Hidup Baru Eve Akan Dimulai

1161 Words
"Dari mana saja kau, Al? Kenapa wajahmu lebam-lebam begitu?" Sambutan yang Bray berikan tatkala mendapati Al masuk ke dalam barak utama tempat yang biasa digunakan oleh Al juga Bray untuk beristirahat. Tangan kekar Bray terulur menyentuh sudut bibir Al yang tampak membiru, akan tetapi segera ditepis oleh Al. "Ini sakit Bray! Jangan kau sentuh," pinta Al sembari meringis menahan nyeri juga perih. Pria itu melenggang meninggalkan Bray dan menjatuhkan diri di atas tempat tidur. Sementara Bray, menyeret kursi dan duduk saling berhadapan dengan Al. "Kau belum menjawab pertanyaanku. Dari mana saja dan siapa yang telah membuatmu babak belur begini?" "Tak perlu mengkhawatirkanku begitu. Ini hanya luka kecil. Aku masih bisa mengatasinya." "Cih! Kau ini tidak pernah kapok juga. Aku bisa menebaknya. Pasti kawanan gangster itu lagi. Mobogengs. Betul?" Al menganggukkan kepala. "Ya. Siapa lagi perusuh kota Graha jika bukan mereka. Mereka tersebar di mana-mana. Di setiap tempat selalu membuat onar. Pantas saja jika Kota Graha menjadi seperti ini. Miris sekali bukan? Oleh sebab itulah kita harus berjuang untuk dapat menumpas keberadaan mereka." "Kau benar. Kasihan sekali para penduduk kota jika kita tidak ikut turun tangan membantu." "Itulah kenapa kita berada di sini, Bray! Sebelum misi kita berhasil, pantang bagi kita untuk pergi dari kota Graha." Keduanya mengangguk sepemikiran. Al bangkit berdiri ingin meninggalkan Bray. "Mau ke mana?" "Mengobati luka." "Mau aku bantu?" "Tidak. Terima kasih." Lebih baik Al obati sendiri saja. Jika Bray membantu yang ada malah sakit nantinya. Usai dengan apa yang ia lakukan, hari menjelang petang. Sore ini Al tidak ikut latihan. Ia merasakan badannya sedikit pegal. Mungkin akibat pertarungannya dengan para preman di pasar tadi telah menyedot banyak tenaganya. Dia sudah geram hingga terpaksa merelakan kekuatan super yang dipunya untuk membantu. Lagi-lagi Al memandangi cincin yang tersemat di salah satu jarinya. Cincin yang sangat luar biasa banyak membantu di kala Al membutuhkan. Al tidak tahu sampai kapan misinya menumpas kejahatan dan menjadi penyelamat akan ia emban. Yang jelas, selagi ia masih mampu melakukannya, maka tak akan mungkin ia menyerah dan mundur. Di luar sana banyak orang yang mengharapkan bantuannya. Seperti para pedagang di pasar tadi. Al masih ingat ketika ia berhasil menumpas para preman. Lima orang berbadan kekar lari tunggang langgang meninggalkannya. Al juga sudah memberikan peringatan pada mereka, jika kembali berulah maka akan berurusan dengannya. Mana berani mereka membantah jika tidak ingin Al lempar sampai ke ujung dunia. Ucapan terima kasih banyak Al dapatkan tak hanya dari para pedagang tapi juga para pembeli. Dan pria tua yang sempat Al tolong justru memeluknya dengan mulut tak henti berucap rasa syukur. Ada rasa haru menelusup di dalam diri Al ketika dia dapat membantu sesama. Menyelamatkan mereka dari gangster perusak kota Graha. *** Evelyn Dion, gadis itu sempat kebingungan setelah keluar dari markas militer yang menaunginya selama beberapa hari ini. Hingga pada akhirnya mereka semua dipulangkan pada keluarga masing- masing. Barulah dengan terpaksa Eve harus keluar dan mencari kehidupannya sendiri karena ia menolak di bawa kembali ke daerah asalnya. Al yang memimpin langsung pengembalian para wanita yang jumlahnya mencapai seratus orang. Untuk diangkut kembali menggunakan kapal milik tentara militer. Dibawa kembali ke daerah asal mereka masing-masing. Sayang sekali karena Eve tetap bersikukuh menolak ikut pada rombongan. Bagi Eve, daripada dia kembali ke rumah paman dan bibinya tanpa membawa hasil apa-apa, yang ada dirinya akan kembali dianiyaya. Oleh sebab itulah kenapa Eve lebih memilih untuk mulai hidup mandiri tanpa harus dibayang-bayangi oleh kekejaman pengganti orang tuanya. Siapa lagi jika bukan Paman dan bibi. Orang yang sepatutnya melindungi justru menjualnya agar mereka tak lagi melihat Eve lagi. Lontang lantung di jalanan kota Graha yang sepi dan lengang, Eve tak menyangka sama sekali jika apa yang Al katakan benar adanya. Gadis itu sampai tercengang menyaksikan jalanan yang tak ramai seperti di kota tempat tinggalnya yang hampir dipenuhi oleh kemacetan. Ada apa gerangan dengan kota ini. Batin Eve bertanya. Satu hari Eve habiskan dengan mencari tempat tinggal dengan bekal sejumlah uang yang ia bawa. Sampai dia tiba di sebuah pemakaman bersih yang jauh dari kota. Di sanalah ia bertemu dengan sepasang kakek dan nenek yang baik hatinya. Mendapati Eve duduk di bawah pohon sembari menyeka keringat, Kakek yang sedang menyapu halaman pun tertarik untuk mendekati. "Hei ... Kau siapa? Kenapa ada di sini?" Kakek bertanya karena jika pengunjung makam rasanya tidak mungkin. Pria tua itu bisa membedakan mana orang yang memang ada tujuan ingin ke makam dengan yang tidak. Entah kenapa Eve begitu mempercayai pria tua itu sampai-sampai dia pun menceritakan semua akan asal usulnya sampai bisa tersesat di kota Graha. Kakek mendengar dengan seksama lalu menawari Eve untuk singgah di rumah mungil yang juga dipakai sebagai toko bunga. Biasanya orang yang ingin mengunjungi keluarga di pemakaman akan membawakan bunga. Itulah kenapa Eve tak heran jika ada toko bunga di tempat ini. Awalnya Eve sempat ragu, akan tetapi ketika kakek mengenalkannya dengan nanek yang pada akhirnya mau menolong dan menampungnya untuk sementara waktu sampai Eve mendapatkan tempat tinggal baru. Ucapan syukur terlontar berkali-kali dari mulut Eve. Setidaknya dia menjumpai orang-orang baik di tengah kerasnya kehidupan dan kejamnya dunia ini. "Tinggallah di sini, Eve. Kamu bisa membantu kami menjual bunga. Kakek dan nenek ini sudah tua. Sudah saatnya memiliki penerus toko bunga ini. Maaf jika hanya ini yang bisa kami berdua tawarkan kepadamu," ucap nenek dengan nada lembut membuat mata Eve berkaca-kaca. Bagaimana mungkin dia bisa semudah ini menemukan orang baik yang bahkan tak pernah Eve kenal sebelumnya. Selama ini hidup Eve penuh dengan penderitaan sekalipun dia tinggal bersama keluarganya. "Tak apa, Nek. Bagiku ini saja sudah cukup bagi saya. Terina kasih karena kakek dan nenek mau membantu saya dan memberikan saya tempat tinggal." Bukan tanpa sebab juga kakek dan nenek mau membantu Eve. Pasalnya mereka berdua juga merasa kesepian menghabiskan masa tua hanya berdua. Terlebih jika mengingat kembali masa-masa sulit mereka dulu kala membuat keduanya sangat merindukan anaknya. "Kek ... Nek ... maaf jika keberadaan saya di sini merepotkan kalian berdua." "Kau ini bicara apa, Eve. Justru kami senang pada akhirnya ada gadis baik yang dikirim Tuhan untuk membuat masa tua kami lebih berwarna. Eve ... jujur kami merasa kesepian karena hanya berdua di sini. Tak ada sanak keluarga. Apalagi jika kau tahu betapa sepinya kota Graha." "Kenapa kakek dan nenek masih bertahan untuk tetap tinggal di sini?" Eve bertanya. "Itu karena anak kami satu-satunya meninggal dan di makamkan di sini. Jadi kami tak akan meninggalkannya." "Maafkan saya, Kek ... Nek." Eve tercengang mendengar apa yang mereka ceritakan. Begitu menyayangi anaknya sampai rela menunggui dan tak akan meninggalkan tempat ini sampai setua ini. "Tidak apa, Eve. Kami senang karena sekarang ada teman." Tangan renta yang sudah keriput itu menyentuh lengan Eve sebagai tanda rasa suka karena keberadaan gadis itu. Namun, detik selanjutnya yang terjadi adalah tubuh Eve menegang hanya karena bersentuhan dengan sang nenek. Terlempar ke masa silam beberapa tahun yang telah lewat. Dengan mata membeliak Eve melihat semua. Ya, semuanya. Tragedi yang membuatnya tak kuat lagi menyaksikan sampai akhirnya tubuh Eve luluh lunglai hingga tak sadarkan diri. Menyisakan kepanikan bagi kakek dan nenek.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD