“Om Adrian,” Arletta menahan dadanya, Adrian sudah menatapnya tak sabaran walau wajah sayu Arletta kini menatapnya. “Pelan-pelan aja, ya?”
Jakun Adrian naik turun ketika menelan salivanya, ia mengangguk pelan. Namun tatapan sayu Arletta dan suara seraknya yang lemah tapi memohon itu malah membuat jantung Adrian berdebar tak karuan. Demi Tuhan, ia sudah berumur dan ia bisa dibuat berdebar seperti ini ketika hendak menyetubuhi wanita.
Wanita lain selain istrinya, wanita yang lebih muda dan lebih menggoda. Masa bodoh oleh pengkhianatan. Arletta terlalu menggoda dan Adrian tidak kuat. Ketika telapak tangan Arletta memeluk keseluruhan punggungnya, Adrian kembali menurunkan tubuhnya. Adrian mengecup pipi Arletta, kecupannya turun ke dagu gadis itu dan kemudian Adrian menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Arletta.
Adrian mengecup lembut tengkuk Arletta, mencium aroma gula yang begitu manis di setiap inci kulit Arletta.
Napas Arletta tersenggal ketika ia benar-benar merasa asing saat kejantanan Adrian menerobos masuk ke bibir kewanitaannya. Dahi Arletta mengernyit ketika merasakan benda tumpul namun keras itu makin mendorong masuk kedalam inti tubuhnya, masuk makin dalam hingga tubuh Arletta sedikit melengking dan mulutnya terbuka mengeluarkan pekikan ketika kejantanan Adrian akhirnya merobek sesuatu di dalam sana.
Mereka berdua menyatu.
Kulit tubuh mereka saling bersentuhan, saling mendengarkan degup jantung masing-masing yang ritme-nya berlarian cepat. Kepala Adrian langsung pening, namun juga lega dan… senang. Adrian senang bisa menjadi yang pertama untuk Arletta.
Untuk sejenak, Arletta segera menghapus air mata yang mengalir begitu saja melalui ujung matanya. Bukan air mata kesedihan, bukan. Air mata itu keluar begitu saja karena rasa nyeri yang teramat dalam. Arletta belum merasakan nikmat apapun dari seks.
Ia hanya merasakan nyeri dan nyeri. Hingga Adrian mengangkat wajahnya, telapak tangan Adrian mengusap dahi Arletta, menyingkirkan anak-anak rambut disekitar dahinya dan kemudian kembali mengulum bibir Arletta.
Arletta membalas ciuman Adrian dan berikutnya ia mengerang dalam ciuman mereka ketika Adrian mulai menggerakan tubuhnya lagi, menimbulkan rasa nyeri untuk Arletta dibagian bawah sana.
“Om,” Arletta merintih kesakitan. Adrian memeluk tubuhnya dan makin memompa tubuhnya pada tubuh Arletta. “Akhh…”
“Kamu akan menikmatinya Arletta.” Adrian menarik kejantanannya, lalu mendorongnya masuk dengan gerakan perlahan dan berulang seperti itu. “Everything will be okay.”
Arletta mengangguk, ia memejamkan matanya dan mencengkeram punggung Adrian ketika Adrian terus memompa tubuhnya. Lambat laun Denisya seolah makin terangsang, awalnya Denisya mengulum bibirnya untuk menahan desakan itu. Tapi ia tak kuat ketika Adrian memancingnya dengan meremas payudaranya.
“Ahh, Om—” Tubuh Denisya ikut menunjukkan respon, ikut bergeliat dibawah hujaman Adrian. Membuat Adrian tersenyum miring dan berani menambah tempo hujaman tubuhnya pada kewanitaan Denisya.
Adrian memompa tubuhnya diatas Denisya dengan ritme yang pasti. Tidak terburu-buru, tapi tidak lambat juga. Tubuhnya menjulang gagah diatas Denisya yang terbaring pasrah, mendesah nikmat dan kelopak matanya terbuka dan tertutup sesekali.
Seiring pompaannya, Adrian meremas p******a Arletta yang bergerak menggemaskan itu secara bergantian. Sesekali Adrian memainkan putting Arlette, memutarnya, memijitnya dan menariknya lembut.
“Om Adrian,” napas Arletta tersenggal ketika ia merasakan desakan yang datang padanya. “Bi-bisa berhenti nggak?”
“Berhenti?” tanya Adrian heran di sela-sela hujamannya. Ia tidak akan berhenti, bisa gila ia juga berhenti ditengah jalan seperti ini.
Arletta mengangguk, lalu mengulum bibirnya sambil memejamkan matanya, seperti menahan sesuatu. “Arletta udah nggak kuat om. Mau keluar.”
“Arletta,” Adrian kembali menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Arletta dan menambah ritme hujamannya. Membuat desahan Arletta makin menggila. “Nggak usah berhenti, keluarkan saja.”
Tapi Adrian juga sudah tidak kuat. Kejantanannya makin mengeras dan membesar, menginginkan sesuatu untuk dikeluarkan. Kewanitaan Arletta yang sempit begitu menjepitnya. Hingga Adrian makin mempercepat lagi tempo hujamannya dan semuanya terjadi begitu saja.
Ketika gelombang kenikmatan itu datang bersamaan. Ketika Arletta meneriakkan nama Adrian dan meremas kulit punggungnya. Adrian merasakan kehangatan cairan o*****e Arletta.
“s**t, Arletta ahhh!” Adrian makin menekan kejantanannya dalam-dalam dan cairan spermanya menyembur didalam sana, Bersatu dengan cairan o*****e Arletta. Saling memberikan kehangatan.
Arletta tersentak, tubuhnya bergetar dan kepalanya terasa pening ketika ia merasakan o*****e karena seks dan merasakan kejantanan Adrian yang menyemburkan cairan dengan keras kedalam kewanitaannya. Semua ini terasa aneh bagi Arletta.
Rasanya seperti terbang ke langit-langit dan diguyur air ketika o*****e, namun juga terasa panas ketika Adrian menyemburkan cairannya dengan luar biasa. Ini pengalaman pertama yang menajubkan. Ia tak menyangka melakukan ini dengan suami dari sahabat almarhumah ibunya.
Mereka berdua saling mengatur napas satu sama lain. Adrian mengangkat wajahnya dan Arletta langsung meraih tengkuknya, membuat Adrian kembali mencium bibir memabukkan Arletta. Saling menggigit dan mencecap rasa satu sama lain.
Adrian menggerakan tubuhnya lagi dengan perlahan. Menarik kejantanannya lagi dan mendorongnya pelan, terasa lengket dan lembab, namun luar biasa.
Hingga ciuman mereka berakhir saat keduanya merasa kehabisan oksigen. Adrian melepaskan diri dengan perlahan menarik kejantanannya dari kewanitaan Arletta.
Arletta melenguh pelan, menurunkan pandangannya melihat kejantanan Adrian yang masih memerah ketika keluar dari kewanitaannya. Lalu seketika semburat merah memenuhi kedua pipi Arletta.
Rasanya malu, apalagi kini Adrian menatapnya dengan pandangan memuja dan penuh cinta.
“Kamu… nggak apa-apa, kan?” tanya Adrian dengan hati-hati.
Arletta mengangguk pelan, malu-malu. Lalu mengangkat telapak tangannya dan menutup mulutnya sendiri, tertawa kecil.
“Kenapa?” tanya Adrian heran, ia ikut tertawa kecil.
“Sebenernya Arletta malu.” Katanya sambil tersipu.
Adrian menghela napas, kemudian berbaring di sebelah Arletta. Ia merentangkan tangan kirinya. Lalu melirik Arletta. Seolah paham, Arletta lalu sedikit mengangkat kepalanya dan menjadikan tangan kiri Adrian sebagai bantalannya.
Adrian sedikit memiringkan tubuhnya, ia menatap keseluruhan tubuh polos Arletta. “Kamu tumbuh jadi wanita yang cantik, Arletta. Om nggak nyangka aja bisa mabuk kepayang sama kamu dan melakukan semua ini. Kamu beneran nggak apa-apa, kan?”
“Nggak apa-apa. Arletta seneng kok ngelakuin hal pertama ini sama Om Adrian. Om Adrian hebat, tahu cara memperlakukan wanita di ranjang ketika bercinta. Pengalaman sama tante Vivi sudah lama, ya?”
Vivi. Mengingat Vivi, Adrian jadi terdiam. Ia menatap kembali Arletta yang balas menatapnya sambil tersenyum.
Ya, Adrian tidak menyangka jika ia menyetubuhi wanita yang seharusnya menjadi keponakannya. Anak dari sahabat Vivi yang seharusnya ia jaga, bukan malah ia setubuhi dan mengkhianati pernikahannya.
Adrian menghela napasnya, memilih tidak menjawab pertanyaan Arletta dan membaringkan tubuhnya menatap langit-langit kamar. Mungkin tidak seharusnya ia melakukan lagi dengan Arletta.
“Arletta,” Adrian tiba-tiba tersentak ketika bibir Arletta mengecupi kecil tengkuknya. “Kamu mau apa?”
“Cuma mau cium Om Adrian lagi.” Arletta naik keatas tubuh Adrian dan kemudian mengecup lembut tengkuk Adrian.
Adrian membiarkan Arletta untuk sejenak. Merasakan sensasi dikecupi kecil dan malu-malu seperti ini. Ciuman Arletta turun, ke tulang selangka Adrian, kemudian ke d**a Adrian dan sialnya jemari lentik Arletta mengusap lembut d**a Adrian.
Kemudian turun mengusap lembut paha bagian dalam Adrian. Dan Adrian tak bisa memungkiri jika miliknya langsung berdiri lagi ketika lidah Arletta menyapu putingnya. Mengecupnya dan bermain disana. Apalagi saat p****t sintal Arletta menyentuh kejantanannya.
Adrian menyerah!
Ia memeluk Arletta, membuat Arletta mencium bibirnya kembali dan saling melumat. Hingga Arletta kemudian menegakkan tubuhnya. Kedua tangan Adrian berada di pinggang ramping Arletta, menuntun tubuh Arletta turun dan melesakkan kejantanan Adrian untuk masuk ke kewanitaan Arletta yang menajubkan sensasinya.
Milik Adrian berkedut ketika melesak lagi masuk ke kewanitaan Arletta, merasakan sempitnya kewanitaan yang nikmat itu. Mendengarkan rintihan dan desahan Arletta lagi.
Kedua tangan Adrian menangkup p******a indah Arletta yang berisi dan bahkan telapak tangannya tak bisa menangkup keseluruhan p******a Arletta yang bergerak seiring gerakan tubuh Arletta yang memompa naik-turun pada kejantanannya.
Desahan mereka saling bersahutan memenuhi kamar Arletta, suara penyatuan tubuh mereka mengisi kekosongan malam ini untuk mencapai kepuasan bersama lagi.
Arletta terlalu menggoda, terlalu candu dan memabukkan. Adrian tak yakin bahwa ia hanya akan melakukannya malam ini dengan Arletta. Rasanya Adrian ingin melakukannya terus menerus hingga Arletta tak bisa bangun besok pagi.
***
Suara dering ponsel yang kesekian kali benar-benar mengganggu Arletta pagi ini. Kelopak matanya serasa diberikan lem perekat, tubuhnya terasa remuk dan lelah. Tapi tangannya harus bergerak, menggapai ponsel sialan yang terus berbunyi itu.
Hingga Arletta akhirnya men-slide layar dengan mata tertutup dan menempelkannya ke telinga.
“Halo?”
“Lo dimana?!” Suara sentakan dari seorang lelaki itu langsung membuka mata Arletta.
“Nicholas?”
“Anjir, lo baru bangun, hah?!” Nicholas membentak lagi. “Ini sudah jam berapa?! Lo nggak masuk kelas? Tugas gue lo yang bawa, bego!”
Arletta memejamkan matanya dan langsung menjauhkan ponselnya dari telinga ketika Nicholas terus membentaknya. Tatapan matanya lalu beralih ke jam di ponsel yang menunjukkan pukul sebelas siang.
“Hah?!” Arletta membulatkan matanya.
Ia segera mematikan panggilannya, masa bodoh Nicholas nanti akan membentak-bentaknya di kampus atau tidak. Nicholas pasti membentaknya.
Arletta menatap sekeliling, kasurnya berantakan, ujung seprainya bahkan sampai lepas dan guling sudah turun ke lantai. Boneka-bonekanya diatas kasur juga berserakan semua di lantai. Mengingatkan Arletta betapa panas percintaannya dengan Adrian tadi malam.
Adrian.
Lelaki itu sudah tidak ada disampingnya. Pakaian Adrian juga tidak ada, menyisakkan Arletta yang kini terduduk dengan keadaan telanjang—hanya terbalut selimut tebal.
Arletta mengusap wajahnya dengan gusar. Tadi malam berakhir dengan ia yang memimpin percintaan, kemudian Arletta memejamkan matanya begitu saja setelah o*****e yang kesekian kali. Ia sudah tidak kuat lagi hingga tertidur begitu saja.
Dan kemudian, ponselnya berbunyi lagi. Panggilan masuk dari Nicholas.
“Argh, dasar cowok gila!” Arletta memilih tidak menjawab teleponnya. Kepalanya terlalu pening karena kejadian mendadak semalam yang memabukkan.
Ia meremas rambutnya dan memukul dahinya. Bagaimana jika nanti tante Vivi tahu? Bagaimana ia harus menghadapi Adrian setelah ini?
Arletta lalu melirik keatas nakas. Ada secarik kertas dan air mineral disana, juga beberapa pil diatas piring kecil.
Good morning baby, terimakasih untuk tadi malam. Maaf aku nggak ada waktu kamu bangun, aku harus kerja dan kamu kelihatan capek banget.
Ada obat untuk jaga-jaga karena tadi malam om keluarin di dalam. Jaga kesehatan baby, love you.
Arletta tersenyum ketika membaca tulisan tangan Adrian. Kemudian ia meminum pil yang sudah disiap Adrian. Ketika meneguk air mineral, ia membulatkan matanya ketika membaca tulisan tangan lagi dibaliknya.
Om transfer uang jajan tambahan. Cek rekening kamu.
-Your daddy.
“Uhuk!” Arletta sampai tersedak, ia langsung mengambil ponselnya dan membuka m-banking. “Astaga!!!”
Mata Arletta sampai membulat tak percaya ketika saldo rekeningnya bertambah dua digit. Ia rasanya benar-benar mendapatkan sugar daddy.