Bab 14. Kamu Boleh

1103 Words
Andra lalu menyuruh Icha menikmati kopi hangatnya dulu sebelum memulai pembicaraan. Icha sempat menanyakan kesibukan Andra, ternyata Andra sedang memiliki waktu luang hari ini karena kuliah kampus akan aktif minggu depan. “Soal Geo, ada apa?” tanya Andra akhirnya. Dia tersenyum dalam hati mengamati wajah cantik Icha, sekilas sikap Icha mirip Vanya, mereka berdua hanya berbeda usia. Entah kenapa, jiwa kebapakannya muncul saat berhadapan di depan Icha. Sudah lama dia tidak mendengar suara Vanya. Vanya sudah dilarang Siska menghubungi papanya. “Maaf, Pak. Geo pernah singgung Bapak ke Icha… soal motor. Katanya Bapak malakin dia, Icha hanya ingin kejelasan saja, maaf.” Icha tiba-tiba merasa dirinya lancang mempertanyakan soal ini di depan Andra. Andra terkekeh pelan. “Kapan terakhir kamu ketemu dia?” “Itu dia bilang pas Icha ujian proposal.” Andra manggut-manggut. “Hari itu saya ketemu dia, dan liat dia sedang berada di parkiran, dia meratiin mobil kamu.” Duh, ternyata Andra juga telah mengenal mobil Icha. Icha semakin merasa di atas angin, merasa Andra penuh perhatian kepada dirinya. Dia jadi merasa sangat nyaman dekat Andra. “Hm … soal motor, mungkin kamu dan dia baru mulai kuliah. Waktu itu saya hendak ke luar kampus, mobil dia nyerempet motor saya … tapi cat mobil dia yang kena. Saya disalahkan, sampai berurusan dengan polisi segala. Motor saya rusak, dan saya minta ganti rugi dong.” Icha menelan ludahnya menatap wajah Andra saat menjelaskan. Tiba-tiba jantungnya berdetak lebih cepat dan matanya mengerjap, Icha hampir saja tidak bisa menguasai dirinya. Andra memang sangat tampan dan suaranya menyejukkan perasaannya. Sepertinya Icha lebih mempercayai Andra. “Ya, begitu yang sebenarnya terjadi. Mungkin dia masih kesal dengan kejadian itu dulu dan kebetulan saya jadi pembimbing kamu. Hm … kamu dan dia—” “Iya, Icha pacaran sama Geo lima tahun, tahun ini kita putus.” Icha semakin yakin bahwa Andra bisa diajak berhubungan lebih dekat, dan dia bisa mencurahkan keluh kesahnya. “Oh, lama juga ya. Sayang sekali, trus dia … bagaimana kabarnya sekarang?” Icha menggelengkan kepalanya. “Icha nggak tau kabarnya sekarang. Tapi dia sempat pacaran lagi sama mahasiswi baru, namanya Lily. Trus Geo ngaku udah putus. Hm … Icha udah blok nomor dia, nggak mau dihubungi dia lagi.” Andra tersenyum hangat, lagi-lagi dia teringat Vanya. Cara bicara Icha persis Vanya. “Ok. Sudah jelas ya. Kamu teruskan tugas kamu, biar cepat selesai. Nanti kita kontak lewat WA saja. Ketemu saya kalo laporan akhir kamu sudah rampung,” ujar Andra akhirnya. Icha agak kecewa dengan kata-kata Andra di penghujung pertemuan pagi itu. Apalagi, Andra kembali memasang wajah serius. Icha ketar ketir karenanya, dia sampai nekad menahan langkah Andra dengan memegang lengan Andra. “Ada apa lagi, Icha?” tanya Andra heran. Dia berusaha tenang, dan tidak berpikir aneh-aneh akan sikap Icha. “Pak … boleh nggak Icha, hm … main ke apartemen Bapak?” pinta Icha merengek. Icha sudah tidak malu lagi, dan dia benar-benar nekad. Tidak mau lagi kehilangan kesempatan. Andra tertegun melihat wajah Icha yang menghiba. Ada banyak pertanyaan di benaknya tentang Icha, apa gadis ini kurang kasih sayang di rumah? Mengingat Icha sebelumnya yang pernah melakukan hal yang m***m di perpustakaan, Andra menyimpulkan bahwa tebakannya benar. Andra dengan lembut melepaskan tangan Icha yang memegang lengannya. “Nanti kita bicarakan lagi, kamu fokus saja skripsi kamu ya?” Andra tetap membujuk Icha. Melihat sikap lembut Andra, menyebabkan Icha akhirnya mau melepas kepergian Andra. “Baik, Pak. Maafin Icha, Pak,” ucap Icha. “Nggak apa-apa.” Andra lalu meninggalkan Icha sendirian duduk di perpustakaan. *** Icha pun kembali fokus menulis. Dia menyadari bahwa apa yang dia lakukan sebelumnya di perpustakaan saat bertemu Andra adalah sesuatu yang kurang pantas, dan wajar Andra menolak keinginannya. Setelahnya, dia benar-benar berkomunikasi lewat WA dengan Andra dan membicarakan seputar penelitian. Hampir tiga minggu ini dia dan Tesa tidak saling menghubungi. Icha yakin pasti Tesa juga sedang sibuk dengan skripsinya. Icha tidak mau mengganggu, dan dia juga tidak mau diganggu. Tapi sepertinya malam Minggu ini Tesa yang akhirnya mengganggu Icha, menghubunginya lewat pesan. “Halo.” Icha membalas pesan Tesa dengan langsung menghubunginya. “Ichaaaa. Aku di Makassar, yeeeee.” “Ha? Kok nggak cerita?” “Yaa kan lo sibuk. Gue penelitian di sini, jadi keknya lama deh di sini.” “Yaaaa, Tesaaaaa. Huuuu.” Icha langsung cemberut, dan menangis. “Cup cup cup. Untung aja gue udah di sini, kalo pamit ke elo, yang ada lo guling-guling nanti.” “Ih, lo curang ih.” “Gimana lo ma Andra? Ada perkembangan?” Tangis Icha berubah tawa. “Apaan sih? Biasa aja, tetap konsultasi ketemuan dan ngobrolin seputar skripsi.” “Halah, lo tembak aja langsung tuh duda. Yakin gue dia klepek klepek ma lo.” Icha menggeleng, dia sudah melakukannya tanpa disuruh Tesa, hasilnya? Andra justru mengalihkan pembicaraan dan menyuruhnya tetap fokus menulis skripsi. “Ya, nggak bisa langsung langsung gitu, Tesa.” “Eh, gimana skripsi lo?” “Ya, hampir rampung sih.” “Ya, lo enak sih, neliti di kantor teman bokap. La gue … musti nyari orang dalam dulu.” “Hahaha … derita lo.” “Awas lo ngeledek gue, gue doain lo jadian ma duda.” “Hahaha.” Icha senang sekali digodain Tesa malam minggu ini, suasana hatinya berubah ceria. “Ya udah, Cha. Ini gue baru dapat notif dari Bu Meis. Wah, emang baik tuh orang. Gue doain panjang umur daaaah.” Icha tersenyum mendengar suara renyah Tesa, merasa tenang karena Tesa akhirnya tidak galau lagi memikirkan nasib laporan akhirnya. Icha yakin Tesa bisa menyusulnya dan bisa wisuda bersamaan dengan dirinya tahun ini juga. *** Malam minggu Andra terasa sangat sepi. Biasanya Vanya menghubunginya dan anak cantik itu pasti melaporkan banyak hal kepada dirinya, menceritakan semua kegiatan yang dia lalui selama seminggu penuh, dan Andra akan mendengarnya dengan baik. Andra menghela napas panjang saat menikmati rokok di luar balkon apartemennya, sambil memandang langit yang dipenuhi dengan bintang-bintang. Dia sadari bahwa dirinya kurang tegas, dan lemah, terutama di depan Siska, mantan istrinya. Padahal selama dua tahun berpacaran, Andra justru seringkali menasihati jika Siska sedang kesal, dan Siska yang manja mau menurutinya. Sampai-sampai Siska menjadi ketergantungan dengan Andra, sehingga dia menjadi keras kepala, menolak keinginan orang tuanya yang hendak menjodohkannya dengan seseorang, dan dia malah ingin menikah dengan Andra. Namun, seiring waktu berjalan, Siska berubah. Terutama di tiga tahun terakhir masa pernikahan. Dia berubah ketika Papa dan mamanya memberinya modal usaha dan dia menjalankannya. Merasa menghasilkan lebih dari Andra, Siska mulai berulah. Andra lagi-lagi menghempaskan napas, tak bisa menguasai dirinya kala mengingat Vanya. Icha, kamu boleh datang ke apartemen saya. Kapan saja kamu bisa Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD