40 Hari Sebelum Persidangan
Sagara memalingkan wajahnya. Dia tidak ingin kembali terlihat lemah di depan Tristan. Sekalipun Tristan tidak akan menertawakan dirinya, Sagara tetap tidak ingin terlihat lemah di depan temannya sendiri.
Selain sangat dekat dengan Sagara karena mereka adalah teman sejak SMA, Terista juga sangat dekat dengan Feli. Bahkan Yuda yang adalah mantan kekasih Feli saja masih tidak sedekat Tristan dan Feli. Kadang Sagara juga curiga kalau Tristan menyimpan perasaan pada Feli. Tapi melihat bagaimana hubungan Tristan dan Tarisha, sepertinya Sagara tidak perlu merasa curiga lagi.
“Kenapa memangnya kalau masalah Feli?” Tanya Sagara sambil menghembuskan kembali asap rokok dari bibirnya.
Sagara tidak terbiasa merokok sebanyak ini dalam waktu yang singkat, sekarang dia mulai merasa kalau paru-parunya sesak akibat terlalu banyak menghirup asap rokok. Sepertinya sebentar lagi Sagara harus menghentikan kegiatannya ini kalau dia tidak ingin berakhir di rumah sakit karena penyakit asma yang dia derita jadi kambuh lagi.
“Tidak apa-apa. Aku hanya bertanya padamu..” Tristan menjawab dengan sangat santai.
Sagara sebenarnya sangat malas kalau dia harus menceritakan bagaimana perasaannya saat ini. Dengan menceritakan apa yang dia rasakan, maka Sagara akan kembali menunjukkan kelemahannya pada Tristan.
Memangnya kenapa kalau seperti itu? Bukankah selama ini ketika Sagara sedang memiliki masalah, dia akan berlari pada Tristan dan menceritakan keluh kesahnya?
Tristan memang terlihat sangat tidak peduli pada sekitarnya karena dia tipe pria yang jarang berbicara. Tapi sebenarnya, Tristan jauh lebih peduli pada pada seorang teman yang hanya ingin tahu apa masalah yang sedang mendera Sagara tanpa bisa memberikan solusi seperti yang biasanya dilakukan oleh Tristan.
Usia Tristan dan Sagara hanya terpaut beberapa bulan saja, tapi kenapa Tristan selalu bersikap jauh lebih dewasa dari pada Sagara?
“Apa yang harus aku lakukan sekarang? Feli akan menikah sebentar lagi”
Benar, pada akhirnya Sagara memang kembali menceritakan apa yang dia rasakan karena semua ini benar-benar menyiksa hatinya sendiri. Sagara memang tidak ingin mengacaukan rencana pernikahan Feli dan membuat wanita itu jadi bersedih, tapi kalau hanya diam saja seperti ini.. rasanya juga sangat menyiksa batinnya. Sagara tidak sanggup menahan semua ini sendirian.
Kalau bisa, sejak dulu Sagara akan mencinta wanita lain saja. Banyak sekali gadis muda yang mengidolakan dirinya, kenapa Sagara tidak jatuh cinta saja pada mereka? Kenapa Sagara malah menjatuhkan hatinya pada seorang wanita yang sudah memiliki kekasih, bahkan dia akan menikah beberapa bulan lagi. Ah, andai saja Sagara bisa mengatur isi hatinya, sudah pasti Sagara akan jatuh cinta pada orang lain saja.
Selama ini Sagara memang hanya mengagumi Feli tanpa pernah mengatakan perasaannya secara jelas. Tapi, semua orang juga sudah tahu kalau diam-diam Sagara menyimpan rasa pada Feli. Bahkan, kekasih Feli sendiri sepertinya juga sudah tahu. Mau bagaimana lagi? Sagara memang bisa menahan bibirnya untuk tidak mengatakan apapun pada Feli, tapi Sagara sama sekali tidak bisa menahan matanya yang berbicara mengenai kebenaran isi hatinya.
“Culik saja Feli, lalu kacaukan pernikahannya..” Kata Tristan dengan santai.
Sagara mengalihkan pandangannya. Tidak, tidak mungkin Sagara melakukan semua itu.
Sagara sama sekali tidak berharap kalau Feli akan berbalik dan memandang pada dirinya, tidak.. hal itu tidak pernah terlintas di dalam pikiran Sagara. Sekali saja tidak pernah.
Yang sekarang sedang ingin ditanyakan oleh Sagara adalah bagaimana caranya agar dia bisa mengatasi rasa sakit hatinya ketika nanti dia akan melihat Feli duduk di pelaminan bersama dengan Ken?
Sagara memang mengakui kalau Ken dan Feli terlihat sangat cocok satu sama lain. Tapi tetap saja, Sagara akan merasa sangat sakit hati kalau dia menyadari jika Feli sudah menjadi milik orang lain. Sagara tidak akan bisa menahan tatapannya yang akan memancarkan cahaya penuh dengan luka.
“Aku tidak bisa melakukan itu, Tristan..” Kata Sagara sambil menatap Tristan.
Tidak, mengacaukan kebahagiaan Feli adalah hal terakhir yang terlintas di dalam pikiran Sagara. Sekalipun pada akhirnya Sagara yang akan terluka, dia sama sekali tidak keberatan. Sekarang Sagara hanya merasa sangat khawatir dengan dirinya sendiri, saat melihat Feli menikah, Sagara takut kalau dia sampai melakukan sesuatu yang akan membuat Feli tersakiti. Ya, orang yang sedang sakit hati memang sering melakukan sesuatu yang tidak terduga, bukan?
“Kenapa tidak bisa? Bukankah kamu menyukai Feli?” Tanya Tristan.
Sagara mengernyitkan dahinya sambil menatap Tristan karena dia kebingungan. Kenapa Tristan seperti mendukung Sagara untuk melakukan sesuatu yang salah?
Tidak, Sagara sadar kalau dirinya memang tidak pantas untuk berharap memiliki Feli. Wanita itu berada di tempat yang terlalu tinggi, Sagara tidak memiliki cukup kekuatan untuk menggapai Feli. Jika membiarkan Feli bersama dengan Ken, maka Sagara melakukan hal yang benar.
Tapi bagaimana dengan hatinya?
“Aku memang menyukainya, tapi tidak bisa bersikap egois, bukan? Aku menyukainya dan aku ingin dia selalu bahagia. Yang aku tahu, Feli akan bahagia kalau dia bersama dengan Ken, pria itu pasti bisa membuat Feli merasa bahagia sepanjang hidupnya..” Kata Sagara dengan pelan. Tangannya terulur untuk mematikan nyala rokok miliknya. Sudah cukup, Sagara tidak membutuhkan rokok lagi. Dia harus menenangkan hatinya sendiri, merokok sama sekali tidak membantunya.
Sagara menghembuskan napasnya dengan pelan. Dia telah membuat kesalahan besar dengan merokok di tempat ini. Sagara tidak seharusnya melakukan ini mengingat jika besok mereka harus kembali bekerja di studio ini.
Bagaimana kalau Feli tahu apa yang dia lakukan di sini? Sagara mengingat jika Feli pernah menangis tersedu-sedu ketika dia masuk rumah sakit karena asma yang dia derita kambuh saat sedang merokok seperti ini. Iya, Feli memang sangat peduli pada semua orang, wanita itu selalu berharap kalau tidak ada satupun hal buruk yang terjadi di sekitarnya.
Sagara melakukan hal yang salah lagi, apa yang harus dia lakukan sekarang?
“Jadi kamu juga ingin dia bahagia?” Tanya Tristan.
Apapun yang terjadi, satu-satunya hal yang diinginkan oleh semua orang adalah melihat senyuman bahagia yang ditampilkan oleh Feli. semua orang juga tahu kalau senyuman Feli bisa memperbaiki keadaan buruk yang terjadi di sekitar mereka. Benar, Feli memang sehebat itu. Apapun yang dilakukan oleh wanita itu bisa berimbas baik pada orang lain sehingga Sagara juga sangat ingin melihat Feli terus tersenyum bahagia.
Kalau ada satu orang yang menyakiti Feli, sudah bisa dipastikan akan ada banyak sekali orang yang akan berdiri untuk melindungi wanita itu. Iya, ada banyak orang.. dan Sagara juga akan berdiri di barisan yang sama. Sayangnya, sampai kapanpun Sagara akan tetap berdiri bersama dengan banyak orang yang mencinta Feli dengan sama besarnya. Ada banyak sekali orang yang mencinta wanita itu, tapi hanya satu pria beruntung yang bisa mendapatkan hati Feli. Ken, andai saja pria itu tidak terlalu sempurna, sudah bisa dipastikan kalau Sagara akan bersaing dengan pria itu untuk mendapatkan hati Feli. Sayangnya, sama sekali tidak memiliki kekuatan ataupun kebahagiaan yang bisa dia janjikan pada Feli. Wanita itu sudah menemukan orang yang tepat, Sagara tidak akan bisa melakukan apapun untuk merebut hati Feli.
“Tentu saja. Aku mencintainya karena aku merasa sangat senang ketika melihat dia senang..” Kata Sagara sambil tersenyum kecut. Dia senang ketika melihat senyuman Feli sekalipun dia tahu jika alasan Feli tersenyum bukanlah dirinya. Wanita itu memiliki banyak sekali orang yang mencintainya, Sagara hanyalah satu dibanding jutaan orang yang mencintai wanita itu.
“Kalau begitu kamu sudah melakukan hal yang benar, Sagara. Aku tidak perlu lagi memberimu nasehat apapun. Asal kamu tahu, melihat orang yang kita cintai bahagia memang sangat menyenangkan sekalipun pastinya hatimu akan merasakan luka yang luar biasa. Apakah kamu siap untuk semua itu?” Tanya Trista lagi.
Sagara sekarang tahu apa maksud dari pertanyaan Tristan yang sebelumnya. Pria itu hanya sedang berusaha menguji Sagara dengan pertanyaannya yang sangat menjebak itu.
“Aku siap dengan semua konsekuensi yang akan aku dapatkan, Tristan. Bukankah sebelum aku jatuh cinta, aku aku sudah tahu apa yang akan aku dapatkan?”