Bab 2. Perasaan Yang Salah

1268 Words
Hari...bulan...dan tahun, kini berganti. Bahkan kamu yang ku tunggu, tak lagi kembali. Entah kamu lupa, atau memang tidak lagi perduli. Padaku, yang setia menanti... **** Jakarta 1997 Deretan cincin yang berada didalam etalase perhiasan ternama disalah satu toko di Jakarta begitu memukau mata Gilsha. Beginilah dia jika tidak ada jam kerja, berbelanja apapun yang dia inginkan. Sekarang dia sedang mencari cincin, karena merasa cincin yang lama sudah terlalu kuno. Karena dia seorang artis, tentu penampilan adalah hal yang penting untuk dia jaga. "Mbak boleh lihat yang ini," ucap Gilsha dan seorang wanita lagi secara bersamaan. Gilsha melihat wanita itu, begitu juga dengan wanita tersebut. Mungkin karena Gilsha memakai kaca mata dan topi, wanita yang tengah tersenyum lebar kearah dirinya itu tidak tahu siapa dia sebenarnya. "Ah...maaf, ternyata aku juga menyukai model cincin yang kau suka." Gilsha hanya tersenyum seadanya untuk menanggapi. "Kau saja, aku akan cari model lain." Gilsha memilih untuk mencari ditempat lain. Tepat saat dia memutar tubuhnya, sosok Pria yang begitu dia kenali itu berjalan ke arahnya. "Noah," katanya seperti berbisik. "Sayang apa cincinnya yang kau mau sudah dapat?" Noah bertanya, tapi Gilsha tahu itu bukan untuknya. Pertanyaan itu untuk wanita yang tadi juga menginginkan cincin yang sama dengannya. Sontak Gilsha kembali memutar tubuhnya, melihat interaksi pria itu dengan wanitanya. Tentu wanitanya, karena Noah memanggilnya 'sayang'. Setelah lima tahun mereka tidak bertemu, kini Noah bersama wanita lain. Gilsha tersenyum miris, menertawakan apa yang tengah ia pikirkan sekarang. "Gilsha," panggil seorang Pria dengan suara yang keras, sehingga menarik perhatian seseorang dibelakang tubuh Gilsha. Menutup matanya, Gilsha menunduk kemudian dia menoleh ke belakang, mata Noah mengamatinya. Entah dorongan dari mana, tapi Gilsha ingin agar Noah melihatnya disana. Perlahan Gilsha membuka kaca mata yang dia gunakan, sorot mata Noah jelas terkejut. Gilsha menyunggingkan senyuman tipis, dan pergi dari sana. Meninggalkan Noah dengan keterkejutannya. "Gil, kenapa lama sekali." "Iya maaf," jawab Gilsha kemudian dia merangkul lengan pria itu. Dia adalah Dika Maheswara, seorang anak dari pemilik statisun tv. Dika juga yang mengenalkannya kepada Lina, manager yang saat ini mengurus semua pekerjaan untuk Gilsha. Gilsha dan Dika selalu dekat, bahkan sekarang Gilsha mulai merasa begitu bergantung kepada Dika. Semua itu terjadi ketika dia kehilangan kedua orang tuanya, Gilsha tidak ingin lagi mengingat masa-masa itu. "Kamu tidak jadi beli perhiasan?" tanya Dika begitu perhatian kepadanya, dan Gilsha menggelengkan kepala. "Lain kali saja," jawabnya kemudian mengajak Dika segera pergi dari tempat itu. Kepala Gilsha rasanya panas, dia merasa Noah masih terus memperhatikannya. Ada apa dengan Noah? apa pria itu bahkan tidak ingin menyapa dirinya, apa karena dia takut wanitanya akan cemburu. Setelah tujuh tahun, mereka akhirnya bertemu seperti ini. Tujuh tahun ini, banyak sekali hal yang membuat Gilsha harus berdiri kuat. Banyak teman, serta lingkungan yang pergi meninggalkannya, bahkan juga kedua orang tuanya. "Gilsha besok apa kamu ada pekerjaan?" Dika kini sudah menyetir mobil untuk mengantarkan Gilsha ke rumahnya. "Ya, ada pertemuan penting dengan Pimpinan Perusahaan yang menjadikanku sebagai ikon model produk mereka." "Kalau begitu kosongkan waktumu setelahnya." "Aku tidak bisa Dika, setelahnya aku harus bertemu Sutradara lagi." Mendengar hal itu Dika langsung menghentikan mobil tiba-tiba. Matanya penuh dengan kabut amarah, menatap Gilsha tajam. "Dika lepaskan! sakit," pinta Gilsha karena cengkraman Dika di wajahnya. "Aku tidak perduli kau ada pekerjaan apa, besok aku ingin kau menemaniku!" Beginilah sikap buruk Dika, sangat kasar dan emosinya tidak bisa dikontrol. Hal ini yang membuat Gilsha belum mau menikah dengan pria ini. "Jangan buat aku merusak wajahmu ini lagi Gilsha, kau sudah tahu bukan bagaimana rasanya." Dika membuang kasar wajah Gilsha begitu cepat, setelah tadi dia menariknya dengan sangat kasar. *** Pagi yang cerah, Wilya sudah sibuk didapur mencoba membuat sarapan untuk suaminya tercinta. Meski dia belum bisa memasak, tapi setidaknya dia mencoba. Ada satu orang asisten rumah tangga yang dia pekerjakan untuk membantunya dirumah, dia dan Noah sudah dua tahun menikah dan semua terasa sempurna untuk mereka berdua. Meski menjadi istri dari Pria tampan seperti suaminya adalah ujian paling berat yang harus dia lalui, tapi dia tidak ambil pusing karena Noah adalah tipe pria yang setia. Pulang tepat waktu, dan selalu menemaninya jika sedang libur bekerja. Wilya buru-buru meletakkan nasi goreng buatannya ke atas meja makan saat melihat suaminya sudah keluar dari dalam kamar mereka. "Sayang tidak sarapan dulu?" tanya Wilya ketika Noah langsung keluar dari dalam rumah. Wilya dibuat bingung dengan kelakuan Noah setelah mereka pulang dari toko perhiasan. Wilya berpikir mungkin Noah marah, karena dia terlalu lama memilih cincin kemudian malah tidak jadi membeli apapun. "Aku ada pekerjaan penting pagi ini. Aku tidak sempat sarapan," kata Noah kemudian mengecup kening Wilya yang masih berdiri tepat didepan mobil Noah. "Aku pergi dulu, jangan terlalu lelah dirumah." Wilya tersenyum mendengar perhatian dari suaminya itu. Dia pikir Noah marah, tapi ternyata tidak. Mungkin memang benar pekerjaan Noah sangat banyak di kantornya. Noah mengemudikan mobil dengan kecepatan lebih tinggi dari biasanya, dia memang sudah terlambat datang pagi ini. Meski posisinya adalah pimpinan perusahaan, dia tetap harus tepat waktu datang ke kantor. Begitu memarkirkan mobil, Noah langsung buru-buru menuju ruangannya. Saat dia masuk kesana, sudah ada seorang wanita yang duduk membelakangi Noah. Dia kenal postur tubuh ini, tapi apakah benar? dia memang ada janji dengan model yang dipilih tim promosi untuk iklan produk, tetapi apakah model itu adalah Gilsha? cinta lama yang harus dia buang jauh dari kehidupannya saat ini. Wanita itu berdiri dan menyambut Noah dengan senyumnya "Selamat pagi Bapak Noah Oliver, perkenalkan saya Gilsha Alyne. Model yang dipilih untuk membintangi iklan produk perusahaan Anda." Gilsha terdengar sangat formal, seperti tidak ingin mengakui kalau mereka dulu pernah memiliki sebuah hubungan. "Gilsha," ucap Noah tidak menyambut uluran tangan Gilsha. Melihat hal itu Gilsha menurunkan tangannya, dia menarik napas dalam sebelum kembali berkata "aku tidak tahu kalau pimpinan perusahaan ini adalah dirimu.Jika memang ingin mengganti dengan model lain, aku tidak keberatan." Wajah Gilsha berubah menjadi dingin, dia melangkahkan kakinya untuk melewati Noah, tetapi lengannya ditahan oleh pria itu. Sorot mata Gilsha dan Noah bertemu, sadar akan keadaan saat ini Noah melepaskan tangannya. "Aku tidak bermaksud seperti itu. Kita bisa bekerja layaknya rekan bisnis, tetapi jika kau terganggu tidak mengapa Gilsha, aku mengerti." "Aku tidak terganggu sama sekali, bukankah kita sudah punya jalan hidup masing-masing." Gilsha tersenyum lagi, tapi Noah merasa ada yang kurang dari senyuman Gilsha biasanya. Noah kemudian mempersilakan Gilsha kembali duduk, mereka akan membahas kerjasama yang akan dilakukan. Gilsha memperhatikan Noah, dia sadar kalau ia sangat merindukan Noah. "Gilsha apa ini nomor telpon mu?" "Bukan! itu nomor Manager, dia yang biasa mengurus hal mengenai kontrak dan sebagainya. Saat ini dia sedang ada di Rumah Sakit, jadi aku mengurusnya seorang diri. Apa kau mau nomor telponku?" tanya Gilsha kemudian dia mengeluarkan sebuah benda berwarna hitam dan tebal itu dari dalam tasnya. "Gilsha aku sudah menikah," kata Noah membuat wajah Gilsha yang tadi tersenyum kini terlihat berubah. Namun, cepat-cepat dia mengubah lagi mimik wajahnya. "Selamat kalau begitu, tapi aku tidak bertanya bukan? aku hanya tanya apa kau butuh nomor telponku. Bukan aku ingin kita berbaikan seperti dulu lagi," kata Gilsha yang membuat Noah jadi merasa bersalah. Gilsha yang dia kenal, tidak ketus dan sombong seperti ini gaya bicaranya. Selesai dengan urusan kontrak yang disepakati serta ketentuan yang ingin Noah beritahu Gilsha, mereka berdiri karena Gilsha akan pergi saat itu. "Terima kasih sudah menerima tawaran ini Gilsha." Noah sudah bisa tersenyum kepada wanita yang masih dia simpan fotonya itu. "Sama-sama Noah, ini adalah pekerjaanku. Hanya saja tidak menyangka, akan berkerja denganmu. Selamat kau sudah jadi orang yang hebat, aku bangga melihatnya." Gilsha memeluk Noah, dia ingin menangis rasanya. Pelukan itu dibalas oleh Noah, bukan karena dia ingin memanfaatkan keadaan, hanya saja dia menganggap Gilsha adalah temannya saat ini. "Sayang aku datang...,"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD