-diam. “Makannya, dad. Kalau jalan sama Arletta biasa aja, nggak usah ngerangkul-ngerangkul walaupun kalian akrab. Bisa jadi dikira Arletta tuh simpenan om-om.” Celetuk Nicholas tanpa dipikir. “Sugar daddy for sugar baby.” “Nicholas!” Arletta sudah hendak menjambak rambut Nicholas, namun Adrian mencekal pergelangan tangannya. Membiarkan Nicholas pergi dengan tawa terbahak-bahak bersama pacarnya. “Ih, lepasin, Om!” Ganti Arletta yang menyentakkan tangannya dari cekalan Adrian. “Heran ya, kenapa mulut Nicholas kalau ngomong nggak pernah di filter dulu!” Adrian hanya menghela napas dan melangkah terlebih dahulu meninggalkan Arletta yang masih mengomel. “Eehh, Om Adrian, tungguin!” Arletta berlari kecil, mengikuti Adrian yang kini berdiri di depan lift dan kemudian masuk ke lift. Namun melihat Adrian mengeluarkan key card dan menempelkannya ke sistem sensor, membuat lift naik ke lantai delapan. “Mall ini terhubung ke hotel. Ada hotel di lantai delapan.” Jelas Adrian tanpa ditanya. “Kok Om Adrian bisa punya key card-nya?” Adrian melirik Arletta, lalu merengkuh pinggang Arletta lagi ketika keluar dari lift dan melangkah menyusuri lorong kamar. “Om yang bangun dan design hotel ini.” Mereka berdua berhenti di pintu kamar paling ujung dengan pelitur putih bertuliskan 3578. Adrian lalu menempelkan key card-nya lagi ke sistem sensor pintu dan berdiri di belakang Arletta. “Buka pintunya, Arletta.” Dengan bingung, Arletta membuka pintunya dan langsung terkesiap ketika melihat kedalam kamar. “Surprise,” bisik Adrian dengan suara maskulinnya yang menggoda. “Malam ini aku ingin kita menghabiskan waktu disini tanpa takut ketahuan Nicholas dan pastinya, tanpa gangguang.” “Om Adrian,” Arletta membalikkan tubuh menatap Adrian dengan mata berbinar senang. Jadi tanpa canggung, Arletta memberanikan diri berjinjit dan mencium bibir Adrian terlebih dahulu. Adrian tersenyum dalam ciumannya, ia mendorong tubuh Arletta sehingga melangkah masuk ke kamar hotel tanpa melepaskan ciuman mereka. Adrian menutup pintu kamar hotelnya yang langsung terkunci otomatis dan melanjutkan ciuman mereka berdua. Saling melumat bibir satu sama lain. Arletta merapatkan tubuhnya pada tubuh Adrian, sehingga d**a Adrian dapat merasakan p******a penuh Arletta yang menempel pada dadanya. Tapi Arletta juga merasakan sesuatu yang keras kini menonjol dari balik celana Adrian dan menekan perut Arletta. Arletta lalu mengakhiri ciuman mereka berdua. Kini Arletta mengulum bibirnya yang lembab dihadapan Adrian yang menatapnya penuh napsu. Memberanikan diri, Adrian mengelus sesuatu yang menonjol dan keras diantara kedua paha Adrian. “Arletta, stop.” Adrian memperingatinya dengan suara tertahan. “Kenapa?” Namun Arletta malah makin mengelusnya naik turun dan meremas lembut, membuat Adrian menyentakkan kepalanya kebelakang dan menelan salivanya susah payah. “Arletta penasaran. Apa jadinya kalau Arletta pegang langsung?” 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD