Rumah Tanpa Cinta

1391 Words
PRANGG! Suara pecahan kaca terdengar begitu nyaring. Anna yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi segera berlari keluar untuk melihat apa yang sedang terjadi. Dia bahkan masih mengenakan baju handuk dengan rambut yang meneteskan air. "DASAR ISTRI KURANG AJAR! SUAMI BARU PULANG KERJA LANGSUNG DI CURIGAI! HARUSNYA KAMU TAHU DIRI, KALAU AKU MELAKUKAN INI SEMUA UNTUK KELUARGA KITA!" "Bagaimana bisa aku tidak mencurigai kamu, Mas? Sedangkan kamu pulang dalam keadaan mabuk? Dan jelas terlihat bekas lipstik di pakaian kamu, Mas." "JADI KAMU MENUDUH AKU SELINGKUH? IYA?!" Anna memejamkan mata sejenak. Selalu saja begini setiap kali Edo pulang ke rumah. Terkadang Anna merasa muak dan ingin pergi dari sini, namun satu sisi dia juga tidak ingin meninggalkan Kinan. Kinan menundukkan kepala. Wajahnya sudah basah dengan air mata. "Maaf, Mas. Tapi aku tidak bisa berpikir positif setiap kali melihat kamu pulang dalam keadaan seperti ini." Edo mendengus kasar. Matanya memerah dengan tampilan yang sangat kacau. Sejak tiga tahun yang lalu, dia sering pergi keluar kota dengan alasan pekerjaan. Tidak ada lagi waktu untuk keluarga. Sangat berbanding terbalik dengan sifatnya yang dulu. Kini semua sifat baiknya hilang tergantikan dengan emosional yang begitu tinggi. Tidak ada yang tahu, apa penyebab pasti berubah nya sifat Edo pada Kinan dan juga Anna. Pria berusia empat puluh tujuh tahun itu mengangguk-anggukan kepala, menatap sang istri sambil tersenyum smirk. "Baiklah, mungkin ini memang waktu yang tepat untuk kamu mengetahui semuanya." Sontak Kinan mengangkat kepala, menatap curiga dan juga cemas pada Edo. "Maksud kamu apa, Mas? Apa selama ini kamu menyembunyikan sesuatu dari aku?" Anna yang masih berdiri di lantai atas dengan pandangan yang terfokus pada orang tuanya, merasa khawatir jika apa yang dia takut kan selama ini akan menjadi kenyataan. Apalagi setelah Edo mengatakan seperti itu. Edo melangkah lebih dekat pada Kinan sampai wanita itu semakin jelas mencium aroma alkohol dari baju suaminya. Edo mengangkat dagu Kinan, menatapnya dengan tajam dan membuat wanita itu merasa ketakutan. Tubuhnya pun sampai bergetar. "Kecurigaan kamu padaku memang benar adanya. Aku telah berselingkuh di belakang kamu," ucap Edo berkata jujur. PLAK! Dengan air mata yang semakin luruh, Kinan melayangkan tamparan keras pada sebelah pipi suaminya. Pria itu mundur beberapa langkah sambil tersenyum miring, merasakan panas pada bekas tamparan tadi. Anna menutup mulutnya dengan telapak tangan. Dia sangat merasa kecewa dan tidak menyangka atas kejujuran papanya yang mengatakan telah berselingkuh selama ini. Ternyata, kecurigaan Anna dan juga Kinan terbukti benar. "KETERLALUAN KAMU MAS! KENAPA KAMU TEGA MELAKUKAN INI SAMA AKU? APA SALAH AKU SAMA KAMU, MAS?!" Amarah Kinan meledak-ledak. Selama ini dia telah mencoba sabar dan berpikir positif, tapi kelakuan Edo justru semakin menjadi. Edo tertawa mengejek. "Kamu tanya sama aku, apa kesalahan kamu selama ini?" tanyanya dengan mata menyorot tajam. Bahkan rahang nya kini terlihat mengeras. Pria itu mengapit kedua pipi Kinan. "Kamu dengar ini baik-baik. Kesalahan kamu adalah telah menerima perjodohan orang tua kita! Dan karena aku menikah dengan mu, aku jadi kehilangan cinta sejati ku!" teriaknya sambil melepaskan cengkeraman di pipi Kinan. PRANG! Vas bunga yang semula berada di atas meja kini telah hancur berkeping-keping setelah lempar kasar pada lantai oleh Edo. "KAMU TELAH MEREBUT KEBAHAGIAAN KU DENGAN SARI! DAN SEKARANG KAMU MASIH BISA BERTANYA, APA SALAH KAMU, HA?!" Kinan tersentak kaget. Dia menangis tersedu-sedu sambil menundukkan kepalanya. Tidak tega melihat Kinan yang terus disakiti oleh papa nya, segera Anna berlari menuruni anak tangga menghampiri orang tuanya. "CUKUP, YAH! AYAH KETERLALUAN SAMA BUNDA! AKU KECEWA SAMA AYAH!" Anna memeluk tubuh Kinan yang bergetar. "Anna kamu jangan ikut campur masalah orang tua. Sekarang kamu masuk ke dalam kamar!" Anna menggeleng tegas, menolak perintah papa nya. "Gak! Aku gak akan membiarkan Ayah menyakiti Bunda lagi!" Edo mengusap wajahnya dengan frustasi. Walau bagaimana pun, dia tidak mungkin bersikap kasar pada Anna. Dia sangat menyayangi anak semata wayang nya, walau tidak ada cinta untuk Kinan, wanita yang telah melahirkan Anna ke dunia. Tidak ingin lepas emosi pada Anna, dia memilih untuk masuk ke dalam kamar. Meninggalkan dua perempuan itu yang sedang menangis sambil berpelukan. ••• Anna berjalan dari arah dapur sambil membawa segelas teh hangat ke arah halaman samping rumah. Di sana ada Kinan yang sedang duduk di bangku taman dengan mata sembab nya. Anna duduk di samping Kinan, lalu menyerahkan minuman tersebut pada nya. "Bun, di minum dulu." Kinan tersenyum tipis seraya menerima minuman tersebut. "Terima kasih, Sayang." "Kenapa kamu masih di sini? Memang nya gak mau pergi ke kantor?" Kinan bertanya setelah meminum minumannya. Anna tersenyum sambil menggelengkan kepala beberapakali. "Enggak, Bunda. Aku gak mau sesuatu yang buruk terjadi lagi sama Bunda. Aku akan menemani Bunda di sini." "Bunda gak apa-apa, Nak. Sekarang kamu bersiap pergi ke kantor ya. Kamu harus memberikan contoh yang baik pada para karyawan kamu," ucap Kinan sambil menatap lembut putrinya. "Tapi aku khawatir kalo nanti Ayah menyakiti Bunda lagi," balas Anna. "Bunda bisa jaga diri, Sayang. Ayah kamu juga sedang istirahat di kamar." Anna menghela napas panjang. Dia tidak tega jika harus meninggalkan Kinan berdua dengan Edo di rumah. Pria tua itu menjadi sangat kasar dan mudah emosi. Melihat kekhawatiran Anna, wanita itu tersenyum lembut sambil mengusap bahu putrinya. "Jangan khawatirkan, Bunda. Kamu bersiap ke kantor sana." Anna menghela napas berat. Memang hari ini dia ada jadwal untuk memantau perkembangan proyek. "Tapi Bunda harus berjanji dulu sama aku. Kalo nanti Ayah bersikap kasar lagi sama Bunda, Bunda harus segera menghubungi aku." "Iya, Sayang. Bunda janji." Sebenarnya ada sesuatu yang mengganjal dalam hati Anna, terkait dengan pertengkaran orang tuanya tadi. "Anna, kenapa malah melamun, Sayang?" "Bun, boleh aku bertanya sesuatu?" Anna bertanya ragu. Kinan tersenyum sambil mengusap punggung tangan Anna. "Apa yang ingin kamu tanyakan?" "Apa maksud ucapan Ayah tadi? Apa benar jika kalian menikah karena di jodoh kan?" Mendengar pertanyaan itu, senyum di bibir Kinan perlahan memudar. Dia menatap lurus ke depan, seolah menerawang jauh ke beberapa puluh tahun yang lalu. "Iya, Bunda sama Ayah menikah karena permintaan dari orang tua kami. Saat itu, Ayah sedang menjalin hubungan dengan kekasihnya yang bernama Sari. Namun, karena kami di paksa untuk menikah, hubungan mereka pun terpaksa harus berakhir." "Kenapa Ayah sama Bunda gak menolak pernikahan itu? Untuk apa kalian menikah, kalo gak ada cinta?" Kinan tersenyum tipis seraya menoleh pada Anna. "Sayangnya kami gak bisa menolaknya, karena itu merupakan permintaan terakhir dari almarhum Kakek kamu, Anna. Akhirnya kami terpaksa harus menerima pernikahan tersebut, walau tidak pernah ada cinta yang tumbuh dalam hati Ayah kamu untuk Bunda." Anna berdecih dalam hati. Dia paling tidak suka saat mendengar paksaan. Karena sesuatu yang tidak berasal dari hati, sudah pasti tidak akan berakhir bahagia. Terbukti sekarang pada pernikahan orang tuanya. Sekarang Kinan yang menjadi korban dari pernikahan sialan itu. "Jadi yang selama ini Ayah lakukan sama Bunda di depan mata ku, itu semua hanya sandiwara?" Kinan menatap sendu pada Anna. "Maaf, Sayang." Anna sangat kecewa mendengar kenyataan itu. Selama ini, orang tuanya selalu bersikap romantis seolah menunjukkan kalau mereka saling mencintai di depan mata Anna. Tapi ternyata semuanya palsu. Sampai akhirnya Anna sadar, jika sandiwara itu telah berakhir sejak tiga tahun yang lalu. Dia meringis saat membayangkan perlakuan kasar Edo terhadap Kinan selama ini di belakangnya. Betapa menderitanya Kinan mendapatkan perilaku kasar dari suaminya sendiri. Dan bodohnya Anna, dia telah begitu mempercayai topeng busuk yang selama ini dia nikmati. Satu tetes air mata membasahi pipi Anna. Hatinya terasa sakit. "Bun, apa ini berarti aku lahir ke dunia tanpa harapan dari kalian?" Kinan tersentak kaget mendengar pertanyaan Anna. "Kamu bicara apa? Kenapa bisa berpikir seperti itu?" "Bunda sendiri kan yang bilang tadi, kalau gak ada cinta yang tumbuh dalam pernikahan kalian? Aku telah menjadi beban kalian. Mungkin kalo aku gak lahir ke dunia, Bunda bisa lepas dari pernikahan tanpa cinta ini." Suara Anna bergetar, merasakan sesak dalam hati. Kinan menggeleng-gelengkan kepala. "Kamu tidak boleh bicara seperti itu, Anna. Kamu bukan beban bagi kami. Justru kamu adalah pelangi bagi hidup Ayah dan Bunda." "Bohong! Gak mungkin aku menjadi pelangi kalo gak ada kebahagiaan dalam pernikahan kalian!" Anna bangun dari posisi duduknya. Kinan mencoba untuk meraih tangan Anna. "Tolong jangan pernah berpikir seperti itu, Anna. Bunda sama Ayah sangat mencintai kamu, Nak." Anna memejamkan mata sejenak. Setelah mendengar semuanya, Anna justru seperti menjadi beban buruk bagi orang tuanya. Mungkin jika dia tidak lahir ke dunia, mereka bisa berpisah tanpa harus memikirkan nasib nya. "Aku kecewa sama kalian!" Anna memutar tubuh, lantas berlari dengan air mata yang semakin mengalir deras di kedua pipi. "ANNA, TUNGGU!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD