Sebuah mobil mewah berwarna putih terhenti di depan gedung perusahaan. Pintu mobil terbuka, menampilkan seorang perempuan anggun dengan balutan dress sederhana merah muda yang dipadukan blazer putih. Rambut ikal panjangnya sedikit tertiup angin, membuatnya semakin terlihat mempesona. Kaki jenjangnya melangkah begitu anggun memasuki gedung perusahaan tempatnya bekerja.
Dia adalah Annabelle Zavia William. Tiga tahun telah berlalu, Anna semakin memancarkan pesona kecantikannya. Di usia yang ke 24 tahun, dia telah mendapatkan kepercayaan dari Edo - Ayahnya untuk menjabat sebagai CEO di William Corp. Tidak hanya cantik, dia juga tumbuh menjadi perempuan yang pintar. Terbukti saat acara wisuda kelulusan, dia mampu meraih nilai tertinggi.
"Selamat pagi, Bu!"
"Pagi, Bu Anna!"
Anna membalas semua sapaan dari para karyawan nya dengan senyuman dan anggukan. Menjadi seorang CEO tentu Anna harus memiliki attitude yang baik sebagai contoh untuk para karyawan nya.
Sesampainya di ruangan kerja, ia menyimpan tas nya di atas meja, lantas mendudukkan tubuh di kursi kebesarannya. Hari ini, akan ada banyak agenda penting yang mesti dia lakukan.
BRAK!
Anna tersentak kaget saat mendengar suara pintu yang terbuka dengan kasar. Dia menghela napas berat saat melihat kedatangan sahabat sekaligus sekretarisnya, Rainie.
"Lo bisa ketuk pintu lebih dulu sebelum masuk ke dalam ruangan orang," ucap Anna menatap malas pada Rainie.
Rainie cengengesan bodoh sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Iya-iya, gue minta maaf, Bu Bos."
"Kenapa?" Anna bertanya to the point.
"GA TO THE WAT! SAINGAN BISNIS LO KALI INI ADALAH DANIEL ARGANTARA!"
Anna yang belum konek hanya memberikan anggukan santai. "Oh...." Sampai akhirnya, nama yang semula Rainie sebut seolah terngiang di telinganya.
Rainie mengangkat sebelah alisnya. "Oh?"
Anna mengerutkan kening menatap Rainie, memang nya ada apa dengan jawaban 'oh?'
Tunggu, apa katanya tadi? Daniel Argantara? Mantan yang sudah memutuskan Anna hanya karena tak ada rasa cinta lagi? Oh, no!
"WHAT?! DANIEL ARGANTARA?!" Anna menjerit kencang. Matanya sampai melotot.
"Yap! Benar sekali, Nona!"
Anna mengatur napasnya yang memburu. Dia bersandar pada penyangga kursi. Memijat pelipis nya yang sedikit berdenyut. "Gimana bisa? Kenapa harus dia?"
Rainie menghembuskan napas panjang, seraya menggeleng kepala. "Lo harus tetap profesional. Jangan mundur hanya karena bersaing sama Daniel."
Tiga tahun setelah Daniel mengakhiri hubungan mereka melalui chatting, tidak pernah sekalipun Anna menjumpainya. Bahkan kabar yang dia dapat, jika Daniel pergi ke Amerika dan melanjutkan studi nya di sana. Setelah itu, Anna tidak tahu lagi bagaimana kabar lelaki itu.
"Apa lo masih ada rasa cinta sama Akang Mantan?" Rainie bertanya.
Anna terdiam sejenak. "Cinta? Mungkin masih ada sedikit rasa cinta yang tersisa di hati gue buat dia. Tapi luka yang pernah dia toreh kan sama gue, masih sangat terasa membekas."
Rainie memajukan wajahnya. "Sekarang waktunya buat lo untuk membuktikan sama Daniel, kalo lo bisa jadi wanita yang sukses. Dan buat dia nyesel karena udah putusin lo," ucapnya memberi saran dengan serius.
Membuat Daniel menyesal? Anna tertarik untuk melakukan itu.
"Tapi gimana caranya?"
"Menangkan tender pembangunan jalan tol itu dari Daniel! Buktiin sama dia, kalo lo bisa lebih unggul daripada dia."
Ide yang bagus! Anna tersenyum smirk. Dia akan berusaha untuk memenangkan tender itu dari Daniel. Dia ingin membuat Daniel menyesal karena telah melepaskan perempuan secantik dan sepintar dirinya.
•••
"AYO CEPETAN! LO LELET BANGET SIH!"
Rainie mendengus kesal mendengar Anna yang terus protes. Ia semakin menambah laju kecepatan mobilnya.
"CK, GIMANA BISA GUE DAPET PROYEK ITU KALO LO NYETIRNYA AJA LAMA BANGET!"
"Jangan berisik dong! Lo buat gue kehilangan konsentrasi, Bego!"
Anna melihat jam di ponsel nya. Saat ini mereka sedang berada di perjalanan menuju tempat meeting.
Lima menit kemudian, akhirnya mereka sampai di tempat dengan selamat. Kedua perempuan itu segera berjalan menuju tempat meeting akan berlangsung. Mendadak Anna merasakan debaran pada jantungnya. Membayangkan bagaimana reaksi Daniel saat bertemu dengannya? Pasti sangat mengejutkan.
Rainie sudah akan mengetuk pintu ruang meeting, namun Anna segera mencegahnya.
"Tunggu dulu!"
"Kenapa?"
"Kok gue jadi gugup ya? Udah lama banget gak ketemu sama Daniel."
Rainie mendengus kesal. "Bersikap profesional, Anna. Kalo nanti lo liat keberadaan Daniel. Liat dia sebagai saingan bisnis lo, bukan sebagai mantan pacar," ucapnya.
Anna mengangguk beberapa kali. Memejamkan mata sejenak dan mengambil napas dalam.
"Gimana? Udah siap belum?" Rainie bertanya dan Anna menganggukinya.
TOK! TOK! TOK!
"Silahkan masuk!"
Rainie mempersilahkan Anna untuk masuk lebih dulu. Di dalam ruangan tersebut sudah di hadiri beberapa perwakilan perusahaan.
"Selamat siang semuanya! Maaf karena kami sedikit terlambat," ucap Anna sambil tersenyum sopan.
"Ah, tidak apa-apa, Bu Anna. Silahkan duduk."
Anna tidak melihat keberadaan Daniel di sana. Dia berbisik pada Rainie yang duduk bersebelahan dengannya.
"Gak ada Daniel di sini. Jangan bilang lo cuma lagi bohongin gue?" curiga Anna menatap Rainie dengan mata memicing.
Belum sempat Rainie menjawab, kedatangan dua orang membuat pandangan seketika teralih kan.
"Selamat siang!"
Tubuh Anna membatu begitu melihat keberadaan orang yang selama tiga tahun ini tidak ia temui. Ia terpaku melihat sosok yang berdiri gagah dengan balutan jas hitam yang semakin membuatnya terlihat tampan.
Mas Mantan....
Aku merindukan nya....
Daniel....
Nama itu berlagu lirih dalam sanubari. Anna tidak munafik, ia merindukan lelaki itu.
Menyadari lamunan Anna yang terpaku pada Daniel, membuat Rainie menghela napas panjang. Dia mendorong pelan bahu Anna hingga membuat perempuan itu tersadar.
Anna meringis. "Sorry ...."
"Silahkan duduk, Pak Daniel."
Tanpa sengaja, tatapan mereka bertemu saat Daniel hendak duduk di kursi yang tersedia. Keterkejutan juga terlihat dari wajah lelaki itu, namun dengan segera dia menormalkan kembali ekspresi wajahnya. Mereka yang masih sama-sama terkejut, bersikap seolah tidak saling mengenal satu sama lain.
Meeting berlangsung dengan lancar, sampai akhirnya sesi presentasi di mulai. Dua perwakilan dari perusahaan lain telah menyampaikan bahan presentasi nya. Tersisa hanya perusahaan William Corp dan Argantara Group.
"Silahkan untuk perwakilan dari perusahaan William Corp, agar menyampaikan presentasi nya di depan."
Anna menarik napas dalam-dalam, sebelum akhirnya dia maju ke depan. Tatapan Anna tidak sengaja berpadu pandangan dengan Daniel. Suatu kejutan bagi Anna karena Daniel tersenyum ke arah nya dan seolah mengatakan 'semangat Anna' tanpa bersuara.
Presentasi telah Anna sampaikan dengan sempurna. Berbagai pertanyaan yang diajukan pun dapat dia jawab dengan mantap. Kini giliran Daniel yang maju untuk menyampaikan presentasi nya. Selama Daniel berdiri di depan, tidak ada hentinya Anna menatap kagum pada lelaki itu.
"Fokus, Anna. Fokus."
Anna mendelik tajam ke arah Rainie, membuat perempuan itu tersenyum mengejek.
Sampailah di akhir keputusan, dimana akan ada satu di antara empat perusahaan yang akan memenangkan tender proyek pembangunan jalan tol.
"Baiklah, setelah saya tinjau dengan baik dan teliti. Tender pembangunan jalan tol akan dimenangkan oleh...."
Anna berdoa dalam hati agar nama perusahaan tersebut sebagai pemenang dari tender ini.
"Menang, please! Menang!" Anna berucap dalam hati.
"William Corp!"
PROK! PROK! PROK!
Suara tepuk tangan yang bergemuruh, membuat Anna terkejut dan bahagia karena bisa memenangkan tender ini.
Anna dan Rainie berjalan bersama menuju parkiran. Rasa bahagia mengiringi ke pulangannya.
"Anna!"
Melihat Daniel yang berlari ke arah mereka. Rainie memutuskan untuk masuk ke dalam mobil lebih dulu.
Anna tersenyum menyambut kedatangan lelaki itu. Debaran di jantungnya semakin terasa.
"Selamat atas kemenangan perusahaan kamu." Daniel tersenyum sambil mengulurkan tangan pada Anna.
Anna menatap tangan Daniel, lalu dengan ragu dia membalas uluran tangan tersebut. Ah, Anna bermimpi apa semalam bisa kembali bertemu dengan Daniel dan bahkan bisa merasakan sentuhan tangan lelaki ini lagi?
"Terima kasih."
"Kamu emang perempuan pintar, Anna. Aku bangga sama kamu."
Anna tersipu mendengarnya.
"Ah ya, aku minta maaf atas kejadian tiga tahun yang lalu."
Anna menduga-duga dalam hati, mungkinkah Daniel akan mengajak nya untuk kembali menjalin hubungan? Jika benar, maka dengan lantang Anna akan menjawab 'IYA!'
"Hm, gak apa-apa."
DDRRRTTTT
DDRRRTTTT
"Aku akan menjawab panggilan yang masuk dulu," ucap Daniel yang langsung di anggukan oleh Anna.
Anna melihat ke arah mobil, tepatnya pada Rainie yang sedang tersenyum menggoda. Semakin membuat Anna malu dan bahagia.
"Halo, Sayang. Ada apa?"
DUARR!
Senyum di bibir Anna hilang seketika. Sayang? Siapa yang Daniel panggil sayang?
"Tentu, Sayang. Aku akan makan siang di rumah bersamamu."
Anna semakin merasa sesak hatinya, mendengar ucapan Daniel di telepon.
"Baiklah. I love you, Honey."
Daniel memasukkan ponsel ke dalam saku jas setelah mengakhiri obrolan nya di telepon.
"Anna, aku permisi karena harus pulang sekarang. Istriku sudah menunggu di rumah."
Anna tersentak kaget. "I-istri?"
Daniel tersenyum sambil mengangguk. "Iya. Aku sudah menikah tiga bulan yang lalu. Maaf karena gak ngasih undangan sama kamu. Pernikahan kami dilangsungkan di Amerika."
Anna memasak kan diri untuk tetap tersenyum, meski gelojak api cemburu sudah membara dalam hati.
"I'ts okay, no problem. Selamat untuk pernikahan kamu dan istri."
"Terima kasih."
Setelah Daniel pergi dari hadapannya, Anna berlari ke arah mobil dengan air mata yang tidak sanggup dia tahan. Dia membuka pintu kemudi, membuat Rainie yang duduk di sana mengerut heran.
"Keluar!"
"Eh, kenapa lo?"
"Gue bilang keluar, Rainie! Biar gue yang nyetir!"
Baiklah, Rainie mengalah dan membiarkan Anna yang duduk di kursi kemudi. Belum sempat Dia memasang seatbelt, Anna melaju kan mobil dengan kecepatan tinggi.
"AAAAA! ANNA, APA YANG LO LAKUIN, ANJIRR? KALO LO MAU BUNUH DIRI, GAK USAH AJAK-AJAK GUE!"
Anna semakin menginjak pedal gas. Air mata semakin deras membasahi pipi, mengingat apa yang Daniel katakan tadi kalau dia sudah menikah. Baru saja Anna kembali merasa bahagia karena bertemu lelaki itu, tapi seketika dia juga merasakan pedih yang luar biasa.
"ARGH! GUE BENCI SAMA LO, DANIEL!"