Falisha menautkan kedua alis setelah tiba di sebuah rumah mewah yang berada di hadapan dirinya malam hari ini. Ya. Oliver menepati janji kepada Falisha untuk mengajak Falisha bertemu dengan kedua orang tuanya di rumah keluarga besarnya. Oliver menunggu Falisha di basement tempat parkir mobil untuk pemimpin perusahaan seperti apa yang telah diucapkan oleh Oliver kepada karyawannya itu siang tadi. Walaupun menunggu dalam waktu yang cukup lama, Falisha datang menghampiri atasannya itu setelah jam kerjanya selesai sore hari ini.
“Turun,” ucap Oliver dengan nada dingin kepada Falisha yang duduk di samping dirinya saat ini.
Falisha yang sedang menatap kagum rumah yang ada di hadapan dirinya itu seketika tercengang saat mendengar suara bariton yang masih terdengar asing bagi dirinya masuk ke dalam indera pendengarannya. Sontak Falisha menyadarkan diri dari lamunannya lalu mengalihkan perhatian ke arah sumber suara di mana tampak atasannya itu sedang melepaskan seat belt yang menempel di tubuhnya saat ini.
“Ayo.. Turun.. Kita sudah sampai di rumah kedua orang tua aku,” ucap Oliver lagi sembari membuka pintu mobil sport mewah kesayangannya itu.
“I-Iya pak Oliver. Saya akan turun sebentar lagi,” balas Falisha sembari melepaskan seat beltnya.
Oliver turun dari mobil sport mewah milik dirinya itu dan tidak menghiraukan apa yang diucapkan oleh karyawannya itu.
Falisha mendecakan lidah kesal saat melihat sikap atasannya itu yang sangat menyebalkan bagi dirinya. “Laki-laki yang sangat menyebalkan sekali.”
Tak lama kemudian, Falisha turun dari dalam mobil atasannya itu lalu melangkahkan kaki mengejar laki-laki menyebalkan yang telah berada di depan pintu rumah kedua orang tua Oliver itu.
“Assalamu’alaikum,” ucap Falisha saat masuk ke dalam rumah keluarga Oliver yang tampak mewah itu.
“Wa’alaikumsalam,” balas papa Natan dan mama Rachel yang sedang menonton televisi di ruang tengah dengan kompak.
Falisha melangkahkan kaki menghampiri papa Natan dan mama Rachel lalu meraih punggung tangannya untuk dikecup dengan takdzim.
Oliver membulatkan kedua bola mata dengan malas saat melihat apa yang sedang dilakukan oleh Falisha kepada kedua orang tuanya itu saat ini. “Kamu tidak suah mencari perhatian kepada papa dan mama!” Oliver berkata dengan nada tegas kepada Falisha.
“Siapa yang mencari perhatian kepada kedua orang tua pak Oliver? Tidak ada yang mencari perhatian sama sekali kepada kedua orang tua pak Oliver. Saya sudah terbiasa melakukan hal ini sedari kecil iya Pak Oliver,” balas Falisha setelah berjabat tangan dengan papa Natan dan mama Rachel.
Oliver yang hendak membuka mulut untuk menjawab apa yang diucapkan oleh Falisha seketika mengatupkan mulutnya kembali saat mendengar suara lembut yang menginterupsi dirinya malam hari ini.
“Kamu kenapa berantem dengan wanita ini? Siapa wanita ini Oliver? Kamu datang langsung berantem tanpa memperkenalkan wanita ini kepada papa dan mama,” ucap mama Rachel yang memutuskan untuk mengambil alih situasi yang sedang ada di hadapan dirinya saat ini.
“Kenapa mama bertanya lagi kepada Oliver? Bukannya mama sudah pernah melihat wanita ini di dalam foto malam tadi?” Bukannya menjawab apa yang diucapkan oleh sang mama kepada dirinya saat ini. Tapi Oliver melontarkan pertanyaan kembali kepada sang mamanya itu.
“Kapan kamu dan wanita itu akan menikah?” sahut papa Natan tanpa basa basi kepada sang putra kesayangannya itu.
Duarrrr..
Falisha yang sedang menatap ke arah Oliver tercengang saat mendengar apa yang diucapkan oleh papa Natan kepada dirinya dan atasannya itu malam hari ini. Falisha menatap ke arah Oliver yang sedang diam sribu bahasa sembari menatap ke arah papa Natan dengan tatapan menghunus tajam saat ini.
“Jangan gila iya Pa! Papa pikir menikah itu semudah seperti membalikan telapak tangan? Iya pa?” ucap Oliver dengan nada tinggi.
“Oliver –” Mama Kania hendak memberikan peringatan kepada sang putra kesayangannya itu. Namun mama Kania menghentikan ucapannya saat sang suami memotong apa yang akan diucapkan oleh dirinya saat ini.
“Papa tidak mau tahu Oliver. Kamu berani berbuat juga harus berani bertanggung jawab dengan apa yang telah kamu lakukan saat ini,” sambung papa Natan.
Falisha yang merasa bingung dengan perdebatan yang sedang terjadi di antara Oliver dan sang papanya itu lantas memberanikan diri untuk berbicara malam hari ini.
“Sebelumnya maaf jika Caca lancang ikut campur masalah keluarga om dan tante. Tapi Falisha hanya ingin bertanya satu hal kepada om dan tante. Kenapa Caca harus menikah dengan Pak Oliver? Apa yang telah dilakukan oleh Pak Oliver kepada Caca sehingga Pak Oliver harus menikah dengan Caca?” ucap Falisha dengan nada sopan.
“Kamu tidak usah sok polos! Semua ini kan yang kamu inginkan dari aku!” bentak Oliver dengan nada tinggi kepada Falisha.
Plak!!!
Satu tamparan diberikan oleh mama Rachel kepada sang putra kesayangannya itu setelah mendengar anak laki-laki semata wayangnya itu membentak Falisha dengan nada tinggi. Sungguh.. Mama Rachel tidak pernah menyangka jika sang putra kesayangannya itu yang telah dididik dengan baik oleh dirinya akan berkata kasar kepada seorang wanita seperti saat ini.
Oliver terkesiap saat mendapatkan tamparan keras dari sang mama malam hari ini. Oliver mengusap pipi yang terasa perih setelah ditampar oleh sang mamanya itu. Tidak hanya Oliver yang terkesiap dengan tamparan yang telah dilakukan oleh mama Rachel kepada laki-laki muda yang tampan itu. Namun papa Natan dan Falisha juga merasakan hal yang sama seperti apa yang dirasakan oleh Oliver saat ini.
“Kenapa mama menampar Oliver hanya demi wanita ini?” tanya Oliver dengan tatapan tajam kepada sang mamanya itu.
“Sejak kapan mama mengajarkan kamu untuk bersikap kasar kepada seorang wanita?” Bukan menjawab apa yang ditanyakan oleh sang putra kesayangannya itu. Namun mama Rachel melontarkan pertanyaan kembali kepada sang putra kesayangannya itu.
Diam..
Oliver diam seribu bahasa saat mendengar apa yang diucapkan oleh sang mama kepada dirinya. Ya. Oliver dengan terpaksa menahan rasa kesal yang sedang menyelimuti did alam dirinya saat ini. Oliver menatap ke arah Falisha dengan tatapan penuh rasa benci yang sangat dalam di dalam hatinya itu.
Mama Rachel yang telah terlanjur sangat kecewa kepada sang putra kesayangannya itu lantas memutuskan untuk mendudukan tubuhnya di sofa yang berada di ruang tengah sembari berusaha untuk menahan buliran bening yang telah menganakpinak di pelupuk matanya itu malam hari ini. Ya. Mama Rachel merasa sangat kecewa dengan sang putra kesayangannya itu yang telah dididik dengan penuh rasa sayang dan sepenuh hatinya sejak kecil. Namun sikap sang putra kesayangannya itu yang berubah membuat mama Rachel merasa kecewa kepada anak laki-laki semata wayangnya itu.
Huft..
Papa Natan menghela nafas berat untuk menenangkan diri dan mengendalikan emosinya dengan apa yang sedang terjadi di hadapan dirinya saat ini. Papa Natan dengan sengaja tidak melerai apa yang telah dilakukan oleh wanita yang sangat dicintai oleh dirinya itu karena laki-laki paruh baya itu juga merasa sangat kecewa dengan apa yang telah diucapkan oleh sang putra kesayangannya itu.
“Kamu harus menikah dengan wanita itu lusa! Papa tidak menerima penolakan!”